Musim dingin dan hati yang hangat

Sudah hampir dua tahun ini Hanna berada di negeri kanguru untuk melanjutkan studi magister psikologi profesinya. Entah mengapa pilihan terakhirnya lima tahun lalu jatuh kepada program studi psikologi. Menurutnya mengetahui kepribadian seseorang itu sangatlah menarik terlebih jika kita bisa memberinya bantuan untuk mengatasi masalah dalam diri mereka.

Saat ini sudah berada akhir mei dan akan segera memasuki awal juni dimana musim dingin akan tiba. Udara menjadi sedikit lebih dingin dari biasanya.

Hanna menggunakan mantel tebalnya untuk menghalau udara dingin yang terasa begitu menusuk kulit, sembari memeluk tas karton ditangannya ia berjalan menyusuri ruko dan beberapa cafe hingga sampai pada sebuah kantor kecil yang berada disebuah ruko berlantai dua.

Hanna menambah kesibukannya dengan bergabung bersama Healing flower untuk membantu mereka yang membutuhkan bimbingan atau sekedar menjadi tempat curhat layaknya teman.

"Hai Hanna. Apakah diluar bertambah sejuk?." Tanya salah satu rekan kerjanya yang kini tengah menyalakan penghangat ruangan.

"Udara diluar cukup bagus untuk kita berlibur kepantai saat ini juga." Ujarnya sembari terkekeh.

"Kau serius?. Ah, kau benar-benar sudah gila sepertinya. Kurasa pekerjaan kemaren membuat kecerdasanmu sedikit tersumbat."

"Aku setuju dengan itu." Kedua wanita itu tertawa.

Tak lama telepon kantor diruangan itu berdering.

"Hallo, disini dengan healing flower apa yang bisa kami bantu?." Tanya wanita bernama Jannet yang tadi sempat bercanda dengan Hanna.

"A, kau ingin mengatur jadwal pertemuan. Baiklah Mr. William kami akan membuatkannya untuk mu. Apa kau bisa mengirimkan alamatmu melalui email?. Yah kami akan menghubungimu disana. Terimakasih dan selamat menikmati hari mu." Telepon tertutup.

Jannet memeriksa jadwal beberapa anggota healing flower yang bisa membantu kliennya kali ini. Karena ini merupakan klien pria ia menargetkan seorang pendamping pria juga untuknya tetapi semua penuh.

"Ada apa?." Tanya Mery, anggota club yang baru saja tiba.

"Ah, kita baru saja mendapat tambahan klien. Seorang pria dan aku sedang mencarikan pendampingnya tapi semua kolom telah terisi.

Mery tampak manggut-manggut isyarat bahwa ia mengerti. Namun sesuatu melintas dikepalanya.

"Bagaimana jika Hanna saja!." Ucapnya cepat.

"Kau gila, dia wanita. Bagaimana kita bisa menyuruhnya masuk ke kandang singa?."

"Apa yang sedang kalian ributkan?." Yang disebut tetiba saja muncul tanpa suara dari arah belakang.

"Kau disini?." Mery terkejut saat mendapati wanita cantik berwajah asia itu menatapnya penuh curiga.

"Baiklah, aku baru saja mengutarakan ide ku kepada Jannet untuk menjadikanmu pendamping klien pria yang baru saja memesan jadwal untuk bantuan kita."

"Tak masalah, aku bisa." Dengan santainya Hanna menjawab usulan Mery yang seolah dengan sengaja memasukkannya kedalam kandang singa.

"Kau setuju?." Mery pun ikut terkejut.

"Ya, ada masalah apa dengan 'setuju'?." Tanya Hanna.

"Klien kita adalah pria dan aku sangat hawatir, sesuatu bisa saja terjadi_." Jannet berusaha memberinya pemahaman.

"Kalau dia macam-macam maka aku akan mematahkan lehernya." Hanna bergerak meninju udara yang seakan-akan adalah lawannya.

"Waw, kau terlalu berani!." Jannet menggeleng.

"Baiklah, berikan alamatnya padaku." Pinta Hanna kepadanya.

"Apa kau perlu alat bantu untuk berjaga-jaga?." Tanya Mery

"Tidak perlu, aku sudah mengatakannya tadi jika dia berani macam-macam akan ku buat dia berhenti menjadi laki-laki." Selorohnya.

*********

Willi tengah berada di apartemen yang baru sebulan ini dibelinya. Ia baru saja menyelesaikan aktifitasnya bersama sang 'kekasih' yang juga seorang bule.

Selama berhubungan dengan semua teman 'mainnya' Willi memang tak banyak bicara. Ia cenderung menjadi pribadi yang dingin.

