Sesaat ketika Mr. Reynolds baru saja meninggalkan ruangan, Elle segera membersihkan barang-barangnya. Sudah cukup ia berurusan dengan Bren yang sepanjang kelas berlangsug terus memperhatikannya. Ia juga sudah cukup lelah mendapatkan perhatian ekstra dari orang-orang di ruangan ini.
Untung saja di kelas selanjutnya, Elle tidak sekelas dengan Bren. Elle memeluk buku-bukunya di dada, dan berjalan cepat meninggalkan kursinya.
“Clark….” Elle dapat mendengar panggilan Bren. Namun ia tidak ingin menoleh.
“Jangan menoleh, Elle! Pergi saja!” Elle memperingatkan dirinya sendiri yang nyaris gagal mengabaikan Bren.
Karena terlalu larut dengan pikirannya yang kacau, Elle menjadi tidak memperhatikan langkahnya. Seorang cowok yang Elle lewati, menyandungnya hingga terjatuh. Buku-buku berserakkan di lantai. Semua orang di kelas sontak menertawakan Elle.
Elle yang tersungkur di atas ubin yang dingin memejamkan mata sejenak, menahan malu. “Apa lagi, sih?!” Ia tidak tahu apa kesalahannya sampai harus diperlakukan seperti ini.
Suara tawa yang menggema di telinganya mendadak hilang seketika, digantikan oleh suara seseorang terbanting di atas meja dan suara pukulan. Elle segera bangkit dan melihat apa yang terjadi.
“Kalau kau berani menganggunya sekali lagi, aku tidak akan segan-segan membunuhmu!” Bren mencengkram kerah cowok yang tadi menyandung kaki Elle hingga terjatuh. Sorot mata Bren terlihat tajam dan rahangnya kaku.
Elle bergegas mendekat ke arah Bren. “Hentikan,” gumam Elle sambil menatap ke sekitarnya, semua orang sudah memusatkan perhatian mereka ke arah Bren, Elle, dan cowok yang Bren cengkram.
Elle menarik-narik lengan Bren. “Bren Hudson! Hentikan! Apa yang kau lakukan? Kau kenapa, sih?”
Bren menoleh ke arah Elle sekilas sebelum akhirnya melepaskan cengkramannya pada cowok yang tadi baru saja ia pukul habis-habisan. Ia lalu meraih pergelangan tangan Elle dan menarik Elle keluar dari kelas.
Murid-murid yang sejak tadi memperhatikan mereka, sekarang sudah mulai saling berbisik hingga ruangan yang mulanya hening karena ketegangan yang berlangsung, menjadi bising seketika.
Tanpa mengatakan sepatah kata pun, Bren menyeret Elle entah ke mana. Elle berusaha menahan langkahnya yang mengikuti langkah Bren, karena Bren mencengkram kuat pergelangan tangannya. Bersamaan dengan itu, Elle mencoba melepaskan cengkraman Bren tersebut, yang bagi Elle terlalu kuat hingga membuat ia meringis kesakitan.
“Lepaskan aku!” bentak Elle yang sudah tidak tahan lagi.
Bren menghentikan langkahnya dan menghempaskan tangan Elle. Elle menarik tangannya dan memundurkan langkah. Ia sengaja menciptakan jarak antara dirinya dengan Bren.
Elle memegangi pergelangan tangan yang sudah terasa kosong setelah Bren melepaskannya. Ia mengedarkan pandangan ke sekitar. Bagus. Mereka sekarang sudah berada di dekat gudang sekolah. Jauh dari ruang kelas tempat Elle seharusnya berada sekarang.
Sama sekali tidak ingin berbicara dengan Bren, Elle segera berbalik dan hendak meninggalkan Bren yang entah mengapa membawanya ke sini.
“Kau bodoh sekali! Jika ada yang menganggumu, harusnya kau melawan atau berteriak seperti yang kau lakukan tadi padaku!” Suara Bren sukses membuat Elle mengurungkan niatnya untuk pergi.
Elle membuang napasnya lelah. “Aku hanya tidak ingin mencari masalah—”
“Dan membiarkan orang lain meremehkanmu? Kau naif sekali,” sela Bren. “Dengar. Kuberi saran padamu. Berhentilah bersikap bodoh, polos dan naif. Itu hanya akan merugikanmu. Orang-orang hanya akan terus menganggumu jika—"
“Ya! Aku memang polos, bodoh dan naif! Aku terlalu polos karena berpikir bahwa menyampaikan perasaan kepada cowok populer yang angkuh sepertimu bukanlah sebuah masalah. Terlalu bodoh sehingga memberanikan diri memberimu hadiah yang susah payah aku buat saat hari velentine. Dan aku terlalu naif karena sudah jatuh cinta padamu!” teriak Elle hingga membuat napasnya terengah-engah.
Setelah napasnya sudah kembali normal, sebelum Bren dapat membalasnya, Elle kembali berkata, “Kau tahu? Jika kemarin kau dan teman-temanmu tidak bersikap brengsek padaku, dan menjadikanku bahan lelucon. Mungkin hari ini aku akan tetap berada di bangkuku tanpa orang lain peduli tentang kehadiranku. Tidak ada perhatian berlebih dan ejekkan serta perlakuan buruk yang kuterima. Kehidupan sekolahku akan tetap tenang dan baik-baik saja! Ini semua salahmu! Dan kau menyalahkanku karena tidak melawan?!”
