"Thian. Hari ini kalian free tidak". Airil menanyakan jadwal pekerjaan sang putra saat mereka sedang santai.
"Free papa. Sengaja hari ini kami tidak ambil pekerjaan. Kan ulangtahun Oma. Kami mau kerumah Oma". Thian menjawab pertanyaan sang papa, tak lupa mengutarakan alasan apa yang membuat mereka libur.
"Nah itu yang mau papa tanyain juga. Kebetulan papa gak bisa libur. Tadinya kalau kalian gak bisa kesana, papa mau pakek kurir antar kado Oma". Airil juga menjelaskan maksud pertanyaan yang diutarakannya tadi.
"Ya sudah, nanti biar Abang sama Thian aja yang kerumah Oma. Tapi kita pulang besok subuh ya pah. Capek kalau langsung balik malam nanti". Thian mengutarakan pendapatnya dan juga meminta ijin untuk menginap satu malam dirumah sang Oma.
"Besok gak ada kuliah apa". Airil kembali memastikan jika jadwal putranya esok tidak terganggu.
"Kuliah siang pah". Thian menjelaskan jadwalnya untuk besok.
"Ya sudah kalau begitu. Kalian nginap saja semalam". Airil mengijinkan sang putra untuk menginap dirumah sang Oma satu malam.
"Terimakasih papa". Thian menjawab dengan tersenyum dan bahagia.
Sebelum berangkat menuju kampung halaman sang Oma, Fathan dan Thian pergi membelikan kado untuk sang Oma. Fathan sempat meminta pendapat kepada sang mama tentang kado yang tepat untuk sang Oma. Eneng hanya meminta kedua putranya menggunakan feeling mereka. Karena Eneng yakin jika keduanya sudah tau pasti seperti apa Oma mereka.
"Bang. Jalan sekarang aja yuk. Beli kadonya sekalian jalan. Takut kesorean". Thian meminta kepada Fathan untuk segera berangkat ke kampung sang Oma.
"Ya udah yuk. Jangan lupa ransel dimasukin bagasi dek". Fathan menyetujui permintaan sang adik. Tak lupa dia juga mengingatkan Thian untuk memasukkan pakaian ganti mereka.
"Pake mobil siapa bang. Punya Abang apa gue". Thian kembali bertanya. Kendaraan siapa yang akan mereka gunakan.
"Mobil gue aja dek. Lama gak dipakai jalan jauh". Fathan meminta agar menggunakan mobil miliknya saja.
"Oke. Gue panasin dulu". Thian mengambil kunci mobil Fathan dan berlalu keluar dari kamar Fathan.
Thian sedang menyiapkan mobil digarasi samping. Kunkun tiba-tiba muncul dikursi sampingnya.
"Mau kemana bos. Rapi amat". Kunkun bertanya sambil mengomentari penampilan Thian yang cukup rapi.
"Jelong-jelong". Thian menjawab asal sambil menikmati musik yang sedang dia putar didalam mobil.
"Kita gak diajak nih bos". Kunkun bertanya kepada Thian karena dia merasa belum diajak.
"Gak ikut gue rukyah loe". Thian menjawab dengan ancaman.
"Asyiap. Tunggu bentar ya bos. Gue panggil Ono dulu". Kunkun sangat antusias ketika akan diajak pergi bos kecilnya.
Thian tak menjawab dan tetap bergoyang didalam mobil. Tak lama Fathan keluar dari rumah diikuti kedua orangtuanya. Eneng nampak membawa beberapa tentengan untuk sang emak.
"Kalian hati-hati. Jangan ngebut. Sampaikan salam papa dan mama buat Oma". Airil berpesan kepada kedua putra kembarnya.
"Iya pah. Oya papa pulang jam berapa nanti malam". Thian bertanya kepada sang papa mengenai jadwal kerjanya.
"Jam tujuh malam papa sudah pulang. Kecuali ada tindakan darurat. Kenapa dek". Airil menjelaskan dan kembali bertanya kepada sang putra.
"Kalau papa sampai pagi, biar Ono dirumah temani mama. Kita sama kunkun saja". Thian menjelaskan maksud pertanyaannya tadi.
"Gak perlu. Biar mereka berdua mengawal kalian. Papa gak akan lama kok". Airil menolak permintaan sang putra.
"Ya sudah. Kami pamit ya pah, mah". Fathan berpamitan kepada kedua orangtuanya sambil menyalami dan mencium tangan mereka. Begitupun dengan Thian.
"Iya hati-hati. Kalau sudah sampai jangan lupa telfon papa atau mama". Airil kembali mengingatkan kedua putranya.
