Happy reading.
Di dalam kamar bernuansa putih terdapat dua orang yang sedang tertidur pulas saling berpelukan. Ilham mengeratkan pelukannya membawa tubuh mungil Aira pada dada bidangnya. Mereka baru saja melakukan hubungan suami-istri. Kali ini Ilham sangat berharap kegiatannya bersama Aira akan membuahkan hasil yang memuaskan.
Ilham menggeliat kecil dalam tidurnya. Matanya langsung disuguhi oleh pemandangan Aira yang tertidur kelelahan. Sudut bibir Ilham tertarik ke atas. Ilham melirik jam yang ada di atas nakas yang sudah menunjukkan pukul setengah enam pagi.
Ilham menyibak selimut yang menutupi tubuhnya dan tubuh Aira dengan pelan. Kakinya melangkah menuju kamar mandi untuk membersihkan diri. Ilham tidak ingin mengulangi kesalahannya dengan datang telat lagi ke kantor. Setelah selesai membersihkan diri, Ilham keluar dari kamar mandi dengan handuk yang melilit sepinggangnya. Ilham menoleh sekilas ke arah Aira yang masih tertidur.
Mungkin Aira sangat lelah, pikir Ilham.
Bagaimana tidak lelah? Semalam Ilham sangat bersemangat seolah tidak ada hari esok untuk melakukannya.
Hari ini Ilham memakai kemeja berwarna putih dipadukan celana kain berwarna hitam. Ilham merapikan rambutnya yang membuat ketampanannya berkali-kali lipat. Setelah sudah siap untuk berangkat ke kantor, namun Ilham ingat perutnya belum diisi sedikitpun sejak dirinya bangun tadi.
Karena tidak mau mengganggu tidur nyenyak Aira, Ilham menuliskan pesan di sticky note kecil jika dirinya akan sarapan di kantor. Ilham menyimpan sticky note itu di atas nakas samping kasur. Kaki jenjangnya melangkah mendekati Aira dan membelai pipi Aira dengan penuh kasih sayang.
Ilham mengecup dahi Aira dan mengecup bibir manis Aira berulang kali. Tangan kekarnya meraih tas kerja miliknya. Ilham berdiri dari duduknya dan perlahan melangkah meninggalkan kamar tersebut.
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...
Pukul sepuluh siang Aira baru saja terbangun dari tidurnya. Aira menatap sekitar kamarnya saat tak menemukan keberadaan suaminya. Saat netranya tak sengaja melirik jam di atas nakas, mata Aira membulat sempurna. Aira tidak melihat sticky note yang Ilham simpan di atas nakas.
Pipi Aira memerah saat mengingat kejadian semalam. Aira ingat, Ilham sangat bersemangat untuk melakukan hal itu. Terlebih suaminya itu sangat tampan dan gagah di matanya.
“Pasti Mas Ilham udah berangkat,” gumam Aira meringis kecil.
Dengan segera Aira turun dari kasurnya dan langsung menuju kamar mandi. Setelah membersihkan tubuhnya yang sangat lengket, Aira pun memulai membersihkan rumahnya. Memang selama ini Aira hanya menjadi ibu rumah tangga. Aira bukan berasal dari keluarga kaya raya. Aira hanyalah wanita yang di asuh di panti asuhan sejak berusia lima tahun. Kedua orang tuanya sudah meninggal karena tertabrak oleh pengemudi yang sedang mabuk.
Aira dibesarkan di panti asuhan dengan sangat baik. Tidak pernah sekali pun Ibu panti membeda-bedakan dirinya dengan orang lain. Aira pertama kali bertemu dengan Ilham saat usianya genap dua puluh tahun di panti asuhan tersebut.
Saat itu Perusahaan Nugraha sedang mengadakan event di pantinya. Tanpa menunggu waktu lama lagi, Ilham datang kembali ke panti tersebut berniat untuk melamar Aira menjadi istrinya. Aira saat itu bingung dengan keputusan yang akan diambilnya. Sebab, Aira sama sekali belum pernah berinteraksi dengan seorang lelaki selain Ayah angkatnya-suami Ibu panti.
Karena Ibu panti dan suaminya mendukung Ilham untuk menjadikan Aira sebagai istrinya, lantas Aira langsung menerima lamaran itu. Sampai saat ini pernikahan Aira dan Ilham berjalan tiga tahun lamanya.
“Mas Ilham pasti belum sarapan tadi pagi?” gumam Aira setelah menyelesaikan pekerjaannya.
