Chapter 3: Taruhan 3 Bulan Pacaran

“Maafkan aku….”

Elle mengerutkan dahinya tak mengerti mendengar ucapan permintaan maaf Bren. “Hah?”

Apa Elle tidak salah dengar? Bren meminta maaf padanya? Baru saja kemarin ia bersikap brengsek dan sekarang dengan secara tiba ia meminta maaf pada Elle?

Para siswa di kelas kembali berbisik. Bahkan dari sudut mata Elle dapat melihat beberapa siswa mengitip dari luar jendela yang berhadapan dengan lorong dan juga dari ambang pintu kelas. Ia benar‐benar menjadi pusat perhatian sekarang. 

Tidak ada respon apapun dari Elle. Ia hanya menatap tak percaya ke arah Bren. “Apa sebenarnya mau cowok ini?” Pikiran Elle bertanya-tanya.

Tidak  mendapat respon dari Elle membuat Bren kembali berkata, “Maaf karena bersikap kasar kepadamu kemarin.”

Elle tetap tidak merespon apapun. Ia berusaha mencerna apa yang sedang terjadi sebenarnya.

“Kemarin hariku buruk, dan tanpa sengaja aku malah melampiaskan kekesalanku kepadamu. Aku tidak bermaksud menyakitimu ataupun melakukan hal-hal buruk kepadamu. Aku tahu perbuatanku kemarin tidak bisa dimaafkan. Tapi kuharap kau mau memaafkanku.”

Serius? Seorang Bren Hudson meminta maaf padanya? Apa Elle masih belum bangun dari tidurnya? Tidak ada yang pernah melihat seorang Bren Hudson meminta maaf di depan umum seperti ini. Di depan semua orang dengan suara lantang.

“Haruskah aku berlutut agar kau mau menerima permintaan maafmu?” Perkataan Bren sukses membuat Elle panik.

“Woaah....” Terdengar sorakkan dari orang-orang yang sejak tadi menonton mereka.

“T-ti-tidak!” seru Elle.

Elle segera berdiri untuk mencegah Bren berlutut padanya. Tapi, ia terlambat. Karena Bren sekarang sudah  melipat kedua lututnya di lantai. Elle menarik-narik lengan Bren gelagapan. Ia tidak menduga bahwa Bren akan melakukan hal gila seperti ini. Hal ini hanya akan membuat dirinya dan Bren semakin menjadi pusat perhatian.

“Berdirilah. Kau tidak perlu melakukan ini,” kata Elle panik.

“Hanya jika kau mau memaafkanku.”

Belum saja Elle sempat menjawab pernyataan Bren, Mr. Reynolds sudah terlebih dahulu masuk ke dalam kelas. Membuat semua murid kembali ke tempat duduknya masing-masing. Hanya Elle yang masih berdiri dan Bren yang masih berlutut di atas lantai.

“Clark! Hudson! Apa yang kalian lakukan?” tegur Mr. Reynolds.

Bren bangkit berdiri. “Aku sedang meminta maaf kepadanya, Sir. Tapi, sepertinya aku butuh usaha lebih keras lagi.”

Elle segera duduk di bangkunya dan berusaha mengabaikan Bren. Ia menatap lurus ke depan tanpa sedikit pun menoleh ke arah Bren. Samar-samar Elle mendengar Bren mengusir murid yang duduk di kursi samping Elle agar ia bisa duduk di sana.

Siswa yang Bren usir pindah ke kursi depan dengan wajah masam. Bren menatap ke arah Elle, yang Bren tahu sekarang sedang berusaha mengabaikannya. Bren mengangkat salah satu sudut bibirnya hingga tertarik ke atas. Ia tidak menduga bahwasannya gadis di hadapannya ini jauh lebih menarik dari yang ia kira.

[Sehari yang lalu setelah Bren menolak Elle di halaman sekolah]

Bren berlatih dengan teman-temannya sepulang sekolah di studio pribadi rumahnya. Mereka memang sering berlatih walaupun tidak akan tampil. Karena mereka memanglah benar-benar mencintai musik dan menikmati bermain musik.

Ayah Bren yang juga merupakan musisi membuatkan studio itu khusus untuk Bren setelah mengetahui bahwa Bren memiliki ketertarikan yang sama seperti dirinya dalam hal musik.

