Jam 11.50 malam.
Nath menggeliat dan membuka mata saat menyadari tangannya menyentuh rambut panjang yang terasa lembut.
Bukan rambut Nair. Batinnya.
Nath memang sampai saat ini masih tidur sekamar dengan Nair. Keduanya tak ingin dipisahkan padahal usia mereka sudah menginjak dewasa. Huuuh! Mungkin karena mereka kembar.
Nath menatap kesamping, "Astagfirullah." Gumamnya. Nath beringsut kebelakang dan perlahan duduk di atas ranjang empuk itu.
Nath memijat kepalanya yang terasa pusing. Perlahan ia mengingat apa yang telah terjadi. Nath mengingat semuanya. Rasanya, euforianya, dan kenikmatan yang ia rasakan.
Lalu, kenapa aku terkejut tadi sementara sampai detik ini aku mengingat semunya. Ah, mungkin tadi nyawaku belum balik sepenuhnya. Batin Nath.
Nath menatap Tiara yang terlelap dengan dada yang sedikit terbuka. Nath menarik selimut menutupi tubuh putih mulus itu. Sekilas ia melihat tanda merah hasil karyanya.
Kebejatan yang luar biasa Nath!
Nath kembali memijat keningnya. Dia menyadari telah melakukan kesalahan besar. Merenggut kesucian gadis yang ia kenal, dan memanfaatkan keadaannya yang tengah mabuk.
Nath jelas menyesal melakukannya. Bukan takut dimintai pertanggung jawaban, tapi Nath takut ulahnya ini membuat masa depan Tiara hancur.
Nath memunguti semua pakaiannya. Tapi ada satu yang belum ia temukan. Nath coba mengingat. Ah! dia tau.
Nath menyibak selimut dan menemukan kaos putih di samping tubuh Tiara. Dia lagi-lagi melihat tubuh polos itu.
Oke Nath. Bukan saatnya mengulang! Batinnya saat sesuatu di bawah sana kembali siap tempur.
Nath melihat noda darah dan sisa-sia permainannya. Hati Nath teriris, Ini yang pertama untuknya. Eh, untukku juga.
Nath memakai sweater hoodienya dan memasukkan kaos itu di dalam kantongnya. Ia melajukan sepeda motornya pulang ke rumah.
Sepanjang jalan, ia terus memikirkan perbuatannya. Mamanya pasti kecewa, mama pasti marah. Entah bagaimana ia menghadapi amukan orang tuanya, orang tua Tiara, bahkan bang Ezra dan kak Zoya.
"Arrrghhhh!" Nath marah pada dirinya sendiri. Ia memukul tangki motor sportnya.
Nath menambah kecepatan. Tapi hati kecilnya berkata, *j*angan Nath! Kalau kamu mati dan Tiara mengandung anakmu, maka anakmu akan jadi anak yatim sebelum lahir.
"Astagfirullah! Aku harus terus hidup untuk mempertanggung jawabkan perbuatanku."
"Dan sekarang aku seperti bajingan. Lari dari tempat itu, meninggalkan korban di TKP. Harapanku cuma satu. Semoga besok pagi Tiara bangun sebelum kak Zoya dan bang Ezra pulang."
"Kalau tidak. Entahlah! Aku tak tau apa yang akan terjadi."
Nath sampai di rumah. Ia masuk perlahan, mengendap-endap sepeti maling. Sebuah keberuntungan baginya, karena lampu di lantai bawah sudah padam dan itu berarti semua orang sudah tidur.
"Dari mana?" Suara bariton mengejutkannya.
Nath mengedarkan pandangan. Dan siluet pria yang sedang duduk di sofa membuatnya sedikit gugup.
Nath melihat perutnya, lebih tepatnya kantong hoodienya. Jangan sampai papanya curiga dengan kantong hoodie yang sedikit menggembung karena ia menyembunyikan kaos yang ternoda itu di dalamnya.
"Hujan, pa. Jadi baru bisa pulang. Sekalian cari makan tadi."
Nath, kesalahan ke dua. Setelah dosa Zina sekarang kamu menambah dosa dengan membohongi papamu. Batin Nath.
"Masuk kamar! Lain kali kasih kabar kalau pulang terlambat."
Nath menghembuskan nafas, lega. Syukurlah papanya percaya.
Nath masuk ke kamar dan langsung menuju kamar mandi. Ia segera mengguyur tubuhnya serta mencuci kaos putihnya.
Nath meremas rambutnya saat melihat kaos itu perlahan basah karena air kran, dan lama kelamaan noda darah mulai menghilang.
