Angkat kaki

Sesuatu yang tidak dapat ia lakukan, terpaksa Niko hanya bisa nurut dengan apa yang diperintahkan oleh kedua orang tuanya sendiri. Lebih lebih dengan seorang ayah, Niko tak dapat untuk melakukan permohonan apapun. Sekalipun merengek bak pengemis, tetap saja akan mendapatkan hasil yang nihil.

Usai membereskan beberapa pakaian yang ia kemasi masuk kedalam koper mininya, segera ia keluar meninggalkan rumah yang penuh kenangan selama hidupnya dari kecil hingga tumbuh dewasa seperti saat ini.

Ketika sudah berdiri didepan pintu kamarnya yang hendak menutupnya kembali, Niko menatap isi dalam kamarnya yang terasa tidak rela jika harus meninggalkan kamar yang sudah membuatnya terasa nyaman dan juga tidak ingin rasanya untuk pergi jauh.

"Permisi Tuan," Ucap seseorang yang sudah seperti keluarga sendiri. Bahkan keluarga Tuan Zicko sudah menganggapnya bagian keluarganya, yang pernah menjadi sekretaris Niko. Kini, kesetiaannya tetap terus bersanding disamping seorang Niko yang terbilang keras kepala dan juga sulit untuk dikendalikan atas sikap yang semaunya.

"Devin! ngapain masih berada di rumah ini? mau nguntit? entar Elu kena sialnya Gue baru tau rasa Lu." Kata Niko dengan ketus, justru Devin hanya tertawa kecil.

"Cih! ketawa, lagi. Puas Lu, ngelihat Gua jatuh miskin. Nih, Lu bawa kopernya ke bawah."

"Puas banget Bro, tambah ganas aja kamu." Kata Devin dengan senyum nya yang lebar, Niko hanya menelan salivanya. Setelah itu, Niko segera menuruni anak tangga dari setapak demi setapak dan diikuti Devin dari belakang.

"Mentang mentang sudah tidak lagi jadi sekretaris Gua, bebas! ya 'kan." Lagi lagi Niko masih belum juga bisa mengontrol emosinya. Sedangkan Devin hanya menggelengkan kepalanya dan disertai senyum tipisnya tanpa sepengetahuan Niko.

Sedangkan Tuan Zicko dan Bunda Lunika sudah menunggu putranya di ruang tamu dan ditemani salah satu asisten rumahnya untuk membawakan koper sampai dibagasi mobil taxi yang sudah di pesannya.

Sampainya di anak tangga paling akhir, Niko berjalan pelan mendekati kedua orang tuanya yang tengah duduk bersantai terlihat menunggu dirinya yang tak kunjung keluar dari kamarnya.

"Sudah siap?" tanya seorang ayah sambil memperhatikan penampilan putranya. Kemudian Tuan Zicko dan sang istri segera bangkit dari posisi duduknya.

"Sudah Pa, kita mau berangkat sekarang?" jawab Niko dan balik bertanya.

"Ya, kenapa? tidak mau? hem."

"Papa kan lagi sakit, kalau kambuh lagi, bagaimana? terus si Devin ikut juga?"

"Papa sudah mendingan, asal kamu tidak memancing emosi Papa, itu saja. Papa sudah menganggapnya bagian keluarga kita, kemana kita berpijak, Devin akan selalu ada dibelakang mu." Jawab sang ayah.

"Hem, bagus lah."

"Dan mulai sekarang, kamu dilarang untuk ketergantungan pada Devin. Kamu harus bisa membiasakan diri untuk tidak mudah selalu mengatur dan menyuruh, lakukan dengan sesuai kemampuan mu untuk melakukan kebutuhan mu." Kata Tuan Zicko setengah memberi peringatan kepada putranya sendiri.

Niko yang mendengarnya sedikit merasa kesal, ia seakan mulai mendapatkan ancaman sedikit demi sedikit dari ayah nya sendiri. Mau tidak mau, Niko hanya bisa pasrah atas perintah dari orang tuanya.

"Ya ya ya, Pa." kata Niko sambil menoleh kearah Devin yang masih berdiri tegak disebelahnya, sang ayah mengangguk.

"Sekarang juga ayo kita berangkat, kita sudah tidak mempunyai waktu lagi untuk berada di rumah ini. Kasihan mobil taxi nya dari tadi menunggu kita." Ajak Tuan Zicko, sang istri maupun Niko dan juga Devin mengangguk dan berjalan keluar.

"What ! naik taxi?" seketika, Niko menghentikan langkah kakinya dan memutar balikkan badannya dan menghadap pada kedua orang tuanya.

