Eve tidak tidur semalaman memikirkan nasibnya yang dipaksa untuk menikahi orang yang tidak dicintainya. Menghela nafasnya karena kebodohannya sendiri karena tidak curiga dengan maksud paman dan bibinya di hari itu yang tiba-tiba menelpon dirinya setelah 8 tahun lamanya.
Gulzar benar bahwa Elakshi Feshika Adwitiya masih saja polos dengan pemikirannya akan mendapatkan perhatian dari keluarga Adwitiya bahkan ia baru bertemu dengan bibi Bora dan paman Tibra. Bagaimana nanti jika ia bertemu dengan keluarganya yang lain.
Eve tidak tau apa yang menjadi penyebab keluarga Adwitiya bisa mengalami kebangkrutan karena Eve sama sekali tidak mengerti tentang bisnis.
Pintu kamar Eve terbuka dan nampaklah seorang pria kekar dan wajah tampannya yang memakai pakaian setelan formal serta tas hitam yang di genggam. Mata keduanya saling memandang lain.
Dapat Gulzar lihat tidak ada lagi sorot mata berbinar dan wajah bersinar yang ia lihat waktu menjemput Eve. Kini hanya ada tatapan yang kosong, rambut yang acak-acakan, serta mata panda.
“Segera bersihkan dirimu, aku akan menunggu di sini sampai kamu turun.” Perintah Gulzar dengan dingin namun hal itu tidak digubris oleh Eve yang menyandarkan dagunya ke atas kedua tangannya.
Gulzar menghela nafas dengan kasar melihat Eve yang tidak bergerak sama sekali, “dengan kamu seperti ini tidak akan mengubah apapun karena kamu memang ditakdirkan tidak mempunyai pilihan.” Ucap Gulzar dengan tajam kepada Eve hingga membuat Eve kembali menangis. “Seharusnya kamu bersyukur bahwa sebentar lagi kamu akan bebas dari keluarga Adwitiya. Cepatlah mandi apa perlu aku yang menyeretmu.” Lanjut Gulzar dengan dingin dan wajah tak berekspresinya.
“Bibi Jum.” Panggil Gulzar dengan sedikit berteriak hingga membuat wanita paruh baya tersebut segera mendekat.
“Iya, Den Gulzar kenapa?” Tanya bi Jum.
“Bawa Eve ke kamar mandi dan mandikan dia, aku tunggu.” Perintah Gulzar yang langsung dituruti bik Jum dengan cepat.
“Ayo Non bersihkan diri Nona. Waktunya sarapan.” Ajak bi Jum sambil berusaha mengangkat tubuh ramping dan tinggi Eve namun bik Jum sangat kesusahan. Akhirnya Gulzar yang melihatnya melepaskan tas kerjanya dan meletakkannya di atas sofa kamar Eve lalu segera menggendong Eve ke dalam bak mandi dan mengguyur tubuh Eve dengan air dingin. Hal itu membuat Eve terkejut dan memandang dengan kosong ke arah Gulzar yang menatapnya dengan tajam.
“Dengar sudah aku bilang tidak ada gunanya kamu menolak atau melakukan hal seperti ini karena kamu akan tetap menikah dua minggu lagi.” Ucap Gulzar sambil memegang kedua pipi Eve dengan cukup kuat.
Bik Jum hanya diam menyaksi apa yang terjadi di antara Gulzar dan Eve dengan penuh prihatin. “Segera siapkan dia.” Perintah Gulzar kepada bi Jum setelah melewati pintu kamar mandi milik Eve.
“Ayo Non bibi mandikan, Den Gulzar benar bahwa Nona tidak akan mempunyai pilihan. Calon mertua Nona sangat baik bibi bisa melihatnya ini waktunya Nona untuk keluar dari keluarga ini.” Eve yang mendengarnya hanya diam sambil melepaskan tangan bi Jum yang hendak membuka bajunya.
“Biarkan Eve saja bi, bibi tunggulah di luar.” Pinta Eve dengan lirih.