"Assalamualaikum. Pah, mah". Keduanya mengucapkan salam sambil melambaikan tangan. Dan mobil mereka melaju perlahan.
"Waalaikumsalam". Airil dan Eneng menjawab sambil melambaikan tangan juga.
Mobil Fathan yang dikendarai oleh Thian , perlahan menghilang. Karena bukan weekend, jalanan cukup ramai. Mereka berjalan dengan kecepatan sedang saja.
"Bang mau mampir dimana buat cari kado Oma". Thian bertanya kepada Fathan sambil memegang kendali laju kendaraannya.
"Seinget gue ada toko cukup besar sebelum kita masuk ke wilayah kabupaten tempat Oma tinggal deh dek". Fathan mengingat kembali tempat-tempat penting didekat rumah sang Oma.
"Oh ya gue ingat. Ya udah mampir sana aja gimana bang". Thian pun mulai mengingatnya juga. Dan mencoba memberikan pendapatnya.
"Iya disana aja. Kan gak jauh dari rumah Oma. Kalau disini malah takut lama dijalan". Fathan setuju dengan usulan Thian.
"Memang kalian tahu mau ngasih apa buat bos emak". Kunkun bertanya dari kursi penumpang belakang.
"Belum. Nanti kita lihat ditoko sana ada apa". Fathan menjawab pertanyaan yang diajukan oleh Kunkun.
Mereka menikmati perjalanan menuju kampung emak. Thian menyalakan musik untuk mengusir sepi. Fathan sibuk dengan buku yang dibawanya. Tak terasa waktu sudah siang. Terdengar suara adzan dari setiap jalan yang mereka lalui.
"Bang mampir masjid depan dulu ya". Thian meminta ijin kepada sang Abang untuk berhenti dan melaksanakan ibadah.
"Ya udah gapapa. Sekalian cari makan dek". Fathan setuju atas permintaan sang adek.
"Oke". Thian menjawab singkat sambil membelokkan arah mobil kedalam masjid yang cukup besar.
Thian memarkirkan kendaraannya di halaman depan masjid. Tak lupa dia mengunci mobil miliknya sebelum masuk kedalam masjid. KunNo akan menjauh saat suara adzan berkumandang. Mereka memilih memantau kendaraan sang bos dari jauh.
Usai melakukan ibadah mereka bergegas meninggalkan masjid tersebut. Mereka sempat membeli kue ditoko dekat masjid untuk makan siang dijalan. Kini mereka sudah memasuki perbatasan wilayah kampung emak. Sesuai kesepakatan mereka akan mampir membeli hadiah untuk sang Oma.
Mereka masuk untuk melihat dan memilih barang yang tepat untuk sang Oma. Mereka sudah menemukan sesuatu yang sangat cocok untuk Omanya.
"Bang ini aja gimana". Thian menunjukkan barang yang telah diambilnya sebagai hadiah sang Oma.
"Widih. Ini mah Oma banget. Ambil dua berbeda versi dan isi. Ada gak". Fathan menyetujui usulan sang adik dan meminta mencarikan versi lain dari benda tersebut.
"Ada bang. Ini". Thian menunjukkan versi berbeda dari yang pertama.
"Dek, Abang mau ngasih ini aja buat Oma". Fathan menunjukkan benda lain sebagai hadiahnya.
"Mantap bang. Lanjut bungkus". Thian sangat antusias setelah mereka menemukan barang yang sesuai dengan sang Oma.
Usai membayar dan membungkus kado mereka, mereka melanjutkan perjalanan menuju rumah Oma. Tak lama mereka sudah memasuki area perkampungan milik sang Oma. Tidak ada perubahan sama sekali dikampung itu. Hanya saja saat ini lebih ramai. Karena sekolah yang mereka bangun banyak yang meminati. Beberapa anak dari desa lain ikut bersekolah disana.
Mereka sudah sampai didepan rumah emak. Thian juga sudah memarkirkan mobilnya didepan rumah sang Oma.
"Bang kok sepi amat". Thian penasaran karena rumah sang Oma nampak sepi tak seperti biasanya.
"Paling lagi ke kebon dek. Masuk aja yuk". Fathan menjawab dengan jawaban logis dan mengajak sang adik masuk kedalam rumah Omanya.
"Assalamu'alaikum. Oma yuhu Oma". Thian mengucapkan salam sambil memanggil sang Oma dengan nada khasnya.
"Kok gak nyahut ya dek. Apa coba masuk saja". Fathan mulai khawatir karena sang Oma tak menjawab.
"Ayolah bang buruan". Thian juga merasa khawatir dengan sang Oma.
