Ustad Vano kian mengeratkan tangannya di pinggang ramping Ai, sembari berkata,"Jangan panggil aku Ustad lagi, bukankah aku ini telah resmi menjadi suamimu?"
Ai salah tingkah, dia sontak menundukkan kepalanya tidak berani menatap wajah tampan sang suami. Rasanya sungguh bagaikan mimpi bisa berdekatan sedekat ini dengan laki-laki yang ia cintai.
"Kenapa diam saja, Hem?" Tuntut Ustad Vano dengan senyuman lebar di wajahnya.
Ai menggelengkan kepalanya tidak berani bersuara ataupun mengangkat kepalanya.
Ustad Vano menjadi gemas. Ia tidak menahan dirinya lagi, menyentuh dagu sang istri dan mengangkatnya ke atas agar mereka berdua bisa bertatapan secara langsung.
Menatap wajah cantik Ai yang begitu mengagumkan, Ustad Vano seolah merasa sedang berhadapan dengan gadis cantik dari dalam lukisan.
"Aku ini adalah suamimu, Ai, jadi berhentilah memanggilku dengan sebutan 'Ustad'. Bila kamu masih enggan, maka apakah ini berarti kamu tidak ridho terhadapku menjadi suamimu?" Ustad Vano sengaja memojokkan Ai.
Ai sontak menggelengkan kepalanya membantah. Entah sejak kapan tangan rampingnya telah memegang tangan besar Ustad Vano yang kini tengah memegang dagunya.
"Astagfirullah, sungguh tidak, suamiku. Demi Allah, aku sungguh ridho engkau menjadi pemimpin ku, suamiku." Kata Ai membantah.
Ustad Vano tersenyum lebar, ia memegang erat tangan Ai erat sebagai pelampiasan betapa bahagianya ia saat ini.
"Kau tadi memanggilku apa?" Tanya Ustad Vano dengan suara seraknya yang candu.
Ai baru menyadarinya, ia panik dan buru-buru menarik tangannya dari Ustad Vano. Tapi sayang Ustad Vano tidak membiarkan itu terjadi karena ia telah mengunci tangan ramping Ai dengan erat.
"Ingin melarikan diri?" Tanya Ustad Vano seraya merendahkan kepalanya lebih dekat lagi dengan Ai.
Ai malu, ia menggelengkan kepalanya membantah.
"Lalu kenapa kamu tidak mau menjawab pertanyaan ku?" Ustad Vano semakin menekan Ai.
Wajah Ai terasa sangat panas dan ia yakin warnanya saat ini pasti sangat merah.
"Aku...aku malu." Bisik Ai malu-malu.
Ustad Vano suka melihat Ai seperti ini karena itulah dia terus saja memojokkan Ai agar mau berbicara lagi.
"Malu? Kamu malu menikah denganku?" Tanya Ustad Vano dengan ekspresi tidak suka yang dibuat-buat.
Ai sekali lagi menggelengkan kepalanya panik. Dia malu bukan berarti malu menikah dengan Ustad Vano, tapi ia malu karena kata-kata panggilan intim itu sejujurnya... sangat aneh. Dia tidak biasa memanggil siapapun dengan sebuah panggilan intim.
"Tidak suamiku, jangan salah paham. Aku tidak malu menikah dengan mu, su-suamiku." Ai sungguh sangat malu.
Ia langsung menyembunyikan wajahnya ke dalam pelukan Ustad Vano tanpa pikir panjang. Malu, betapa ia sangat malu saat ini. Tapi anehnya dia justru merasa senang ketika mendengar suara tawa renyah milik Ustad Vano.
Hatinya menjadi damai dan bahagia mendengar tawa penuh kebahagiaan suaminya. Mashaa Allah, ketika sudah menikah kebahagiaan itu begitu mudah didapatkan.
"Ekhem..." Papa Ares berdehem ringan.
"Nak, Papa kan sudah bilang jangan kesurupan dulu." Lagi, komentar julid Papa membuat para tamu undangan tertawa.
Entahlah, Papa senang sekali mempermalukan putra tampannya di hadapan para tamu undangan.
Ai ketakutan, tubuhnya secara alami ingin menyingkir dari pelukan suaminya, namun sang suami tidak membiarkan itu terjadi. Dia malah semakin menahan Ai agar tetap diam di dalam pelukannya.
Meskipun yah..dia juga sangat malu terbukti dari kedua telinganya yang memerah terang.
"Papa kok jadi orang julid banget sama anak sendiri. Makanya Papa nikah juga dong kayak aku sama Ai biar kerjaannya jangan julid sama anak terus." Canda Ustad Vano lagi-lagi mengundang tawa para tamu undangan.
Papa langsung mencak-mencak mendengar balasan dari putra yang telah ia besarkan dengan susah payah dan penuh kasih.
"Astagfirullah, kamu berani yah saranin Papa nikah lagi, kalau di tahu sama Mama bisa tidur kamu di kolong jembatan Vano." Ancam Papa tidak serius.
Ustad Vano tersenyum simpul,"Gak apa-apa, lagian aku sama Ai juga udah ada rencana mau tinggal kemana." Balasnya santai.
Lagi-lagi para tamu undangan tertawa, suasana nyaman perlahan menjadi santai. Membuat para tamu undangan betah berlama-lama di sini karena mengikuti arus suasana yang tercipta. Namun, disaat semua orang bahagia ada salah satu gadis yang terlihat begitu muram di sebuah sudut.
Kedua matanya memerah masih menahan amarah yang belum reda, dan kedua tangannya mengepal menatap tidak rela pada gadis cantik yang kini berada di dalam pelukan Ustad Vano.
Harusnya orang yang berdiri di sana saat ini adalah dia, harusnya dia!
"Papa sama Mama kan sebelumnya udah pernah nyaranin kamu agar ikut Vano ke pondok pesantren. Tapi kamu ngeyel gak mau, padahal itu demi kebaikan kamu sendiri. Dan sekarang lihat apa yang kamu dapatkan? Vano sudah menikah dengan gadis lain. Putri pertama dari pebisnis nomor satu di negeri ini, kita tidak bisa mengganggu mereka karena keluarga Ali tidak akan mungkin membiarkan itu terjadi. Di tambah lagi masih ada keluarga Vano yang telah lama menguasai bisnis arsitektur, kita juga tidak bisa membuat masalah dengan mereka karena ada rumor di kalangan pebisnis jika Vano yang akan mengambil alih perusahaan bersama pamannya, Arka." Wanita paruh baya berpakaian glamor itu berusaha menasehati putrinya yang sejak datang ke sini sudah berwajah masam.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 314 Episodes
Comments
adning iza
jd nnti Ai manggil asri tante🥰🥰🥰🥰🥰
2023-04-04
0
Arwa Ingin Setia
Asyik Asyik.... Ai jadi Keponakannya Asri dong.... 🤭
2022-02-27
0
Lia ajalah 💋
aku mampir kakak 🤗
sampek sini udh mulai tertarik..cuuss lanjut ke berikutnya 👍 salam hangat saya dari Medan kak 🙏
2022-01-05
2