“Tapi, Non.”
“Bibi jangan khawatir Eve tidak akan melakukan hal yang buruk. Bukankah Eve harus kuat benar apa kata kak Zee dan bibi seharusnya Eve bersyukur bahwa Eve akan keluar dari keluarga ini.” Ucap Eve dengan air mata yang mengalir di wajahnya. Bi Jum tersenyum dengan sedih melihat kesabaran dan ketabahan yang dimiliki Eve.
Hampir 30 menit lamanya Eve pun siap dan hendak turun ke meja makan di mana para keluarga besar sudah menunggu Eve sedari tadi dengan di depannya Gulzar yang setia menunggu Eve untuk turun bersamanya.
Tatapan sinis dan tajam dilayangkan kepada Eve, “kenapa lama sekali sih jangan jadi putri di rumah ini kamu bukanlah siapa-siapa di sini dasar anak pungut.” Ucap sepupu perempuan Eve dengan tajam.
“Harsha jangan memulai.” Ingat Gulzar dengan tajam, “aku ingin menikmati sarapan dengan tenang.” Sepupu perempuan Eve bernama Harsha diam ketika mendengar suara Gulzar yang dingin.
Sedangkan paman Tibra dan bibi Bora tidak mempedulikan Eve yang baru saja datang tersebut mereka sibuk dengan makanan yang ada di dalam piring.
Semua orang memakan makanannya dengan tenang setelah semua anggota selesai suara bibi Bora menjadi pemecah kesunyian yang terjadi selama di meja makan tersebut. “Eve, hari ini kamu harus datang ke restoran X untuk bertemu dengan calon suamimu bersama istrinya.”
Eve yang mendengarnya menolehkan kepalanya ke arah bibi Bora ketika mendengar apa yang dikatakan bibi Bora barusan, “kamu tidak berhak membantah seharusnya kamu bersyukur kami masih bisa menerimamu dan mengakuimu sebagai keluarga dari Adwitiya dan kami menikahkanmu dengan orang terpandang dan terkaya nomor 1 di negara K ini.” Ucap bibi Bora tanpa mendengar jawaban dari Eve yang masih terkejut dalam diamnya dan tanpa merasa bersalah mengungkit status Eve di keluarga besar ini.
Di sebuah kamar sepasang suami istri sedang berdebat karena permintaan istrinya yang terus mendesaknya untuk kembali menikah dan bertemu dengan calon istri keduanya, “aku tidak bisa.” Ucap pria tersebut dengan tegas yang tidak lain adalah Nabastala Affandra Werawan.
“Kalau begitu aku tidak juga tidak bisa menjalani pengobatan.” Ucap sang istri bernama Adya Parabawa. Nabastala yang mendengarnya merasa frustrasi semua pilihan yang diberikan kepadanya sangat sulit.
“Kak aku mohon jangan seperti ini. Sudah Tala bilang jangan mendengarkan perkataan mereka yang terpenting aku, ayah dan ibu menerima kakak dengan apa adanya." Ucap Nabastala dengan memohon kepada Adya istrinya. Memang istrinya Nabastala 2 tahun di atasnya mereka menikah sudah 4 tahun lamanya.
Adya Parabawa divonis tidak akan pernah bisa mempunyai keturunan lagi atas apa yang dilakukannya dahulu yaitu aborsi. Aborsi yang dilakukan oleh Adya bukan hanya sekali melainkan sudah 7 kali hal itu dilakukan Adya karena cinta butanya terhadap sepupu Nabastala yang sudah tidak ingin Adya dan Nabastala sebut namanya. Adya yang saat itu merasa frustrasi dan depresi hendak ingin melakukan bunuh diri ketika ia mendengar dikemudian hari ia tidak akan bisa memiliki keturunan dari dalam rahimnya hingga membuat Nabastala yang sangat sayang kepada Adya dan di antara mereka sudah menganggap sebagai adik dan kakak akhirnya Nabastala meminta restu kepada kedua orangtuanya untuk menikahi Adya yang kala itu depresi berat.