"Apa kau akan menemui seseorang?." Tanya Drew yang merupakan kekasihnya. "Sampai-sampai kau menyuruhku pergi."

"Ya."

"Dia seorang pria?."

"Apa pedulimu jika dia seorang pria atau bukan?." Willi menatap dingin kearahnya.

"Baiklah terserah kau. Tapi yang jelas jangan berikan hati mu padanya." Drew pergi meninggalkan apartemen dipenuhi rasa kesal.

Willi tak lagi menanggapi celotehan Drew. Pria itu memilih mengecek pesan masuk pada emailnya. Ia mendapatkan balasan atas permintaanya kemarin.

Pagi ini pukul 10.00 waktu setempat. Suara bel pada pintu apartemennya berbunyi.

Willi melangkahkan kakinya mengarah ke pintu untuk menyambut kedatangan seseorang dari Healing Flower.

Wajah tampan itu seketika membeku. Tenggorokannya terasa begitu cekat hingga tak ada kata yang terucap darinya.

"Hanna?."

^^^^^^^^^^^^^^

"Hei, kau sedang melamun?." Hanna mengibaskan tangannya dihadapan pria bertubuh tinggi itu. "Apa kita akan mengadakan sesi tanya jawab diluar?."

"Ak _ aku. Ah ayo masuk, maaf membuatmu bingung."

Hanna tak menyadari tentang siapa pria itu sebelumnya. Ia hanya membaca biodata kliennya tanpa mencurigai sesuatu sampai ia bertemu dengan pria itu sendiri.

"Apa kita pernah bertemu sebelumnya?." Tanya Hanna sedikit was-was.

"Kau sungguh tak mengenali ku?." Willi menaikan sebelah alisnya.

"Maaf, kurang dari dua tahun belakangan aku banyak menemui wajah-wajah asing yang membuat ku sulit mengingat seseorang yang pernah ku temui sebelumnya." Jawab Hanna jujur.

"Ah iya aku mengerti." Dalam hitungan detik Willi mengubah bilingualnya menjadi bahasa indonesia dan itu membuat Hanna seketika menutup mulutnya dengan kedua tangannya.

"Oh God, kau!. Maaf aku sedikit lupa dengan wajah mu. Jika aku tidak salah ingat kau teman satu kelas ku bukan?."

Willi tersenyum disertai kekehan kecil setelahnya.

"Akhirnya kau mengingat ku. Aku sudah membayangkan jika wanita cantik sepertimu akan melupakan orang-orang sepertiku dengan begitu cepat." Ada rasa hangat dalam hatinya ketika Hanna mau mengingat tentangnya.

"Apa kau sedang mengejek ku karena ingatan ku yang lemah?." Wanita cantik itu tampak menggembungkan kedua pipinya dengan bibir terlipat.

"Tidak, aku baru saja akan memujimu." Willi tergelak karenanya.

Hanna melihat jam yang melekat dipergelangan tangannya.

"Kau memiliki waktu dua jam untuk mengeluarkan pikiran yang membuat mu terganggu belakangan. Apa bisa kita memulainya?."

"Kau sungguh bekerja diwaktu pertama pertemuan kita?. Tidak kah kau rindu dengan teman lama mu ini?." Willi mendengus pelan dan menyandarkan tubuhnya pada sofa.

"Lalu bagaimana aku harus bersikap?. Bukankah kau meminta bantuan untuk membuang sampah?."

"Tapi kita baru saja bertemu."

"Baiklah, kau selalu mengiba untuk hal-hal receh seperti ini." Hanna kembali memasukan catatan ditanganya.

Willi berjalan ke arah pantry dan membawa dua buah kaleng soda ditangannya.

"Apa kau akan membuatkan ku barbeque?." Tanya Hanna dengan tatapan remehnya.

Willi yang tak mengerti pun hanya mengangkat kedua alisnya tanpa sepatah kata.

"Minuman ditangan mu, bukankah itu akan cocok dengan barbeque di musim seperti ini?."

Pria itu tertawa karena memikirkan hal yang sama sekali tak pernah ia lakukan sebelumnya.

"Kau mau?. Aku akan memesankannya."

"Tidak. Aku hanya bercanda." Kini berganti Hanna yang tertawa. "Sepertinya minuman hangat akan lebih baik untuk hari ini." Ucapnya tanpa malu.

"Tapi aku tidak bisa membuat sesuatu seperti itu." Willi mengusap tengkuknya.

