"Kalian kapan sampai. Kayak jailangkung aja gak ada suaranya". Emak baru menyadari kedatangan kedua cucunya setelah menyelesaikan konser tersembunyi yang menghasilkan suara denyitan misteri.
"Assalamualaikum Oma". Fathan berdiri dari duduknya dan kembali mengucapkan salam sambil mencium tangan Omanya. Begitupun dengan Thian.
"Waalaikumsalam. Nah gitu dong masuk rumah tuh pakai salam. Jangan asal nyelonong aja. Nanti setan ikutan masuk". Emak menekan kata setan sambil menatap duo KunNo.
"Kalau kita gak ikutan masuk, bisa dipecat sama pak bos dong. Gimana sih bos emak itu". Ono merasa tak terima dengan perkataan emak.
"Oma apa kabar". Thian menghentikan perdebatan antara Ono dan sang Oma.
"Alhamdulillah baik. Tumben kalian datang gak ngasih kabar dulu". Emak mencium pipi kedua cucunya sambil bertanya perihal kedatangan mereka.
"Surprise dong Oma". Thian menjawab dengan melebarkan kedua tangannya.
"Kalian udah makan belum". Emak berjalan keluar kamar menuju dapur.
"Udah Oma. Makan angin". Jawab Fathan asal.
"Buruan keluarin tuh angin. Keburu terbang ntar loe Patan". Emak berbicara sambil menyiapkan bahan untuk memasak.
"Nanti aja Oma. Kalau dipaksa takut ampasnya ikut keluar". Fathan menjawab pertanyaan sang Oma dengan jawaban konyolnya.
Thian mencoba memasuki kamar yang tadi emak gunakan untuk konser dadakan. Thian berjongkok memperhatikan bentuk ranjang besi itu.
"Kasian banget nasib kamu hai ranjang. Jadi keganasan mammoth". Thian bermonolog sendiri sambil memeriksa setiap sudut ranjang tersebut.
Ranjang itu bukan hanya melengkung pada bagian tengah saja. Namun beberapa bagian lain juga ikut melengkung hampir menyentuh lantai. Thian keluar dan ikut bergabung dengan emak dan Fathan.
"Oma. Itu kenapa ranjangnya sengsara gitu. Utuh tidak hancur pun belum". Thian bertanya kepada Emak sambil meminum air diatas meja makan.
"Maklumlah ranjang tua". Emak menjawab namun perhatiannya masih tertuju pada bahan yang akan dimasaknya.
"Bukan karena korban kenistaan Oma ya". Thian kembali melancarkan pertanyaannya.
"Hush. Diam saja deh loe Thian. Gak usah kepo". Emak menjawab pertanyaan itu dengan mata sedikit melotot.
"Lagian ya Oma. Kita kira Oma sudah insyaf. Ini mah makin ambyarrr". Fathan mengeluarkan keluhannya kepada sang Oma.
"Kalian tuh ya. Gak seneng apa lihat Oma happy". Emak kembali mengeluarkan argumennya.
"Ya senenglah. Tapi kita pikir setelah Oma umroh, Oma gak akan goyang dan konser lagi. Lah ini tambah parah". Fathan menjawab apa yang dikeluhkan Omanya.
"Ck. Itu susah untuk dihilangkan Patan. Yang pentinkan Oma gak joged didepan umum. Oma sembunyi biar gak dilihat orang. Oma nyanyipun gak ada suaranya. Cuma gerak bibir". Emak menjelaskan kepada kedua cucunya tentang hobi yang tak mudah hilang itu.
Thian berdiri dan berjalan keluar menuju mobil mereka yang terparkir dihalaman depan. Si kembar memang belum menurunkan barang bawaan mereka karena panik melihat rumah emak nampak sepi. Thian membawakan kado untuk Omanya.
"Selamat ulangtahun. Selamat ulangtahun. Semoga panjang umur. Selamat ulangtahun". Thian berjalan sambil menyanyikan lagu selamat ulangtahun untuk sang Oma.
