"Uni, tadi Ama meraung-raung lagi uni?"
"Iya, Ren. Nanti Uni usahakan uang lagi untuk berobat Ama ya"
Ngilu sebenarnya, uang simpanan Resa belum cukup untuk memenuhi biaya pengobatan Ama bulan ini. Uangnya sudah ia gunakan untuk membiayai kebutuhan perkuliahannya sekaligus pendaftaran wisuda. Pihak Yayasan Garda Bangsa tidak lagi menyalurkan beasiswa jika mahasiswanya telah selesai sidang skripsi.
Makanya dengan penuh kesadaran Resa mau menerima tawaran yayasan tersebut untuk mengajar disana.
"Iya, uni, semoga Ama cepat sembuh ya Uni.!"
"Aamiin"
Ucap mereka bersamaan.
Resa melihat kondisi Ama yang sudah terlelap. Ama tidur setelah meminum obat penenang. Selama ini Resa memberikan resep obat dari rumah sakit. Tetapi, sudah berbulan-bulan, Amanya juga belum sehat.
Vonis dokter mengatakan bahwa Anak menderita Prolonged grief disorder.
Prolonged grief disorder merupakan gangguan kesedihan yang berkepanjangan mengacu pada sindrom yang terdiri dari serangkaian gejala yang berbeda setelah kematian orang yang dicintai.
Sejak Ama sakit, Resa yang menjadi tulang punggung di rumah ini. Beruntung waktu kejadian itu kios Apa yang di blok lain tidak terbakar.
Jadi, Resa masih bisa mengatur keuangan bahkan untuk orang yang menjaga Ama di rumah.
"Uni, apa gak sebaiknya Ama dibawa ke rumah sakit uni, ke psikiater handal misalnya uni"
"Iya, Ren, doakan saja lapak kita yang di tanah Abang lancar ya, walaupun hanya dapat menutupi biaya di rumah. insyaAllah nanti uni tabung gaji mengajar. Reni belajar yang baik ya"
Bukan tak pernah Resa menanyakan berapa biaya yang dikenakan pada Psikiater ternama di Jakarta. Biayanya hampir mendekati sepuluh juta perbulan.
Dorongan moril dari rumah pun sudah dilakukan, namun hasilnya masih nihil. Jika mengingat itu, rasanya Resa mengutuk dirinya yang menjadi anak tak berguna.
Setelah shalat Isya, Resa mengecek pembukuan lapaknya. Selain itu, Resa juga membuka lapak online di beberapa aplikasi market.
"Oke, fix, rampung hari ini. Sekarang tinggal mengulang materi-materi" gumam nya kecil.
Media pembelajaran pun sudah disiapkannya. Ia tidak mau grogi di depan siswa-siswanya yang hanya berjarak 4 atau 5 tahun lebih muda darinya.
Selintas bayang wajah siswa di kelas tadi pun muncul. "Ah, ada apa aku ini. Bukankah dia hanya menggoda. Lagian bukan cuma dia pernah menggodanya?" Hati kecilnya berbicara, seolah olah meledek dirinya. "Cie...cie…siswanya ganteng bukan?" "Hemm bukan ganteng, tapi manis dan menarik, itu lho senyumnya, tegas suaranya? Cie… cie..
Astaga… sudah pukul dua belas malam."
"What… aku memikirkannya hampir dua jam".
Gegas Resa berwudhu di ruang belakang dan melaksanakan shalat Tahajud nya.
Di dalam doanya, ia selalu meminta agar Ama nya segera sehat. Ia rindu masakan Ama. Ia rindu gedoran pintu Ama dikala subuh. Namun, di doa kali ini dia meminta agar ia dijodohkan dengan orang yang memang mau menerima dirinya dengan segala kekurangan di keluarganya. Ia tak mau jika harus meninggalkan Ama nya. Bagi Resa, Ama nya adalah syurganya.
Resa masuk ke kamar Ama dan memperbaiki selimut Ama yang tidak lagi menutupi tubuhnya. Ama yang meski sakit pun tidak berkurang kesahajaan waktu ia tidur. "Tidur lah Ama, Apa baik-baik saja di sana"
Melangkah ke kamarnya yang hanya seluas 9 meter persegi, Resa lalu membaringkan badannya. Tak lupa pula dia mengucapkan doa tidur. "Mimpilah dengan indah wahai hati, percayalah, semua akan baik-baik saja" gumamnya pelan.
