Terapi

Hari demi hari memang aku lalui bersama dengan kedua orang tuaku di rumahku. Layaknya aku masih belum memiliki suami, bahkan sekarang aku benar-benar telah lupa bagaimana wajah dari suamiku. Suami yang kata orang aku telah memilikinya tetapi sampai saat ini dia jarang sekali menemuiku.

"Rindi kamu harus ingat bahwa kamu adalah seorang istri nak." ucap Ibu sambil membuka foto pernikahanku. Aku melihat album itu tetapi rasanya sangat aneh. Aku tidak merasakan getaran apapun yang disebut cinta. Semuanya hampa entahlah mungkin karena aku sekarang telah mengalami amnesia yang membuatku sangat pusing untuk mengingat masa laluku.

"Aghhhhhh." rintihku sambil memegang kepalaku.

"Jangan dipaksa nak InsyaAllah perlahan kamu pasti bisa mengingatnya."

Aku hanya terdiam mendengar perkataan Ibuku sambil meneteskan air mataku. Kuambil kaca di atas lemari dan melihat wajahku yang masih terluka. Wajahku sekarang tak mulus, penuh goresan luka.

"Mungkin jika suamiku melihat wajahku dia akan takut Bu, biarlah dia tidak menemuiku Bu aku takut jika dia tidak bisa menerimaku."

"Apa maksud kamu Rindi dia itu orang yang baik tidak mungkin jika dia akan meninggalkanmu hanya karena hal ini."

"Assalamuaalaikum." terdengar salam Ibu segera membukakan pintu dan memanggilku.

"Waalaikum sallam. Rindi ada adikmu nak, Adik dari suami kamu nak." aku menghampirinya dan duduk disampingnya.

"Ada apa kamu datang kesini?" tanyaku padanya.

"Kak ini ada makanan buat kamu, dulu kamu suka sekali makanan ini." aku menerimanya dan membukanya.

"Terima kasih." ucapku.

"Gufron apa sudah ada kabar dari Syafron? bagaimana keadaannya sekarang?" tanya Ibu kepada Gufron.

"Dia masih menjalani terapi disana Bu mungkin perlu waktu 1 bulan untuk proses penyembuhan tangannya." jawab Gufron.

"Kasihan sekali dia."

"Setelah dia pulang kesini nanti Kak Rindi juga akan dijemput ke rumah Bu."

*************

1 bulan kemudian.

Syafron telah kembali ke rumah dan menjemput Rindi untuk pulang ke rumahnya. Rindi yang masih belum bisa mengingat jati dirinya pun hanya menurut saja.

"Sayang kamu apa kabar? maaf ya aku baru bisa menjemput kamu hari ini karena harus terapi di luar negeri."

"Iya Mas." jawabku.

"Kamu masih belum bisa mengingat aku?" tanya Mas Syafron.

"Maaf Mas tapi aku benar-benar tidak bisa mengingatnya."

"Tidak apa-apa Sayang jangan terlalu dipaksakan."

Selama perjalanpun aku hanya terdiam dan seperti tidak mengenal suamiku sendiri. Aku melihat tangannya masih penuh perban bahkan tak jarang dia merintih kesakitan saat tiba-tiba ada kendaraan yang menyalipnya dan dia berusaha untuk menghindarinya.

"Mas boleh aku bertanya sesuatu?" tanyaku.

"Boleh Sayang apa?"

"Apa kamu masih mau menerima aku dengan kondisi seperti ini? wajahku rusak bahkan aku sudah tidak punya memori apapun di otakku?"

"Kamu ngomong apa sih Sayang? sudahlah apapun yang terjadi terhadap kamu InsyaAllah kita akan jalani bersama." ucap suamiku.

Mendengar ucapan suamiku aku sedikit merasa lega. Walaupun aku tidak bisa merasakan perasaanku terhadapnya.

"Assalamualaikum."

"Waalaikum sallam."

Aku melihat Ibu dan Ayah menyambut kedatanganku. Mereka adalah kedua mertuaku, mereka sangat ramah sekali.

"Rindi kamu apa kabar nak maaf Ibu dan Ayah masih belum sempat menjenguk kamu."

"Alhamdulillah Rindi baik Ibu."

"Kamu masih belum mengenal kami ya? kita ini mertua kamu nak dan ini Gufron adik kamu." jelas Ibu.