Emak ternganga sambil menutup mulutnya dengan tangan. Bahkan matanya berkaca-kaca melihat Thian membawa kado super besar. Thian berjalan mendekat dan menyerahkan kado tersebut untuk sang Oma.
"Selamat ulangtahun Oma. Sehat terus ya Oma. Jangan menjadi Oma yang menyebalkan". Thian mengucapkan doa dan harapan untuk sang Oma.
"Makasih sayangnya Oma. Pasti Oma gak akan menyebalkan tapi menggemaskan". Emak menjawab dengan penuh percaya diri.
Thian membalas dengan memutar bola matanya. Tak lupa pelukan dan kecupan hangat Thian berikan untuk sang Oma. Kini giliran Fathan memberi ucapan.
"Selamat hari lahir Oma sayang. Berapa sekarang umur Oma". Fathan menanyakan hal yang paling emak benci.
"Makasih sayang. Ish masa lupa, Oma kan masih 17 tahun". Emak menjawab sambil mengedip-ngedipkan matanya.
"Kebalikan apa lebihnya segitu Oma". Fathan kembali menggoda emak.
"No komen". Emak menjawab dengan nada kesal dan berlalu sambil membawa kado dari cucunya.
"Oma. Ini jadwal titipan dari papa mama buat Oma". Thian menyerahkan satu paper bag titipan kedua orangtuanya.
"Makasih sekali. Kalian emang terbaik". Emak semakin antusias membuka kado dari anak dan cucunya.
Mata emak berbinar saat melihat hadiah dari si kembar. Bahkan emak berkontak kegirangan.
"Ah. Emang kalian cucu paling mengerti Oma. Kalau gini Oma bisa konser tiap hari dong". Emak mengamati hadiah si kembar sambil mengungkapkan rencananya.
"Huh asal gak ganggu tetangga aja Oma". Thian berpesan kepada sang Oma setelah memberikan hadiahnya.
Mereka memberikan microfon masa kini yang dengan warna yang sangat cerah dan dilengkapi lampu sehingga tampak lebih ceria. Tak lupa Thian juga membelikan beberapa lagu kosidah dalam bentuk Compact disc. Lagu tersebut juga sudah bermusik dangdut kesukaan emak. Sedangkan hadiah Fathan adalah baju konser untuk sang Oma.
Mereka ingin sang Oma kembali tersadar, namun mereka malah memberikan hadiah yang semakin membuat sang Oma tak ingin keluar dari zona nyamannya. Emak langsung mencoba hadiah dari cucu-cucu kesayangannya.
Pagi hari yang cerah, Thian berniat berjalan-jalan disekitar kampung mamanya. Thian berniat mengunjungi sekolah yang dia bangun waktu itu.
"Loe mau kemana dek". Fathan yang baru keluar kamar melihat sang adik telah rapi dan bersiap untuk keluar rumah.
"Mau coba lihat sekolah yang waktu itu bang. Mau ikut". Thian menjawab pertanyaan sang Abang dan tak lupa menawarkan kepada sang Abang untuk ikut dengannya.
"Boleh. Gue juga penasaran seperti apa jadinya". Fathan menjawab dengan antusias ajakan sang adik.
"Kuylah. Pamit Oma dulu". Thian berjalan mencari keberadaan sang Oma untuk berpamitan.
Usai berpamitan mereka berjalan kaki menuju sekolah yang telah direnovasi. Karena belum masa libur sekolah, nampak para siswa yang akan berangkat ke sekolah begitu ramai. Semua mata tertuju kepada si kembar yang ikut dalam rombongan anak-anak sekolah tersebut.
"Aa orang kota ya". Salah satu siswa berseragam merah bertanya kepada Thian karena berdiri disampingnya.
"Iya. Kenapa memangnya". Thian mencoba bertanya kembali kepada bocah itu.
"Pantes bening banget kayak artis. Nama Aa siapa". Bocah itu kembali bertanya kepada Thian.
"Thian. Kamu siapa". Thian kembali bertanya kepada bocah itu.
"Asep Aa". Bocah itu menjawab dengan diiringi cengiran khasnya.