“Nanti aku bawakan bekal siang aja deh buat Mas Ilham.” putus Aira.
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...
Setelah membayar ongkos, Aira langsung keluar dari sebuah taxi yang membawanya ke kantor suaminya. Aira menatap gedung pancakar langit di depannya dengan tatapan kagum. Dulu Aira seringkali mengunjungi suaminya saat bekerja, namun entah kenapa suaminya menyuruhnya agar tetap di rumah saja agar tidak kecapean katanya.
Aira mulai melangkahkan kakinya memasuki gedung tersebut. Banyak pegawai kantor yang menyapanya dengan sangat ramah. Aira masuk ke dalam lift menuju lantai delapan. Setelah tiga menit lebih akhirnya pintu lift terbuka. Dengan perasaan senang Aira berjalan menuju ruangan suaminya.
Kening Aira mengeryit tatkala pintu ruangan suaminya terbuka. Setahunya suaminya itu tidak akan membiarkan seseorang memasuki ruangan pribadinya jika tidak ada urusan yang penting. Aira juga tidak melihat sekertaris suaminya, biasanya dia akan menyambutnya jika Aira datang kesini.
Aira memasuki ruangan suaminya dengan langkah hati-hati, dengan memegang sebuah rantang ditangannya. Aira tidak menemukan keberadaan suaminya di dalam ruangan ini. Tangan Aira menyimpan rantang tersebut di atas meja. Aira ingat jika di dalam ruangan suaminya terdapat satu buah kamar untuk beristirahat.
Kaki Aira pun melangkah menuju kamar itu. Beruntung sekali pintu kamar tersebut terbuka sedikit. Bibir Aira tersenyum saat hidungnya mencium parfum khas suaminya. Akan tetapi senyum Aira perlahan pudar saat matanya melihat Ilham tengah memeluk seorang wanita.
Dengan langkah cepat Aira mendekati Ilham yang sedang memeluk wanita lain. Aira mendorong tubuh wanita itu dengan sangat kencang sampai membuat wanita itu terjatuh di lantai. Mata Aira membulat sempurna saat mengetahui jika wanita yang dipeluk suaminya ialah sekertarisnya sendiri.
“Aira!” pekik Ilham yang terkejut dengan kehadiran Aira.
“Kenapa Mas? Kamu kaget liat aku datang ke sini?” Aira terkekeh sumbang sambil menatap Ilham.
Ilham yang akan membalas ucapan Aira terendam oleh ringisan sakit seseorang.
“A-awwsshh.” ringis Arabella sambil memegang perutnya yang sangat sakit.
Ilham langsung beralih menatap sekertarisnya dengan pandangan khawatir. Terlebih saat netranya melihat noda darah dari kedua lutut kaki Arabella. Dengan sigap Ilham langsung menggendong Arabella ala bridal style. Ilham keluar dari ruangannya dengan sedikit berlari tanpa menghiraukan ucapan Aira.
Hati Aira sakit saat Ilham mengabaikannya. Aira tahu dia salah karena telah mendorong dengan keras wanita itu.
Wanita mana yang tidak sakit hati melihat suaminya berpelukan dengan wanita lain? Apalagi saat Aira melihat tatapan khawatir yang ditujukan Ilham kepada Arabella.
Aira menghela nafasnya kasar mencoba menormalkan degup jantungnya yang menggila. Aira berlari keluar dari ruangan mengikuti langkah Ilham menuju sebuah rumah sakit dengan menaiki gojek.
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...
Setelah kurang lebih dua puluh menit, Aira turun dari motor lalu membayar ongkos gojek itu. Aira berjalan mengikuti Ilham yang menggendong Arabella dengan sedikit berlari. Saat sampai di ruang IGD Arabella langsung ditangani oleh dokter yang berjaga di sana.
Aira mendekati Ilham yang sedang berdiri di ruangan IGD sambil mondar-mandir. Aira menatap jelas raut kekhawatiran dari wajah Ilham.
“M-mas,” panggil Aira dengan gugup.
Ilham menoleh pada Aira dengan raut datarnya. Aira yang ditatap seperti itu ketakutan.
“Kalo sampai terjadi sesuatu sama dia, kamu akan tahu akibatnya.” Ucap Ilham dengan dingin.
“Mas aku cuman dorong dia! Nggak usah lebay deh Mas!” protes Aira yang tidak terima jika dirinya disalahkan.
“Nggak usah lebay kata kamu? Kalo anak aku kenapa-napa gimana Aira?!” bentak Ilham dengan nada keras.