"Wah, kau sungguh terlalu. Apa pasangan mu tak pernah mengajari mu untuk menyeduh coklat panas?." Hanna sadar dengan adanya perubahan aura pada wajah lawan bicaranya.

"Aku belum menikah, dan tak memiliki pacar seperti apa yang kau maksud." Willi menjawab pertanyaan Hanna dengan santai.

"Baiklah aku tak ingin berdebat lebih panjang dengan mu." Wanita itu tampak bersiap dengan Coat hitamnya dan melilitkan syal dileher putih miliknya.

"Kau marah padaku?." Tanya Willi dengan wajah bersalah.

"Apa aku terlihat sedangkal itu?." Hanna terkekeh. "Aku akan pergi keluar untuk mencari cokelat hangat. Kau bisa tunggu sebentar."

Ia baru akan menarik gagang pintu saat seorang pria lain mendorong pintu besi itu dari arah luar.

"Oh maaf, aku mengejutkan mu." Gaya berbicara Drew yang manis memberikan kesan bahwa ia adalah orang yang baik namun mata seseorang adalah yang paling bisa berkata jujur mengenai siapa dirinya.

Hanna memberikan senyuman terbaiknya untuk menanggapi kata-kata manis pria dihadapannya.

"Apa kau teman Willi?." Hanna tengah basa-basi untuk mengetahui seberapa berani pria itu mengakui dirinya.

"Iya, namaku Drew. Aku datang untuk berkunjung dan aku tidak tahu jika dia sedang kedatangan tamu."

"Tak apa, kami hanya teman lama dan aku akan pergi keluar sebentar untuk mencari cokelat hangat. Apa kau juga menginginkannya?. Akan lebih seru jika kita bisa ngobrol bersama." Hanna memancing kepolosan Drew.

"Baiklah, aku tak bisa menolak tawaran dari wanita cantik seperti mu. Apa kau butuh aku temani?." Tawarnya.

"Tidak usah, aku tidak akan hilang meski seseorang menculik ku." Hanna terkekeh.

"Wah, kau sungguh wanita pemberani nona."

________******________

Hanna membeli beberapa keperluan untuk membuat sebuah permainan bersama dua pria tampan yang sangat membuatnya pusing itu.

Sebenarnya ia sudah mulai membaca masalah apa yang tengah dihadapi oleh Wili sejak ia menyimpan kembali buku catatannya beberapa waktu lalu.

Ia juga mengamati interaksi antara Drew dengannya tadi. Hanna yakin pria itu merupakan pasangan Willi. Jika tidak bagaimana dia dengan mudahnya membuka pintu mengingat kepribadian Willi yang tertutup sejak dulu.

'Dasar' gumamnya sembari memijit pangkal hidungnya yang terasa sedikit berdenyut.

*********

Diapartemen,

Willi yang dingin tengah menatap jengah wajah Drew yang selalu membuatnya ingin marah.

Drew melihatnya sebagai pasangan yang gemar mendua.

Hei? Kau! Jika saja Hanna berada disitu ia pasti akan memukul kepala kalian dengan barbel agar cepat sadar dan kembali pada kodrat kalian sebagai pria.

Pertengkaran baru saja terjadi beberapa menit lalu sebelum Hanna kembali dengan tiga cup cokelat hangat dan dua buah plastik belanjaan ditangannya.

"Apa aku mengganggu kalian?." Ucapnya sedikit ragu saat merasakan ketegangan didalam ruangan sempit itu. Hanna dengan kikuk melangkah menuju sofa yang tadi ia duduki.

"Tidak, kami baru saja membahas masalah tak penting." Drew menengahi. "Wah sepertinya kau akan mengadakan pesta disini."

"Iya, kau tahu ini reuni kami dan kau anggota baru kami. Setidaknya kita bisa menjadi teman." Hanna tersenyum.

Hanna sadar jika pria bernama Drew ini tidak menyukainya. Bahkan sejak pertama mereka bertatap muka.

Drew lebih vocal dibanding Willi. Pria itu dengan penuh semangat mengikuti permainan yang dibuat Hanna. Sedangkan Willi, ia tampak malas dengan kegiatan mereka. Hingga sebuah pertanyaan dari Drew untuk Hanna membuatnya menatap wanita itu dengan tatapan tak menentu.

_________///_________

"Apa kau sudah menikah?."

.

.

.

Tbc

Terpopuler

Comments

Kamil Bou

Kamil Bou

ngeri ngeri sedap

2022-08-03

2

Pipit

Pipit

next

2021-12-31

1

azra

azra

ngeri psngn begitu,biasany lbih nekad

2021-12-28

1

lihat semua
Episodes
Episodes

Updated 62 Episodes

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!