Mereka berjalan menuju sekolah dengan penuh semangat. Saat tiba digerbang sekolah tersebut, Fathan dan Thian sontak melotot. Karena memang ini kali pertama mereka berkunjung setelah renovasi.
"Apa-apaan ini bang. Kenapa foto kita terpampang disana". Thian menunjuk kearah papan nama sekolah yang juga terpampang jelas foto keduanya.
"Papa. Ayah. Bang Al. Ini pasti kerjaan mereka dek. Memalukan". Fathan berusaha menutupi wajahnya menggunakan topi yang sedang dipakainya saat ini.
Mereka berjalan-jalan disekitar sekolah. Salah satu guru mendekati keduanya, saat keduanya sedang melihat kondisi kelas.
"Assalamualaikum. Adik-adik ini siapa ya". Sapa guru tersebut kepada Fathan.
Fathan dan Thian sama-sama berbalik. Belum juga sempat mereka menjawab salam dan memperkenalkan diri, guru tersebut langsung heboh.
"Ya Allah. Kalian pemilik sekolah ini. Maafkan saya tidak mengenali kalian bapak berdua". Guru tersebut menyampaikan penyesalannya karena tak mengenali si kembar.
"Tak perlu seperti itu Bu. Kami hanya mampir. Dan tak perlu memanggil kami dengan sebutan bapak. Kami masih terlalu muda untuk mendapatkan panggilan tersebut". Fathan menjawab dengan sopan permintaan maaf guru tersebut.
"Mari saya antar ke ruangan kepala sekolah pak. Eh maksud saya nak". Guru tersebut merasa sangat canggung.
"Tidak perlu repot-repot Bu. Kami hanya sekedar berjalan-jalan saja. Kebetulan memang kami sedang berlibur". Thian menjawab dengan sopan kepada guru tersebut.
"Baiklah kalau memang begitu. Silahkan untuk kembali melihat sekolah ini yang semakin maju berkat kalian". Guru tersebut memberikan pujian kepada si kembar.
Thian berjalan melihat beberapa anak berkumpul didekat kantin. Thian penasaran dengan apa yang sedang mereka lihat. Dan ternyata ada seekor induk kucing dengan enam Eko anaknya yang mungkin baru saja dilahirkan.
"Wah lucunya mereka". Kata salah satu siswa yang sedang melihat anak-anak kucing tersebut.
Thian mengambil gambar anak-anak yang sedang asyik mengerubungi anak kucing dan induknya. Setiap jengkal sekolah tersebut tak luput dari jepretan kamera yang Thian bawa. Tatapan Thian tertuju pada seorang siswa yang tadi sempat berkenalan dengan dirinya saat akan berangkat sekolah.
"Hai. Loe ngapain disini sendirian sep". Thian bertanya kepada anak bernama Asep.
"Lagi bingung A'". Asep memperhatikan kerumunan semut sambil memegang dagunya.
"Bingung kenapa". Thian semakin penasaran.
"Aa tau gak, kucing kan kalau beranak jumlahnya empat, lima atau enam. Nah kalau semut berapa jumlah anaknya". Asep bertanya kepada Thian.
"Coba tanya pada rumput yang bergoyang". Thian asal saja memberikan jawaban kepada Asep.
Asep berlari menuju tanah lapang yang memang sudah dipenuhi oleh rumput hijau nan panjang. Asep berjongkok dan mulai mengikuti saran dari Thian.
"Hai rumput. Berapa jumlah anak semut". Asep kembali menanyakan pertanyaan yang sama kepada rumput didepannya.
"Hadeh. Asep oh Asep. Pusing deh pusing". Thian menepuk jidatnya dan berlalu pergi.
______
Thian mendapat lawan seimbang si Asep...
Jangan lupa bahagia gaesss
Jempol digoyang yuk
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 106 Episodes
Comments
Syaquila
kangen sama kekonyolan si emak thor 😍😍
2022-04-02
0
Happyy
😁😁
2022-02-09
0
holipah yunani
jgn lama2 up nya thor
2021-11-29
1