Aira terkesiap mendengar bentakan itu. Belum pernah sekalipun Ilham membentaknya dengan kasar. Lalu apa ini? Ilham sudah membentaknya dan berhasil menorehkan luka pertama di hatinya.
“A-anak?” tanya Aira dengan raut kosong.
“Iya anak aku.” Ilham kembali berucap dengan penuh penekanan.
Aira memegang dadanya yang terasa sesak. Sungguh saat ini Aira hanya ingin mendengarkan semua penjelasan dari suaminya. Aira menggigit bibirnya dalam berusaha menahan isakan tangis yang sebentar lagi keluar dari mulutnya.
“Ilham gi-gimana keadaan Bella?” Mami Lina tiba-tiba datang sambil menggendong anak kecil dengan nafas terengah-engah.
Ilham hanya bisa menggelengkan kepalanya. Mami Lina menatap bergantian Ilham dan ruangan IGD dengan khawatir.
Aira termenung melihat wajah anak kecil yang ada dalam gendongan Mama Lina. Wajah itu mengingatkannya pada sebuah Polaroid yang ada di tas kerja Ilham. Papa Satria yang melihat raut kebingungan Aira pun sontak membuka suara.
“Dia anak Ilham.” Ucap Papa Satria.
Tubuh Aira mendadak kaku mendengar ucapan yang terlontar dari mulut mertuanya. Aira menggenggam kuat jemarinya berusaha menahan diri agar tidak menangis di hadapan mereka.
“Gimana keadaan Bella dok?” sambar Ilham saat melihat dokter yang menangani Arabella keluar dari ruang IGD.
Dokter itu menghela nafasnya pelan, “Ibu Arabella membutuhkan donor darah secepatnya, jika tidak janin dalam kandungannya tidak bisa diselamatkan. Apakah disini ada yang memiliki golongan darah O? Stok darah O di rumah sakit sedang kosong saat ini.” Ujar dokter tersebut.
Ilham terdiam ditempatnya. Golongan darah Ilham adalah A. Ilham sangat tau jika golongan darah O sangat langka dan sulit ditemukan. Tapi Ilham akan melakukan apapun agar anaknya bisa terselamatkan.
“Darah milik Aira O kan?” tanya Mama Lina sambil menatap Aira lekat.
Ilham beralih menatap Aira dengan pandangan sulit diartikan. Tapi, Ilham akan tetap dengan pendiriannya untuk menyelamatkan anaknya.
“Dok, ambil darah Aira.” Ucap Ilham tanpa menatap ke arah Aira sedikit pun.
“Nggak! Aku nggak mau Mas!” teriak Aira sambil menggeleng keras.
“Aira kamu harus mau! Jika tidak anak aku akan mati Aira!” bentak Ilham.
Aira menangis pilu mendapat paksaan dari Ilham. Aira benar-benar tidak sudi mendonorkan darahnya kepada wanita itu. Wanita yang telah merusak rumah tangganya.
“Kita akan melakukan beberapa tahapan untuk mencocokan darah tersebut, tapi Ibu Aira tidak sedang mengandung atau menyidap penyakit lain kan?” tanya dokter itu memastikan.
“Dia mana mungkin h*amil, udah lah dok ambil aja darahnya.” Celetuk Mama Lina yang berhasil menyayat hati Aira.
Papa Satria hanya bisa menatap Aira dengan pandangan iba. Belum saatnya dia mengambil aksi saat di keadaan genting seperti ini.
Aira pun dengan terpaksa mengikuti langkah dokter itu menuju sebuah ruangan untuk mengambil darahnya. Aira berbaring di atas kasur rumah sakit dengan isakan kecil. Dokter yang mengambil darah Aira hanya bisa menatap Aira dengan pandangan kasihan.
Setelah selesai mengambil darah milik Aira sebanyak dua labu, dokter itu kembali menuju ruangan IGD. Aira terbaring dengan wajah pucatnya. Tidak ada satupun orang yang menemaninya. Bahu Aira naik turun, bibirnya bergetar kuat. Aira terisak hebat dalam kesendiriannya.
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...
Jangan lupa komen+like+favorit ya 🤗 biar author semangat terus bikin ceritanya 😘
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 58 Episodes
Comments
Noly Yathi
kurang manis, kurang asin orang ya
2023-04-24
0
Retno Elisabeth
kasian aira
2023-03-22
0
Zuraida Zuraida
laki sialan dan penipu
2023-01-14
0