"Apa kau tertarik padaku?." Hanna menatap wajah Drew yang juga menatapnya. Sungguh kesombongan hakiki seorang wanita kini sedang ditampakannya.
"Kau bisa saja, aku tidak berani menyukai wanita secantik dirimu." Pria itu terkekeh.
"Sungguh?. Lalu bagaimana dengan mu Willi?. Apa kau juga beralasan sama dengannya?."
Willi yang ditanya dengan tiba-tiba membuatnya linglung. "Haruskah ku katakan?."
"Cukup!. Kalian membuatku sedih. Sepertinya hatiku telah patah."
"Kau belum memiliki kekasih?." Kali ini Willi yang bertanya dan itu sukses membuat wajah Drew secara reflek menoleh kepadanya.
Ingin sekali Hanna tertawa saat itu juga melihat kejanggalan yang terjadi begitu nyata dihadapannya.
"Aku belum berfikir untuk menjalin sebuah hubungan dengan seseorang." Hanna menggedigkan bahunya sesaat.
Kelegaan Willi bisa terlihat dari caranya memalingkan wajah tampannya yang dulu selalu menjadi fokus pembicaraan para gadis disekolah mereka.
Matahari mulai menampakan sinarnya siang itu meski tak terasa panas sama sekali. Hanna sekali lagi melihat jam dipergelangan tangannya untuk beberapa saat.
"Kau sudah akan pergi?." Drew bertanya dengan nada yang sarat akan sebuah harapan.
"Apa kau mengusir ku?. Ah, kau jahat sekali." Wajah cantiknya nampak cemberut dengan pipi yang menggembung.
"Bukan, hanya saja aku bisa mengantar mu jika kau tak keberatan."
Hanna tengah membaca ekspresi yang ditampilkan pria bersuara lembut dihadapannya. Ia seperti tengah merencanakan sesuatu terhadap dirinya, entah apa tetapi yang jelas itu bukan lah hal baik jika sampai Hanna menyetujui tawarannya.
"Tidak perlu, karena aku masih ada janji dengan teman-teman ku untuk belanja bersama." Tolaknya sopan.
"Baiklah, aku mengerti. Kalian para wanita memang suka melakukannya."
"Apa itu termasuk sebuah sindiran?." Hanna memicingkan matanya.
"Tidak, maksud ku biasanya para wanita memang suka berkumpul untuk memanjakan diri mereka. Ya seperti yang kau tahu." Drew meralat ucapannya.
"Baiklah, aku pergi. Selamat menikmati hari kalian."
Hanna pergi begitu saja tanpa ucapan sampai jumpa dari Willi. Pria itu hanya duduk menetap diposisinya seperti pajangan tetapi sorot matanya bisa berbicara jujur mengenai keadaan didalamnya.
_________*****__________
Pintu besi itu bergetar begitu kuat saat seseorang dengan penuh emosi membantingnya.
Drew. Pria itu terlihat kesal menatap wajah tampan bermata biru dihadapannya.
"Apa kau menyukainya?." Satu kalimat penuh tekanan ia tumpahkan kepada Willi yang terlihat enggan untuk sekedar melihat bagaimana dia berbicara.
"Dia berkata jika kalian adalah teman lama, apa wanita itu juga pernah mengisi hatimu?." Sangat jelas pria itu dalam keadaan dimana ia tengah terbakar oleh rasa cemburunya dan Willi sama sekali tidak perduli dengan itu.
"Jika tidak ada lagi yang ingin kau katakan, pergilah. Aku bosan melihat mu." Dengan santainya pria itu beralih memasuki kamar pribadinya meninggalkan amarah Drew begitu saja.
_______*****_______
"Hanna. Apa yang terjadi?." Mery menatapnya penuh selidik.
"Apa klien itu berbuat sesuatu padamu?." Jannet menimpali.
"Tidak, sama sekali tidak ada."
Hanna menghempaskan dirinya diatas sofa empuk yang berada dilantai atas kantor mereka.
'Tidak ku sangka ternyata apa yang pernah aku lihat tujuh tahun lalu bukanlah sebuah ilusi, itu adalah kenyataan.' Hanna terus bermonolog dengan pikirannya sendiri.
Tujuh tahun lalu saat Hanna dan Eva, seorang gadis yang merupakan saudara sepupunya baru saja selesai menghadiri pesta ulang tahun teman Eva yang berada disalah satu hotel berbintang secara tak sengaja melihat kejadian yang menurutnya sangat tak pantas.
