Pertemuan Tak Terduga

"Ardan?"

Aila mengernyit heran. Mendengar Fakhri menggumamkan sebuah nama.

Nama seseorang yang kini tengah berdiri di depan rumah Aila. Menatap kedatangan mobil Fakhri yang baru memasuki halaman rumah setelah perjalanan panjang.

Begitupun dengan Fakhri, dahinya turut berkenyit heran. Lalu di tolehnya Aila yang sama herannya.

"Kamu ...."

"Mas Fakhri ...."

Satu detik dua detik. Keduanya saling diam ketika mengucapkan kata dalam waktu hampir bersamaan.

Detik selanjutnya beralih menatap Ardan yang berjalan mendekat ke mobil yang mereka tumpangi. Lalu melangkah turun dari dalam mobil.

"Mas Fakhri?"

Ardan yang melihat Aila turun bersama lelaki menatap dengan tatapan yang sulit untuk diartikan.

Terlebih setelah Ia tahu siapa lelaki yang tengah bersama sahabatnya itu.

Fakhri. Saudara sepupunya sendiri!

"Kalian saling mengenal?"

"Kalian saling mengenal?"

Kini berganti Fakhri dan Ardan yang berucap dalam waktu yang hampir bersamaan dengan ekspresi terkejut.

"Jadi kalian saling kenal?" tanya Aila yang kebingungan.

"Tentu saja. Mas Fakhri adalah kakak sepupuku," jawab Ardan.

"Benarkah?"

Ucap Aila seakan tak percaya dengan hal yang baru saja di dengarnya. Sebuah kebetulan yang tak terduga.

" ... Tapi kenapa kalian bisa pergi bersama?"

"Bukankah kemarin kamu menikah, Mas?" tanya Ardan. Penasaran.

"Benar, kemarin memang hari pernikahanku ... Tapi sayangnya kamu terlalu sibuk untuk datang!" jawab Fakhri.

Ardan menggaruk tengkuknya yang tak gatal. Tetiba saja merasa tak enak hati karena berhalangan hadir ke acara pernikahan saudara sepupunya itu.

"Apa sebaiknya kalian berbicara di dalam?" tawar Aila. Melihat dua saudara itu tengah asyik bercengkerama.

"Kenapa tidak?"

"Masih ada banyak hal yang ingin ku tanyakan pada Mas Fakhri!"

Ardan menyeret lengan Fakhri. Berjalan menuju rumah Aila tanpa persetujuan Fakhri terlebih dulu.

*-*-*

"Jadi bagaimana Mas Fakhri, kamu belum menceritakan padaku kenapa bisa bersama Aila?"

"Dan bagaimana caranya kalian bisa saling mengenal satu sama lain?"

"Kalian tadi dari mana?"

Fakhri memijit pelipisnya pelan. Mendengar berondongan pertanyaan dari saudara sepupunya itu.

"Aila putri sahabat Mama,"

"Kami sudah saling mengenal sejal kecil,"

"Semalam dia menginap di rumah karena kemarin hadir dalam acara pernikahanku ... Dan maka dari itu sekarang Aku mengantarnya pulang."

Kedua mata Ardan terbelalak lebar setelah mendengar penjelasan Fakhri. Sedetik kemudian segaris senyum terukir di wajahnya.

"Benarkah? ... Ini benar-benar kebetulan yang tak terduga," ucap Ardan. Masih tak percaya.

"Lalu kamu sendiri?"

Fakhri balik bertanya. Ikut penasaran mengenai hubungan Aila dan Ardan. Ia takut jika hubungan mereka seperti dugaannya.

Sepasang kekasih!

Lalu bagaimana dengan kisah selanjutnya jika Ardan dan Aila benar sepasang kekasih.

Apa reaksi Ardan jika tahu kelak Aila akan menjadi istri keduanya?

"Kami sahabat dekat, sudah saling mengenal semenjak masa kuliah dulu,"

"Mas Fakhri tahu? Aku sungguh tak menyangka jika akan ada kebetulan tak terduga seperti ini."

Ardan menggelengkan kepalanya sembari tersenyum. Hingga senyumannya berakhir ketika Aila datang dengan dua gelas teh manis di atas nampan di tangannya.

"Minumlah Mas, Ardan ...." tutur Aila.

"Terima kasih Ai."

Ardan dan Fakhri menjawab hampir bersamaan. Lalu kembali asyik bercengkerama.

Sedangkan Aila hanya diam menyimak, sambil sesekali ikut tersenyum mendengar pembicaraan Ardan dan Fakhri.

Tak terasa waktu berputar begitu cepat, Fakhri dan Ardan menghabiskan waktu berbincang yang cukup lama di rumah Aila.

Membicarakan banyak hal, mengenai masa kecil mereka juga tentang pekerjaan yang kini ditekuni masing-masing.

Hingga keduanya berpamitan pulang. Menyisakan Aila seorang diri di rumahnya.

