Sampai di rumah baru

Niko masih menatapnya tajam, seakan mau memangsanya.

"Tidak lucu, aku bukan Tuan mu. Panggil aja seperti biasa, seperti kamu mengenalku dari awal." Kata Niko, kemudian mengalihkan pandangannya kembali keluar jendela.

"Serius?" tanya Devin memastikannya lagi, Niko kembali menoleh.

"Apakah ucapan ku barusan tidak kamu dengar dengan jelas? hah." Lagi lagi Niko menatapnya dengan sinis.

"Baik lah, kita berteman." Kata Devin sambil mengulurkan tangan kanannya.

"Cih! kek anak baru kenal aja, kita udah berjabat tangan sejak kita kecil. Jadi, ngapain jabat tangan lagi." Kata Niko masih dengan ketus.

"Kita kan pernah menjabat dengan posisi yang berbeda. Kamu pernah jadi pemimpin Perusahaan, dan aku sekretaris mu, jelas beda lah. Sekarang kan kita mau bertemanan lagi, harus berjabat tangan lagi dong."

"Cih, kek orang habis putus terus balik lagi." Kata Niko jutek, dan pada akhirnya Niko menerima uluran tangan dari Devin.

"Nah! gini dong, ini baru namanya berteman." Ucap Devin dengan senyum khasnya yang dihiasi lesung pipit pada sebelah kanan pipinya.

"Kamu setia banget sih sama Papa ku, padahal hari ini keluargaku sudah jatuh miskin. Kenapa juga kamu masih mengikutinya dan juga patuh pada orang tuaku? nanti hidup mu akan semakin susah loh."

"Hem, hidup susah bersama kedua orang tuamu belum bisa membayar segalanya, termasuk keselamatan aku. Dan sekarang giliran aku untuk selalu setia pada keluarga mu, Bro."

"Begitu ya, salut aku sama kamu."

"Ya dong, kamu harus bisa mencontohnya."

"Dih, kepedean akut kamu itu. Aku cuman salut aja, bukan berarti aku mengikuti mu. Aku punya cara sendiri untuk mengatur hidupku, tidak untuk diatur oleh siapun, termasuk orang tuaku sendiri." Kata Niko dengan percaya diri.

"Orang tua itu tidak mengatur, hanya menasehati." Ucap Devin membenarkan ucapan dari Niko.

"Ya ya ya, terserah kamu saja." Kata Niko pasrah, ia tidak ingin semakin rumit mengenai obrolannya itu.

Cukup lama dalam perjalanan, membuat Niko dan Devin semakin merasa jenuh berada dalam mobil. Karena tidak memiliki cara yang lain, keduanya memilih untuk memejamkan kedua matanya yang terasa lengket dan sulit untuk membukanya dengan lebar.

Karena semakin tinggi kecepatannya, mobil yang dinaiki Niko dan Devin akhirnya telah sampai di rumah yang sudah dibeli oleh Tuan Zicko sebagai tempat tinggalnya bersama putranya dan Devin yang sudah dianggap bagian dari keluarganya.

"Tuan, kita sudah sampai." Ucap pak Supir sambil membangunkan Niko dan Devin.

Karena sudah terbiasa tidur hanya dengan waktu yang tidak lama, Devin pun langsung terbangun dari posisinya yang tengah tidur pulas.

Dilihatnya Niko yang masih tertidur pulas, mau tidak mau Devin akhirnya membangunkannya.

"Bro, bangun. Kita sudah sampai loh, ayo kita turun." Panggil Devin mencoba untuk membangunkan Niko yang tengah tidur pulas sambil bersandar di jendela kaca mobil.

"Bro, ayo kita turun. Nanti kita bisa diamuk oleh orang tua mu, ayo lah buruan bangun." Ajak Devin sambil mengguncangkan badan Niko yang tengah bersandar pada jendela kaca.

Niko yang merasa terdengar suara yang memanggilnya, ia langsung membuka kedua matanya dan menoleh kesamping.

"Apaan sih, aku tuh masih ngantuk. Jangan bangunkan aku dulu, badanku terasa sakit semua, tau." Kata Niko tanpa melihat disekelliling mobil yang ia naiki.

"Kita ini sudah sampai, Bro. Tidak ada waktu untuk beristirahat didalam mobil, ini taxi." Ucap Devin memperjelas ucapannya.

Seketika, Niko kembali mendongakkan pandangannya dan melihat disekeliling mobil yang ia naiki.

"Ah ya, kita sudah sampai ya. Pantas saja sepi, rupanya mobilnya sudah berhenti." Kata Niko yang baru tersadar dari tidurnya.