Air mata akhirnya berhasil lolos dari pelupuk mata Elle. Namun, Elle segera menghapusnya cepat dengan telapak tanganya karena tidak ingin terlihat lemah dan tak berdaya di hadapan Bren. Elle tidak pernah merencanakan air mata ini. Ini lah yang tidak Elle suka dari membiarkan emosinya meledak. Ia hampir selalu menangis ketika membiarkan dirinya meledakkan amarahnya.
Bren tidak menduga bahwasannya Elle akan semarah ini padanya. Ia tiba-tiba kehabisan kata-kata karena apa yang dikatakan Elle memang benar adanya. Namun ego Bren tidak terima di salahkan oleh Elle.
“Aku hanya membantumu! Mengapa kau malah marah padaku. Lagi pula aku sudah meminta maaf atas perlakuanku padamu kemarin—”
“Baiklah… maaf karena sudah marah padamu. Dan terima kasih karena sudah membantuku,” potong Elle yang segera bergegas pergi meninggalkan Bren yang masih diam mematung.
Respon Elle benar-benar di luar dugaan Bren. Ia tidak berniat untuk mendapatkan permintaan maaf ataupun ucapan terima kasih dari Elle. Bren hanya ingin membela dirinya yang entah mengapa tiba-tiba harus merasa bersalah kepada Elle.
Akhirnya jam pulang sekolah tiba. Elle merasa lega karena berhasil melewati hari yang terasa panjang ini. Ia juga sudah sukes menghindari Bren sepanjang hari.
Elle menunggu kelas hingga kosong. Ia hanya tidak ingin berada di keramaian. Setelah kelas benar-benar kosong, ia baru bergegas keluar kelas.
“Kau lama sekali.” Bren yang berdiri bersandar di tembok samping pintu, mengejutkan Elle.
Elle menautkan kedua alisnya. “Apa yang kau lakukan?”
Kedua bahu Bren terangkat. “Menunggumu. Kau nampakya seharian ini menghindariku. Dengan bantuan Joe, aku akhirnya tahu kelas terakhir apa yang kau ambil hari ini. Wah… sulit sekali menemukanmu. Padahal aku hanya ingin berbicara denganmu.”
“Apa yang ingin kau bicarakan? Kurasa kita sudah selesai tadi,” pungkas Elle.
“Kau mungkin sudah selesai. Tapi, aku belum.”
Elle menarik napasnya dan membuangnya oerlahan dengan mata terpejam. “Apa yang ingin kau bicarakan?”
“Maafkan aku. Aku hanya ingin meminta maaf karena sudah bersikap brengsek padamu kemarin, tapi aku sama sekali tidak menyesal karena sudah membantumu tadi,” tukas Bren hanya dalam satu tarikan napas. Ia tersenyum setelahnya. Berharap Elle dapat luluh dengan senyumannya. Elle menyukainya, bukan? Jadi sebuah senyuman menawan pasti akan meredakan amarah Elle. Setidaknya itulah yang dipikirkan Bren.
“Aku memaafkanmu,” ucap Elle, “kita sudah selesai, ‘kan? Aku akan pergi jika sudah tidak ada hal penting yang ingin kau sampaikan lagi.” Elle berbalik pergi meninggalkan Bren. Ia hanya tidak ingin memperpanjang masalah ataupun membuat masalah baru.
Bren mengedipkan matanya beberapa kali. Semudah itu Elle memaafkannya? Bren memang berharap segalanya berjalan mudah. Namun, ia tidak menyangka akan semudah ini.
“Clark! Tunggu!” Bren mengejar Elle dan menahan lengan Elle.
Elle membuang napasnya sekali lagi. “Apa lagi? Kau ingin aku memaafkanmu dan aku sudah memaafkanmu. Aku tidak akan menganggumu lagi jika itu yang kau inginkan.”
“Tidak. Bukan itu. Hanya saja kau terlalu mudah memaafkanku.” Entahlah apa yang sudah Bren katakan. Ia hanya merancu karena merasa bingung.
“Aku ingin kehidupanku kembali tenang. Jadi lepaskan tanganku dan mari berhenti saling terlibat satu sama lain.”
Bren melepaskan pegangannya di lengan Elle. “Kalau kau sudah memaafkanku, bisakah kita berteman?”
Elle terkejut dengan permintaan Bren. Ia tidak pernah membayangkan sama sekali bahwa cowok seperti Bren akan mengajaknya berteman.
“Elle!” Belum saja Elle menanggapi perkataan Bren, suara panggilan Jackson membuat Elle mengalihkan perhatiannya dari Bren.
Elle membalikkan tubuhnya membelakangi Bren untuk dapat melihat ke arah Jackson. Kemudian ia berlari-lari kecil menghampiri Jackson dan meninggalkan Bren tanpa sepatah kata pun. Elle lupa kalau hari ini ia berjanji untuk menemani Jackson pergi menonton film di bioskop.
Bren menatap punggung Elle yang menjauh perlahan menjauh darinya. “Siapa dia? Gadis itu tidak mungkin sudah memiliki pacar, ‘kan?” gumamnya dalam hati.
Bren menggelengkan kepalanya kuat. “Mana mungkin dia sudah punya pacar secepat itu. Baru kemarin ia menyatakan persaannya padaku.”
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 38 Episodes
Comments