Bren dan teman-temannya sudah membentuk band ini sejak Middle School(SMP). Mereka menamai band mereka dengan nama Direction. Direction terdiri dari lima anggota. Tyler Ford sebagai Basis. Adam Laurent sebagai Gitaris. Joe Hemmings sebagai Drummer. Sara Turner yang merupakan satu-satunya cewek yang bergabung dalam Direction berperan sebagai Keyboardist. Kemudian yang terakhir ada Bren yang berperan sebagai Vokalis utama.

“Bren, gadis yang kau tolak tadi menarik,” ucap Tyler saat mereka baru saja selesai berlatih.

Wajah Bren berubah menjadi masam ketika mendengar topik pembicaraan yang diambil Tyler.

“Kau tahu siapa namanya?” tanya Sara.

Tyler mengangkat kedua bahunya. “Aku tidak tahu.”

“Namanya Ellena Clark. Aku beberapa kali sekelas dengannya. Dia bukan cewek cupu tapi juga bukan cewek populer. Tidak ada yang istimewa dari dirinya. Dia hanya terlalu biasa sehingga membuatnya tidak terlihat di sekolah,” sahut Joe memberi informasi kepada teman-temannya. Joe memanglah mengenal hampir semua murid di sekolah mereka.

“Bagaimana jika kau memacarinya?” usul Tyer kepada Bren.

“Kau gila,” komentar Bren singkat sambil menatap sinis kepada Tyler.

“Bren benar. Kau gila, Tyler.” Adam yang sejak tadi sibuk dengan gitarnya akhirnya buka suara.

Sara terkekeh. “Bren mana mungkin mau dengan gadis seperti dia. Kalian tahu sendiri kalau Bren membenci cewek berambut merah.”

Sara benar. Bren membenci cewek dengan rambut merah. Bukan tanpa alasan. Bren punya alasan mengapa ia membenci cewek berambut merah. Hanya saja ia belum pernah membicarakannya kepada siapapun. Bahkan teman-temannya sekali pun tidak tahu alasan Bren membenci cewek berambut merah.

“Padahal ini seru. Kau bisa berpacaran dengannya semalam dua atau tiga bulan, kemudian mencampakannya,” kata Joe dengan penuh semangat.

“Kalau kau tidak mau. Biar aku saja yang berpacaran dengannya. Aku belum pernah berpacaran dengan gadis polos. Kurasa akan sangat menyenangkan jika aku berpacaran dengannya.” Tyler tersenyum menyeringai.

“Jika aku berhasil berpacaran dengannya, apa yang aku dapatkan dari kalian?” tanya Bren cepat.

“Apa saja yang kau minta. Tiket perjalanan ke Hawai pun akan kuberikan untukmu secara cuma-cuma!” Joe semakin bersemangat.

“Ya! Apapun yang kau minta!” sahut Tyler.

“Apapun yang kuminta?” tanya Bren.

Sara menatap tak percaya ke arah Bren. “Kau serius ingin berpacaran dengannya?”

“Tapi dengan satu syarat. Kau harus bertahan berpacaran dengannya paling sebentar selama tiga bulan. Jika kau mampu berpacaran dengannya sampai tiga bulan lamanya bahkan lebih, maka seperti yang aku dan Joe katakan, kami akan menuruti apapun yang kau minta.”

Bren tidak meragukan apa yang baru saja Tyler katakan. Karena mereka semua berasal dari kalangan orang-orang yang super duper kaya, maka melakukan taruhan seperti ini bukanlah apa-apa.

“Sepakat. Aku harus merekam pernyataan kalian. Agar aku mempunyai bukti jika taruhan ini sudah berakhir. Dan kalian tidak bisa kabur dari kewajiban kalian membayarku.”

Bren mengeluarkan ponsel dari saku celananya dan mulai merekam kesepakatan yang ia, Tyler dan Joe buat.

“Aku tidak ingin ikut terlibat," ucap Adam saat Bren menyodorkan ponselnya ke arah Adam, agar dapat merekam kesepakatan antara dirinya dan Adam.

“Aku juga! Aku tidak ingin terlibat! Kenapa juga kau mau berpacaran dengan gadis aneh itu, heh?” seru Sara yang terlihat sangat kesal. Sara beranjak dari duduknya dan segera bergegas keluar dari studio dengan menghentakkan kaki. Ia sukses membuat pintu ruangan berdebum ketika menutupnya.

Bren menggedikkan bahunya tidak peduli. Ia segera mengakhiri rekaman di ponselnya, dan menyimpan ponselnya tersebut kembali ke saku celana. Tyler dan Joe saja sudah cukup. Ia akan memenangkan taruhan ini bagaimana pun caranya.

 

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!