"Benar, sekali. Ayo kita turun, kasihan pak Supirnya yang sudah menunggu lama dari tadi." Ajak Devin setengah menyindir Niko yang begitu pulas nya ketika tertidur dalam mobil.

"Hem, bilang aja nungguin aku tidur. Kamu pikir aku itu tidak tahu dengan ucapan mu itu, cih." Sahut Niko sambil membuka pintu mobil untuk turun.

Setelah turun dari mobil, Niko menatap rumah yang begitu kecil sekali. Bahkan tidak ada seperlima nya dari rumah yang pernah ia tempati. Niko masih berkacak pinggang ketika menatap rumah yang cukup sederhana itu, dengan malas akhirnya Niko menoleh kebelakang dan memutar balikkan badan untuk menatap jalan raya yang dimana banyak kendaraan berlalu lalang berlawanan arah.

Tuan Zicko pelan pelan melangkahkan kakinya untuk mendekati putra semata wayangnya itu yang terlihat menatap jalanan dengan penuh beban yang terpendam didalam benak pikirannya.

"Kenapa kamu menatap jalanan itu? apakah kamu ingin kembali ke rumah mu dulu? kejar sendiri mimpi mu itu, baru kamu bisa kembali ke rumah mu." Tanya sayang ayah setelah menepuk pundak milik putranya.

Niko tak menoleh sedikitpun, bahkan ia tidak menjawabnya sama sekali.

"Tidak baik seorang prustasi berdiri dipinggir jalanan seperti ini, ayo kita masuk kedalam. Masih banyak lagi untuk kamu pikirkan, waktu mu itu masih panjang." Ucap sang ayah disertakan nasehat recehan untuk putranya.

Niko akhirnya menoleh kebelakang, ia kembali memutar balikkan badannya.

"Papa benar, tidak baik orang yang sedang prustasi berdiri dipinggir jalanan dengan pikiran kosongnya." Sahut Niko, kemudian ia langsung berjalan menuju rumah yang akan menjadi tempat tinggalnya.

Sedangkan Devin sudah lebih dulu membuka pintu rumah yang akan ditempati, Niko acuh tak acuh pada sang ibu. Karena tidak ingin mengganggu pikiran putranya yang sedang tidak baik, Bunda Lunika memilih untuk tidak menyapa putranya.

Sambil berlenggang kangkung, Niko masuk kedalam rumah. Tuan Zicko ditemani sang istri untuk masuk kedalam rumah yang sudah ia pesan secara mendadak.

"Papa yakin jika Niko akan menerima semua kenyataan ini? aku takut, Niko akan semakin brutal dan sulit untuk dikendalikan." Tanya Bunda Lunika merasa cemas dan juga takut akan perubahan putranya sendiri.

"Aku percaya jika Niko akan menemukan jati dirinya yang sesungguhnya. Kamu tenang saja, Niko pasti dapat dikendalikan. Biarkan apa maunya, mau sampai kapan dirinya akan menjadi pengangguran." Jawab Tuan Zicko meyakinkan istrinya dan tidak membuatnya cemas memikirkan nasib Niko kedepannya.

"Semoga saja, tapi ...."

"Tidak ada yang perlu kamu cemaskan pada Niko, percayalah dengan ku." Ucap Tuan Zicko kembali menegaskan pada sang istri. Bunda Lunika yang sudah pasrah, akhirnya hanya bisa nurut apa yang dikatakan dari suaminya.

"Sudah hampir sore dan waktunya untuk istirahat, ayo kita masuk." Kata Tuan Zicko dan mengajak istrinya untuk segera masuk kedalam rumah.

Niko yang merasa capek dan tak tau dirinya harus berbuat apa dan kemana arahnya untuk memulai hidupnya dari nol, ia memilih untuk beristirahat didalam kamar.

Sedangkan Devin yang sudah terbiasa beraktivitas, ia memilih untuk membereskan rumah yang kiranya kurang nyaman untuk ia pandang dan untuk ditempati.

"Devin, kamu juga harus istirahat Nak. Nanti setelah istirahat, kamu bisa temani Tante pergi berbelanja untuk menyiapkan makan malam." Kata Bunda Lunika sambil meletakkan tas bawaannya.

"Baik Tante, permisi." Jawab Devin dengan sopan, Bunda Lunika pun mengangguk dan tersenyum.

Terpopuler

Comments

Hasralina Lina

Hasralina Lina

smg setelah jatuh Niko sadar akan kesalahannya thoooorrr

2021-12-02

1

Henny Triana

Henny Triana

semangat berjuang Niko

2021-12-02

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!