*-*-*

Fakhri meraih benda pipih miliknya yang sedari tadi tersimpan rapi di dalam sakunya.

Terdapat banyak puluhan panggilan tak terjawab dari sebuah nomor yang sama.

Naira!

Fakhri menghela nafas kasar. Kemudian memasukkan kembali phonsel miliknya ke dalam saku bajunya. Tanpa berniat menghubungi balik Naira.

Fakhri sengaja tak menghubungi balik Naira lantaran ingin bertanya dan menjelaskan secara langsung pada Naira.

Tentunya Fakhri mengerti betul, mengapa wanita yang baru saja Ia nikahi itu menghubunginya berkali-kali.

Gelisah.

Sudah pasti ada kekhawatiran mendalam di benak Naira. Yang mungkin lebih mengarah ke rasa cemburu.

Setelah menyimpan kembali phonselnya, Fakhri melajukan kembali mobilnya. Meninggalkan halaman rumah Aila. Kembali melakukan perjalanan panjang yang ditempuh sekitar 2 jam perjalanan.

Setibanya di rumah. Fakhri mendapati Naira yang tengah menunggunya seorang diri. Duduk di kursi teras rumah dengan secangkir kopi yang telah dingin.

"Fakhri ...."

Naira segera bangkit berdiri, begitu melihat mobil Fakhri yang baru memasuki halaman rumah.

"Fakhri, kamu sudah pulang?"

Naira menatap Fakhri dengan mata yang telah dipenuhi kaca.

Kemudian merengkuh tubuh Fakhri begitu erat, seolah takut kehilangan.

"Mengapa sangat lama?"

"Apa saja yang kalian bicarakan?"

"Apa kamu masuk ke rumah Aila lebih dulu ... Itu benar kan?"

"Apa yang Aila suguhkan padamu?"

Belum sempat Fakhri menjawab. Namun Naira terus tiada henti bertanya.

Naira bahkan menanyakan hal terkecil sekalipun. Ia ingin tahu juga penasaran. Mengapa suaminya baru pulang menjelang petang.

Fakhri membalas erat pelukan Naira di tubuhnya, untuk menenangkan hati istrinya yang tengah dilanda gundah itu.

Kemudian mulai merenggangkan pelukan mereka ketika dirasa Naira telah mulai tenang.

"Aku ...."

"Halaaah, drama!" sela Erna. Membuat Fakhri yang semula ingin berbicara sontak terdiam.

"Naira ... Bukankah kamu sudah tahu resikonya?"

" ... Lalu apa ini?"

Erna berdecak kesal sebelum kembali melanjutkan kalimatnya. Ditatapnya sinis Naira yang berwajah sendu.

"Kamu harus berbesar hati Naira! Ingat itu!"

"Jangan lupa jika kelak Fakhri harus tetap membagi hatinya,"

"Andai saja kamu tidak mandul, sudah pasti tidak akan begini jadinya!"

"Cukup Ma!" bentak Fakhri. Membuat Erna seketika bungkam dengan raut wajah kesal.

"Lihat Fakhri, baru dua hari kamu menikah dengannya ... Tapi kamu sudah berani melawan Mama,"

"Mama kecewa padamu Fakhri!" geram Erna.

"Fakhri mohon Ma, berhentilah membicarakan kekurangan Naira,"

"Apa yang terjadi padanya bukanlah kemauannya,"

"Perlakukan Naira dengan baik, seperti ketika kecelakaan itu belum terjadi!"

"Terima kekurangannya Ma ...."

Erna mendengkus kesal. Tak digubrisnya ucapan Fakhri. Ia lebih memilih hengkang dari pada harus mendengarkan nasihat anaknya.

**Note :

Sebelumnya Author ingin meminta maaf untuk yang sudah mengikuti kisah ini sejak awal ... Atas ketidaknyamanan lantaran alur dan jalan cerita yang berubah total, karena satu dan lain hal.

Untuk masalah itu, Author punya alasan tersendiri ... agar cerita tidak terlalu kontroversial.

Jadi sengaja Author rubah agar alur dan jalan cerita tidak terlalu berat ... Menjadi sedikit lebih ringan.

Terima kasih untuk yang sudah mampir membaca kisah ini dan mohon pengertiannya ....

Tetap ya ... Jangan lupakan like dan komen serta vote kalian untuk Author ... Agar Author lebih semangat lagi nulisnya.

Jangan lupa ya!

Salam hangat peluk dari jauh dari Author**.

Terpopuler

Comments

Nisa Nazrillah

Nisa Nazrillah

kok aq lbih ska crta yg kmren ea..lebih bikin greget aja

2020-05-13

1

D'illah @ NS

D'illah @ NS

oooohhhh,,,syukurlah ternyata bukan sedarah!

2020-05-07

0

Sachatun Herman

Sachatun Herman

menarik

2020-05-04

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!