Beruntungnya kedua orang tua Nabastala menyetujui hal itu walaupun ditentang besar oleh keluarga besar Werawan. Tapi, Nabastala dan kedua orangtuanya tidak peduli akan hal itu mengingat kelakukan yang dilakukan oleh sepupu Nabastala yang hilang entah ke mana itu. Dan semenjak itu juga hubungan keluarga besar Werawan terpecah belah.
“Tapi, aku yang tidak bisa menerimanya Tala. Kamu sudah berkorban sangat besar sekarang waktunya aku membalas budimu. Tidak selamanya aku bisa menemanimu Tala, ayah dan ibu juga sangat menginginkan cucu tolong mengertilah dan kamu memerlukan keturunan. Lagipula aku dan ibu sudah menjamin bahwa calon istrimu itu sangat baik budi pekertinya. Jadi, aku mohon kamu lakukan ya demi ayah dan ibu. Apa kamu tidak kasihan dengan mereka, hmmm.” Ucap Adya dengan wajah memelas sambil memegang kedua lengan Nabastala yang sedang memandang ke arah dirinya.
Nabastala segera memeluk Adya yang menangis, “aku sudah cukup bahagia dengan semua ini, aku tidak ingin kakak merasa tidak nyaman. Tapi, berjanjilah kakak harus melanjutkan pengobatan kakak.” Ucap Nabastala hal itu membuat Adya tersenyum penuh kesenangan di dalam pelukan Nabastala, “kakak senang sekarang?” Tanya
Nabastala dan dijawab anggukan penuh semangat oleh Adya. Rasanya Adya sudah tidak sabar memberitahukan kepada ibu Dhara bahwa akhirnya Nabastala setuju dengan menikah lagi.
Eve duduk dengan cemas sambil meremaskan kedua jarinya dan melihat ke arah pintu restoran untuk menunggu kedatangan sepasang suami istri sesuai di perintahkan oleh bibi Bora kepada dirinya. Eve berpikir apakah ada seorang istri yang mengikhlaskan suaminya untuk menikah kembali, kalau Eve tidak akan pernah mau dipoligami tapi kenyataannya sekarang ia tidak bisa mengelak semuanya sudah ditentukan tanpa
mendengar jawaban atau pendapat dirinya.
Eve menundukkan kepalanya melihat layar ponselnya sudah menunjukkan pukul 1 siang itu artinya sebentar lagi mereka akan bertemu. Kenapa Eve tidak bisa lari karena para pengawal selalu mengawasi Eve di setiap sudut restoran untuk berjaga-jaga bahwa Eve tidak akan melarikan diri.
Suara kursi bergeser ke belakang di depan seberang Eve hingga membuat Eve mengangkat kepalanya ke atas dan betapa terkejutnya wajah yang ia lihat adalah wajah pria di masa lalu. “Ba-ba-bagaimana bisa?” Tanya Eve dengan lirih lalu matanya beralih ke wanita di sebelahnya yang sedang tersenyum manis ke arah Eve.
“Hai Eve kita bertemu kembali. Kemarin malam kita tidak sempat berkenalan perkenalkan nama aku Adya Parabawa kamu boleh memanggilku kakak karena sebentar lagi kita akan menjadi keluarga.” Ucap Adya dengan penuh semangat dan cerianya.
Sedangkan pria di samping Adya menatap dengan tajam, dingin dan penuh kebencian kepada Eve. “Oh ya perkenalkan ini adalah Nabastala Affandra Werawan yang akan menjadi calon suamimu dan akan menjadi suamimu nanti dua minggu ke depan. Aduh aku sangat tidak sabar menantikannya tidak lama lagi aku akan ada teman mengobrol di rumah dan memasak barang.”