Aku harus bertanggung jawab atas perbuatannku. Aku tidak boleh lari dari masalah ini. Karena lari pun akan percuma. Karena papa, bang Ezra, kak Zoya akan mengejarku meski sampai ke lubang semut. Batin Nath.
***
Suara azan subuh mengusik tidur nyenyak seorang gadis di ranjang empuk di sebuah rumah tipe 36 itu.
Tiara menggeliat dan "sssstthhh," desisnya. Ia merasakan sakit di bawah sana.
Ia membuka matanya dan mencoba mengingat sesuatu. Memijat kening yang terasa berdenyut. Dan satu wajah melintas dalam otaknya. "Bang Nath?" Gumamnya pelan.
Tiara berusaha bangun dan menyibak selimutnya.
"Astaga! Dimana bajuku?" Tiara langsung terduduk di ranjang meski menahan sakit dan perih. Peningnya seketika hilang berganti dengan denyut jantung yang luar biasa cepat.
Dan sedikit noda darah di seprei serta rasa tidak nyaman yang ia rasakan di inti tubuhnya membuatnya menyadari sesuatu.
"Ya Allah. Apa yang ku lakukan? Apa yang sudah terjadi." Ucapnya saat menyadari ia melakukan kesalahan fatal.
Ia bukan gadis bodoh yang tak mengerti semuanya.
"Aku ingat, bang Nath. Ya, aku menatapnya malam tadi." Tiara mencoba kembali mengingat.
Tiara turun dari ranjang dan "Astagfirullah!" Dia terkejut saat melihat dadanya penuh tanda merah.
Tiara merabanya. Tidak terasa sakit atau pedih. Lalu matanya melihat sekeliling dan tak lagi menemukan pria itu ada di kamar ini.
Air matanya perlahan menetes. Bagaimana jika ayah dan ibu tau? Bagaimana kalau bang Ezra dan kak Zoya tau? Bagaimana dengan masa depanku? Hikks... Hikss... aku udah gak gadis lagi.
"Kenapa aku bisa sebodoh ini?" Tiara duduk di pinggir ranjang.
"Kenapa aku tidak bisa melawannya?" Ia merutuki dirinya sendiri. Tiara meremas rambutnya dan sesekali menariknya kasar.
"Kenapa aku seperti tidak sadar? Kenapa aku tidak bisa mengingat semua kejadian malam tadi?" Ia menyeka air matanya. Dadanya naik turun, nafasnya memburu seiring goresan luka di hati yang semakin terasa menyakitkan.
"Kenapa aku seperti orang mabuk?" Tiara terus bertanya-tanya. Ia bergerak membenahi keadaan ranjang yang kacau. Tiara kembali menagis saat melihat noda darah di seprei.
Kemudian ia mengambil handuk dan keluar kamar.
Sreekkk!
Ia menendang kantong plastik dan keluarlah beberapa kaleng kosong. Tiara mengambilnya karena ia mengingat sempat meminum minuman itu.
"Tadi malam aku minum ini, dan aku langsung merasa tenang."
Tiara membaca kemasannya dan tertera bahwa minuman itu mengandung alkohol. "Astaga Tiara! Kamu beg* banget sih?" Ia marah pada dirinya sendiri.
Tubuhnya terasa lemas, ia hampir tumbang jika tidak segera berpegangan di dinding.
Ini bukan sepenuhnya salah bang Nath. Aku yang mabuk. Tapi kan gak seharusnya dia memanfaatkan keadaan? Terus, dia main kabur gitu aja. Aku harus bagaimana? Minta pertanggung jawaban darinya? Hiks... hiks... Yang ada aku dicap murahan, yang ada aku di cap sebagai gadis penggoda yang menggoda anak orang kaya dan menjebaknya. Hiks... hiks... ayah, ibu, maafkan Tiara. Batin gadis itu menangis pilu.
Tiara masuk ke dalam kamar mandi dan mengguyur tubuhnya di bawah shower. Dia kembali menangis.
Pria mana yang mau menikah denganku kelak? Pria mana yang mau dengan wanita yang sudah tidak perawan lagi. Hiks... hiks... harapanku punya keluarga bahagia seperti kak Bi dan bang Rion sudah hancur.
Kalau saja bukan karena pesan singkat yang ia terima dari seseorang, ini semua tidak akan terjadi.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 134 Episodes
Comments
sintesa destania
mau kecewa tp...aku terserah authors dech...
kadung cinta sama semua mantan duda high class 😰knp kau kejam thors hiks hiks hiks
2021-12-03
2
Isabella
siapa yg kirim pesan singkat yaaa
2021-12-02
1
Andi Muh.taufik Andi sayyid
lanjut
2021-12-02
1