***
Selesai sarapan, Resa dan Reni berangkat sekolah. Tak lupa pula di berpesan kepada uwo Epi, yang menjaga Ama di rumah ini, untuk meminumkan Ama obat. Uwo Epi sendiri merupakan kerabat Ama yang sudah bercerai dengan suaminya, namun sudah tidak lagi ingin menikah. Entah lah kadang cinta memang sulit untuk dimengerti. Sementara itu, anak-anaknya ada yang tinggal di Padang dan ada juga yang di Bandung. Jualan juga. Buka lapak di Pasar Andir. Sebagian barang jualan Resa yang di Tanah Abang juga didistribusikan kan ke sana.
Dengan menggunakan motor matik, mereka membelah jalan ibu kota. Sekolah Reni searah dengan tempat mengajar Resa.
Resa mulai mengurangi kecanggungannya. Seharusnya dia tidak perlu canggung lagi. Bukankah dia pernah mengajar di sini? Sekitar enam bulan yang lalu walau ia hanya mengajar kelas X. Akses jalan masuk kelas X dan kelas lainnya memang berbeda. Saat upacara pun, Resa lebih memilih untuk berdiri di bagian belakang.
"Hem, permisi"
"Sorry, excuse me"
Sapanya lagi pada siswa yang menghalanginya di pintu masuk kelas IPA.
"Sorry, Miss!"
"Oh, Deon, bukankah kamu kelas IPS?"
"Hem, emangnya gak boleh Miss?"
"Tak bisa Deon, kemarin kan kamu sudah belajar bahasa Inggris?"
"Kalau saya mau belajar di sini lagi, ibu mau apa?"
"Kamu ngerti aturan gak sih"
"Enggak, buk!"
"Keluar, atau saya panggil kan satpam"
"Hahaaha, silakan saja ibuk panggilkan satpam untuk saya, saya akan panggilkan penghulu buat kita?" Bisik Deon sambil berlalu pergi.
"Hah… ada-ada saja siswa zaman sekarang" batinnya.
Sudah beberapa kelas dia ajar kali ini. Rasanya lebih damai dari kelas hari kemarin. Terasa perbedaan kelas IPS yang satu itu.
***
Ini sudah Minggu ketiga ia mengajar di sekolah Garda Bangsa. Belum ada perubahan yang berarti pada cara belajar kelas XII IPS itu.
"Bagaimana ini bapak dan ibu, laporan dari beberapa mata pelajaran yang mengajar masih banyak yang belum tuntas pada siswa yang bernama Deon di kelas XII IPS. Sementara ujian semester satu sebentar lagi!"
Wakil kepala sekolah berkata pada rapat kali ini.
"Ah, saya pun sebagai wali kelasnya sudah pusing" kata pak Tagor.
"Dia ini hanya bermasalah pada buat tugas pak, dan kadang juga jarang masuk sama saya" sahut buk Melia guru geografi.
"sama saya juga jarang masuk dia pak, tetapi itulah, waktu menjawab soal soal online, yang dia jawab betul semua pak. Seperti nya dia semakin kurang motivasi saja dan ia jua tidak sebrutal waktu di kelas XI" Lanjut guru yang lain.
"Hem, bagaimana menurut Miss Re? Apakah dia juga sering tidak masuk di kelas?"
"A...a.. hemm… sama saya Deon masuk selalu pak, ini buktinya, nilainya juga bagus-bagus" jawab Resa dengan terbata. Ia takut jika dianggap menjilat dengan atasan. Penuturan Resa membuat semua mata di ruangan tertuju padanya.
"Bagaimana jika Miss Resa membimbing Deon dalam pembelajaran, nanti akan saya hubungi orang tuanya"
"Eh, pak, tapi kan saya hanya mengajar bahasa Inggris"
"Itu bisa dibicarakan nanti lah Miss Re"
"Iya, nanti kami kami bantulah dalam hal materi, anak IPS kan materinya tidak terlalu sulit"
"Aduh gimana nih, makin mati kutu aku kalau tiap hari jika dekat-dekat dengan siswa "abstrak" kayak gitu. Kadang kelihatan kadang tidak" batin Resa.
"Bagaimana Miss Re, saya harap Anda bersedia, soalnya orang tuanya menaruh harapan di sekolah tingginya nanti"
"Bolehkah saya pikir-pikir dulu pak?"
"Oh, ya silakan"
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 55 Episodes
Comments
Tarsiah🎯™
setuju aja atuh Miss Re, biar tiap hari senam jantung dag dig dug ketemu sama Deon😁
2022-02-21
1
Leli Leli
anak.sholeha
2022-02-18
0
🌸Santi Suki🌸
bagus kak ceritanya 🥰
2022-02-12
0