Eve memandang dengan penuh penyesalan kepada Nabastala yang sedang menatap dirinya yang penuh dengan kebencian. Eve tidak menyangka bahwa takdir mempertemukan mereka seperti ini, Eve memang berkeinginan untuk meminta maaf apa yang telah ia lakukan dahulu kepada Nabastala ketika ia akan kembali ke negara K ini. Namun, takdir berkata lain mereka dipertemukan dalam situasi dan kondisi seperti ini.
Adya menyenggol lengan Tala yang menatap tajam ke arah Eve untuk segera membuka obrolan, “maafkan aku.” Ucap Eve membuat Adya terdiam kebingungan sedangkan Tala terkesan tidak peduli dengan ucapan permintaan maaf wanita di hadapannya.
“Eve kamu tidak perlu meminta maaf semuanya sudah menjadi takdir aku sangat senang bisa bersaudara denganmu nanti.” Ungkap Adya, “aduh ada telepon aku permisi dulu kalian berbicaralah berdua dengan nyaman kemungkinan aku akan lama karena mau pergi ke toilet juga.” Ucap Adya dengan terburu-buru sambil menjauh dan tanpa mendengar jawaban Tala yang hendak menghentikan dirinya.
“Huh, selalu saja tiba-tiba.” Gerutu Nabastala yang didengar oleh Eve yang masih memandang Nabastala penuh dengan penyesalannya.
“Ternyata bukan hanya kamu yang menjijikkan keluargamu juga sama-sama menjijikkannya dengan dirimu.” Eve yang mendengarnya menggenggam tasnya dengan erat di bawah meja.
“Maafkan aku.” Ucap Eve dengan lirih.
“Dengar aku terpaksa menikahimu karena aku tidak mau istriku menghentikan pengobatannya jadi jangan bersenang hati dulu. Aku tidak akan membiarkanmu hidup dengan tenang. Setelah istriku sembuh aku akan segera menceraikanmu. Kamu dan keluargamu yang menjijikkan itu tidak akan mendapatkan sepeser apapun dari keluarga Werawan." Belum menikah saja pria di depannya ini sudah mengatakan perceraian.
Setelah mengatakan hal itu Nabastala pergi meninggalkan Eve untuk menyusul Adya yang sudah pulang ke rumah kedua orangtuanya. Ia sangat memahami Adya bahwa tadi Adya hanya berpura-pura mengangkat telepon dan pamit pergi ke toilet.
“Apa kamu sebegitu membencinya. Kenapa semua orang dengan mudah menghakimi tanpa mendengar penjelasan dan mencari tau kebenarannya.” Ucap Eve yang menangis dalam diamnya.
Hari pernikahan Eve dengan Tala akhirnya tiba juga, pernikahan dilakukan dengan sangat mewah dan meriah. Semenjak bertemu di restoran baik Eve dan Tala tidak pernah bertemu kembali sedangkan untuk fitting baju pengantin Eve hanya ditemani oleh ibu Dhara dan Adya. Tala selalu beralasan bahwa ia sibuk jadi ia tidak sempat datang akhirnya Adya dan ibu Dara menyerah yang terpenting Tala menerima dan menyetujui pernikahannya dengan Eve.
“Eve kamu sangat cantik.” Puji Adya yang mendampingi Eve di kamar riasnya, “Tala pasti sangat beruntung memiliki istri secantik dirimu dan aku juga.” Ucap Adya yang penuh semangat. “Pengantin jangan memasang wajah tidak berekspresi seperti itu senyum yang cantik dan manis dong.” Lanjut Ayda dengan kedua jari telunjuknya
menempel di pipi Eve hingga membuat Eve mau tidak mau tersenyum.
“Iya, Nona yang dikatakan oleh Nona Adya benar bahwa Nona harus tersenyum di acara sakral ini.” Ucap bik Jum yang menatap ke arah Eve dengan sayang.
Pintu kamar rias Eve terbuka dan nampaklah dua perempuan sedang menatap Eve dan Adya dengan sinis, “malang sekali nasibmu Eve jadi istri kedua.” Ucap Harsha yang selalu mengejek Eve dari dulu.