"Memang kita punya apa, sekarang? hah. Kekayaan? kekayaan Macam apa maksud kamu? kita ini sudah jatuh miskin, naik taxi itu sudah jauh lebih bagus dari pada naik ojek. Masih mau protes? jangan ikut Papa."

"Ya setidaknya sampai kita di rumah yang baru, gitu Pa." Kata Niko protes.

"Rumah, memang rumah seperti apa yang akan kita tempati? hem. Rumah kita akan jauh beda dengan rumah yang ada dalam bayanganmu. Jadi mulai sekarang ini lebih baik kamu lebih banyak ini tropeksi diri saja, itu jauh lebih baik lagi untuk kamu." Kata Tuan Zicko kembali menekan putranya, berharap dapat menerima sebuah keputusan yang mutlak dan tidak dapat diganggu gugat.

"Pa, kita kan masih punya banyak keluarga. Kenapa kita tidak meminta bantuan dari mereka mereka? Papa kan bagian dari keluarga Wilyam dan keluarga Danuarta, masa ya tidak akan dibantu." Ujar Niko yang kembali protes.

"Kalau kamu ingin meminta bantuan pada keluarga, maka bercermin lah. Setelah itu, kamu akan mengetahui betapa malunya meminta bantuan. Sedangkan diri sendiri tidak bisa menjadi seseorang yang bertanggung jawab untuk keluarga sendiri." Kata Tuan Zicko yang tanpa bosan mengingat putranya agar berpikir lebih dewasa lagi.

"Tapi kenapa juga mereka tidak membuka matanya, agar melihat keluarga kita yang sedang susah payah seperti ini." Ucap Niko terus mencari celah atas pembenarannya sendiri.

"Sekarang kamu tinggal pilih, mau ikut Papa atau mau mengasingkan diri dengan cara hidup sendiri. Sekarang juga kamu tinggal pilih, ayo jawab."

"Ya ya ya ya, Niko ikut Papa." Jawab Niko dengan pasrah, ia tidak mempunyai pilihan lain selain mengikuti perintah dari orang tuanya sendiri.

Karena malas berdebat, Niko langsung berjalan keluar dan diikuti oleh Devin dari belakang.

Saat sudah berada di mobil masing masing, kini keluarga Tuan Zicko benar benar meninggalkan rumah yang penuh kenangan yang tak akan terlupakan.

Karena ulah dari putra semata wayangnya, Tuan Zicko harus memulainya dari nol. Sebuah pelajaran kini akan dirasakan oleh keluarga Tuan Zicko.

Begitu juga dengan Niko, begitu beratnya harus meninggalkan rumah yang sudah membuatnya nyaman harus ia tinggalkan begitu saja.

Dengan perasaan dongkol, menyesal, kesal dan lain sebagainya telah menguasai pikirannya. Disaat itu juga, Niko mengepal kuat kedua tangannya sambil menatap tajam pada sebuah pintu gerbang yang menjulang tinggi itu bertuliskan Wilyam.

'Lihat saja, aku akan ambil alih lagi rumah yang sudah aku tinggalkan ini. Aku pasti melakukannya, apapun itu caranya. Niko! tidak ada yang bisa menandingiku. Aku terlihat lemah, tapi tidak untuk mulai sekarang ini. Aku akan tunjukkan, aku mampu menguasai yang sudah menjadi milikku.' Batin Niko dengan perasaan menggebu nya, rasa ketidak sabaraannya menbuat seorang Niko ingin segera mencapai kejayaannya kembali lagi.

Selama perjalanan menuju rumah barunya, Niko dan Devin sama diam nya. Keduanya menatap luar dengan lamunannya sendiri sendiri. Bahkan terlihat acuh dan tak acuh, seperti kakak beradik yang tengah bertengkar.

"Tuan, jangan banyak melamun." Kata Devin membuka suara, Niko langsung menoleh kearah Devin dengan menatapnya tajam. Devin tersenyum mendapati ekspresi Niko yang menurutnya terlihat lucu.

Terpopuler

Comments

Nur hikmah

Nur hikmah

msh binggung ....mna mntan kekasihya....blm ad crty

2022-01-14

0

♕𝒴𝓾𝓛 🐍👏꧂

♕𝒴𝓾𝓛 🐍👏꧂

semoga cuma bagian dlm rencana aja ya thor ini..bwt nyadarin sih niko.. 🤭🤭

masih gk percaya loh klo mereka hdp susah.. 🤣🤣🤣

2021-12-27

0

yatun divia

yatun divia

Pelajaran berharga buat niko biar tdk terbuai dg kemewahan dan kesuksesan yg telah dirintis oleh kakek dan kakek buyutnya dl..

2021-12-24

2

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!