Hanna melihat pria berwajah blasteran digiring masuk oleh seorang pria lain kedalam sebuah mobil mewah yang berada di area parkir basement. Awalnya ia tak peduli dengan hal itu namun saat sorot dari lampu salah satu mobil melintas didepannya ia baru menyadari jika wajah itu tidaklah asing. Ia mengenalinya dari jarak kurang dari duapuluh meter.
Dan apa yang membuat Hanna tercengang adalah perbuatan yang mereka lakukan diarea umum tersebut. Meskipun sepi tetapi itu sangat memalukan. Kedua pria itu saling memagut satu sama lain. Seperti sepasang kekasih yang tengah diliputi asmara.
Ia tak pernah menduga sebelumnya jika teman yang ia pikir adalah pria pendiam ternyata menyimpan banyak misteri didalamnya. Dan mulai saat itu ia menjadi sedikit lebih dekat dengan Willi, meski tak banyak bicara ia tahu jika pria itu telah mencoba yang terbaik dari dirinya untuk berteman.
Hanya saja keberadaan Hanna yang memang jarang masuk kelas membuat pertemuan mereka bisa dihitung jari karena gadis itu memiliki kesibukan selain mengikuti pembelajaran tatap muka.
*****
Hanna memijat pelipisnya untuk mengurangi rasa pusing akibat terlalu banyak berfikir.
Akhir pekan ini Willi kembali menghubunginya untuk melanjutkan sesi healing yang sempat tertunda beberapa hari lalu dan Hanna menyanggupinya meski ia sedikit enggan jika harus bertemu dengan Drew si pria posesif.
"Jannet, besok aku akan pergi mengunjungi Mr. William." Hanna menitipkan kunci loker padanya.
"Apa kau ingin bertukar tempat dengan Jhon?. Ia baru saja menyelesaikan pekerjaannya dan kurasa ia tidak akan keberatan dengan itu."
"Tidak perlu, aku bisa menanganinya. Sampai jumpa hari senin."
"Bye, hati-hati."
______***______
Tiba diapartemen Hanna segera melucuti pakaiannya dan langsung mengisi bathub dengan air hangat. Kebiasaan ditanah air tidak bisa ia tinggalkan meski kini berada di negara dengan iklim berbeda.
"Sungguh nikmat membasahi tubuh dengan air hangat. Aku tidak tahu bagaimana rasanya tidak mandi dalam sehari." Ia terus bergumam dengan menggosok area lipatan ditubuhnya.
"Sangat disayangkan, banyak sekali pria tampan disini tetapi jarang_****_."
"Aku tidak bisa tinggal lebih lama lagi disini, meskipun disini sangat menyenangkan."
Hanna memang tak pernah ingin berlama-lama berada dinegara itu. Ia yang cinta dengan kebersihan tubuh itu awalnya sempat bingung jika harus membawa air setiap kali ia pergi keluar. Karena ia yang biasa membersihkan kotoran dengan air dan kini hanya tersedia tisu toilet itu membuatnya sedikit tersiksa.
"Maaf kan aku wahai pecinta tisu toilet. Tapi aku tidak menyukai pria yang tidak pernah menyiram anu mereka dengan air." Gadis itu menutup wajahnya dengan telapak tangan.
Normalnya seorang wanita dewasa, Hanna juga senang dengan wajah-wajah tampan pria namun ingatanya kembali pada sosok Wili dan Drew.
Drew dan Wili itu tampan dengan versi yang berbeda. Jika Wili memiliki aura yang dingin maka Drew adalah hangat. Ia bisa menebak mana yang berperan sebagai wanita.
Teringat akan kesan pertamanya terhadap pria blasteran yang dulu menjadi tetangga mejanya. Ia sempat terpesona dengan wajah Gerald William. Siapa yang bisa menolak jika dia memanglah tampan?. Namun sebagai gadis dengan intuisi tinggi ia mampu menghalau perasaan sukanya agar tak lebih dari sekedar mengagumi ciptaan tuhan dan itu benar terbukti adanya.
"Mari kita lihat besok hal apakah yang membuat mu tertekan Mr. William." Hanna terkekeh membayangkan seorang pria dengan wajah tampan dan cool sedang curhat masalah percintaannya.
"Sepertinya ini akan menarik."
.
.
.
Tbc.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 62 Episodes
Comments
Kamil Bou
nice thor
2022-08-03
0
Nurlaila Ginting
aku suka cerita yg ada edukasinya begini nambah ilmu, bukan hanya cerita halu dan lebay ga jelas.
2022-07-23
2
Pipit
next tor
2021-12-31
0