“Kamu tau Harsha habisnya istri pertamanya tidak bisa memberikan keturunan pada keluarga Werawan. Kesalahannya dimasa lampau yang sering melakukan aborsi, beruntungnya kakak sepupu aku tidak menikahinya karena tidak buta dengan wanita yang ingin masuk ke keluarga Werawan. Siapa sih yang nggak ingin masuk ke keluarga terpandang dan terkaya seperti keluarga Werawan.” Ucapan pedas dilontarkan oleh
Geya Wirawan kepada Adya.
Namun Adya sama sekali tidak tersinggung karena itu adalah hal yang biasa baginya. Sedangkan Eve memandang ke arah Adya dengan tatapannya yang menyejukkan membuat Adya tersenyum senang karena ia tidak salah pilih memilih Eve untuk menjadi istri Tala selamanya.
“Tidak ada manusia yang sempurna di dunia ini, semua manusia mempunyai kesalahan dan sering melakukan kesalahan hal itu adalah wajar yang tidak wajarnya jika manusia itu tidak sadar akan dosanya dan malah memberikan penilaian yang buruk terhadap orang lain. Berhati-hatilah Nona jika berbicara akan ada seleksi alam.” Ucap Eve dengan tenang sambil memandang ke arah cermin di depannya. Adya dan bik Jum yang mendengarnya mengulum senyum sedangkan Harsha dan Geya menatap Eve dengan kesal dan penuh kebencian.
“Lihat saja cepat atau lambat kamu akan ditendang langsung oleh kak Nabastala dan keluarga Werawan serta Adwitiya tentunya tidak akan menerima dirimu. Jangan berlagak sombong dulu kamu hanyalah istri kedua. Dasar anak yatim piatu.” Ucap Geya dengan pedas lalu berjalan pergi meninggalkan kamar rias Eve dengan Harsha yang mengikutinya.
“Jangan dengarkan ucapan Geya, dia tidak akan berani mengusikmu jika ada Nabastala serta ayah dan ibu terlebih ada aku karena aku akan selalu membelamu.” Ucap Adya dengan lembut.
“Terimakasih kak.”
Eve akhirnya keluar juga di kamar riasnya dengan Gulzar yang menggandeng tangan Eve untuk di bawa ke altar pernikahan di mana sang mempelai pria sudah menunggu.
Semua mata tamu undangan memandang takjub ke arah Eve yang sangat cantik dan memukau dengan gaun putih yang dikenakannya. Di atas sana Nabastala menghela nafasnya dan memandang ke arah istrinya Adya yang tersenyum memberikan semangat kepada dirinya.
Nabastala memandang ke arah Eve yang sudah berdiri di depannya, Gulzar mengulurkan tangan Eve ke arah Nabastala untuk diterima. Nabastala memandang datar ke arah Gulzar yang memandang datar juga dengannya. Hal itu tidak menjadi masalah bagi Nabastala karena itu bukanlah urusannya.
"Jaga dia." Ucap Gulzar lirih
Pengucapan janji suci pernikahan akhirnya selesai juga Eve dan Nabastala sekarang resmi menjadi suami istri. Tiba waktunya Nabastala harus mencium Eve dan tamu undangan bersorak ingin melihatnya.
“Jangan pernah berharap dengan pernikahan ini, ingat aku akan segera menceraikanmu setelah Adya sembuh.” Ucap Nabastala dengan kejam hal itu membuat Eve menundukkan kepalanya dan menggigit bibirnya. Nabastala mencium kening Eve sambil tersenyum palsu ke arah tamu undangan begitu juga dengan Eve.
*Bersambung*
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 199 Episodes
Comments
Sunshine
Tala adalah pria masa lalu Eve
2022-03-27
0
Sunshine
Hadehhh berat
2022-01-10
0
Sunshine
Masa lalu yang belum usai
2022-01-01
0