Beruntung pintu rumah emak tidak dikunci. Mereka langsung masuk dan memeriksa keadaan Oma mereka. Mereka juga tidak lupa memanggil nama sang Oma sambil mencari keberadaannya. Dari satu pintu ke pintu lain masih belum ditemukan. Mereka semakin khawatir.
"Dek tinggal kamar belakang yang belum kita lihat". Fathan menunjukkan satu ruangan lagi yang belum mereka periksa.
Keduanya berjalan menuju kamar tersebut. Dan bersama-sama membuka pintu kamar itu. Sesuatu diluar ekspektasi mereka sedang terpampang jelas dihadapan mereka.
"Duh Gusti. Ambyarrr sudah". Thian berteriak melihat apa yang dilakukan Oma mereka.
Emak tak melihat kedatangan kedua cucunya. Telinga emak terpasang headset dan emak sedang berjoged heboh diatas ranjang besi. Yang mulai terdengar suara ranjang itu berdenyit.
Fathan dan Thian berdiri diambang pintu sambil menatap sang Oma yang berjoged asyik. Terdengar suara riuh dari luar rumah sang Oma.
"Dek suara apa itu. Kok kayaknya ramai banget ya". Fathan bertanya kepada Thian karena mendengar suara keributan didepan rumah.
"Gak tau bang. Bentar gue cek dulu". Thian bergegas menuju depan rumah melihat apa yang sedang terjadi.
Tampak beberapa tetangga emak sudah berkerumun didepan rumah emak. Thian berjalan kearah kerumunan dan menyapa.
"Assalamualaikum. Ada apa ya kok rame sekali". Thian menyapa kerumunan tetangga emak.
"Waalaikumsalam. Oalah cucu emak kasep pisan". Jawab salah satu tetangga emak.
"Iya eh. Lama gak lihat tambah kasep aja". Jawab dari tetangga lainnya.
"Maaf ada apa ya ini". Thian kembali mengulangi pertanyaannya tadi sambil tersenyum.
"Ini loh kasep. Tiap hari dari rumah emak pasti ada suara denyitan. Dan itu dijam-jam tertentu. Kayak sekarang. Tiap kita ketok emak gak jawab. Kita cuma khawatir emak kenapa-kenapa". Salah satu warga mencoba menjelaskan alasan mereka berkerumun.
Thian ingin tertawa tapi berusaha dia tahan. Dia harus mencari alasan agar warga tidak mengetahui rahasia dibalik denyitan ranjang itu. Agar harga dari sang Oma tetap terjaga.
"Oh itu. Dirumah Oma ada biangnya tikus ibu-ibu, bapak-bapak. Ini saya dan Abang saya sedang mengusirnya. Tikusnya kegenjet pintu jadi bersuara seperti yang kalian dengar". Thian menjelaskan sambil tersenyum. Thian berharap warga percaya alasan anehnya.
"Oalah gitu toh. Berarti gede dong tikusnya kasep". Salah satu warga kembali bertanya.
"Gede Bu. Gede banget". Thian menjawab dengan penuh penekanan agar mereka percaya.
"Padahal tak pikir ranjang emak bergoyang karena emak tidurnya gak anteng. Kan suaranya kayak ranjang besi bergoyang itu". Kembali warga lain berpendapat.
"Bukan kok Bu. Itu tikus. Jadi kalian tidak usah khawatir. Kami akan mengatasinya". Thian kembali menjelaskan.
"Ya sudah kalau gitu. Kami pamit. Kalau butuh bantuan, tinggal bilang ya nak kami siap membantu". Salah satu warga berpamitan dan tak lupa mengatakan jika mereka siap membantu.
"Ya pak. Terimakasih atas tawarannya". Thian menangkupkan kedua tangan didepan dada sambil sedikit membungkuk.
Warga sudah membubarkan diri kembali kerumah masing-masing. Thian masih berdiri menatap kepergian para tetangga emak.
"Ampuni Thian ya Allah. Maaf ya Oma. Demi harkat martabat Oma". Thian bermonolog sendiri didepan pintu rumah.
_____
Emak oh emak pencintraan melulu...
Jangan lupa bahagia gaesss
Jempol jangan lupa jempolnya
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 106 Episodes
Comments
Marni Ais
maaf KK aku mau tanya novel yg tentang ibunya si kembar judul nya apa ya yg namanya Eneng mksh aku pengen mbaca LG
2023-02-23
1
Happyy
😅😅
2022-02-09
0
chindi
belum bisa komentar banyak,masih nyimak alur cerita nya dulu hehe😅✌
2021-12-02
2