"Iya Ibu." hanya itu kata-kata yang bisa keluar dari mulutku. Aku benar-benar merasa canggung disana. Seperti aku belum pernah kenal dengan mereka.

"Sayang ayo kita masuk ke kamar." aku hanya menganggukan kepalaku.

Di dalam kamarpun aku masih berdiri diam dengan melihat sekitar ruangan. Aku melihat foto pernikahan kita, aku melihat fotoku mengenakan gaun putih bersama lelaki yang sekarang ada di sampingku. Ternyata memang benar dia adalah suamiku.

"Ini foto kita?" tanyaku padanya.

"Iya Sayang ini foto pernikahan kita. aku akan mencari orang yang bisa merawat kamu agar kamu cepat pulih dengan ingatan kamu Sayang, aku janji ."

Aku hanya menganggukkan kepalaku, kemudian aku melihat luka di tangan Mas Syafron masih memar. Dia memeluk tubuhku dengan erat, namun aku hanya terdiam saja. Aku tidak bisa merasakan apa-apa.

"Apa yang sedang kamu pikirkan Sayang?"

"Entahlah Mas aku juga bingung dengan apa yang aku pikirkan saat ini."

"Jangan terlalu dipaksakan Sayang, aku akan mencoba membantumu sedikit demi sedikit untuk mengingat apa yang telah kita lalui bersama."

"Iya Mas."

"Sayang apa kamu masih mengingatku?"

"Maaf Mas tapi aku belum bisa mengingat siapa kamu, bahkan untuk diriku saja aku masih belum tau."

Wajah Mas Syafron terlihat sangat sedih ketika aku menjawab pertanyaannya. Dia memegang tanganku memastikan bahwa dia adalah suamiku. Aku tersenyum kepadanya.

"Mas tidak perlu khawatir aku percaya kalau Mas adalah suamiku. Orang tuaku juga sudah bilang kepadaku bahwa aku adalah seorang istri. Hanya saja sampai saat ini aku belum tau seperti apa aku dahulu."

"Kamu adalah wanita sholehah yang tekun beribadah bahkan tidak ada satupun hal yang bisa mengurangi kebaikanmu Sayang."

"Benarkah itu?"

"Tidak ada kebohongan yang kukatakan tadi."

"Maafkan aku Mas karena aku masih belum bisa mengingat masa laluku."

"Kamu tidak perlu minta maaf Sayang."

Aku meneteskan air mataku karena aku selalu teringat dengan hidupku yang terasa kosong dan hampa seperti ini. Mas Syafron mengusap air mataku yang membasahi pipiku. Kulihat tangannya masih terbalut dengan perban yang sangat kencang. Kuraih tangannya yang masih berada di depanku. Dia menatap mataku dan aku memegang tangannya.

"Apa yang terjadi dengan tanganmu Mas?"

"Waktu itu kita mengalami kecelakaan dan mengakibatkan aku patah tulang dan kamu mengalami amnesia seperti sekarang."

Dia menangis dan menyalahkan dirinya sendiri. Aku tidak tega dia meneteskan air matanya. Aku berusaha untuk menghiburnya.

"Sudahlah Mas ini semua takdir, mungkin Allah sedang menguji kehidupan kita dengan cara seperti ini. Seberapa kuat kita bisa menghadapi semua ini. Tetapi aku yakin kita pasti bisa melewati ini semua."

"Maafin aku ya Sayang ini semua salah aku. Gara-gara aku kamu tidak bisa mengingat apapun yang pernah terjadi."

"Sudahlah Mas itu semua tidaklah penting pasti akan ada hikmahnya dibalik ini semua."

Terkadang aku bisa mengikhlaskan semua yang telah menimpa kepada diriku. Walaupun sebenarnya ini semua terlalu berat untukku bahkan rasanya aku seperti tak mengenal siapa-siapa. Orang tuakupun aku masih belum mengingatnya dengan benar. Aku hanya hidup dengan arahan dari orang sekitarku. Mungkin inilah yang dinamakan lahir kembali ke dunia dengan hal baru. Hal yang tak pernah aku sadari bahwa aku telah melewati ini semua.

Allah menghidupkan aku kembali dengan jiwa yang benar-benar baru. Terima kasih Allah karena Kau telah memberikanku kehidupan di tengah-tengah tangisan orang sekitarku. Tetesan air mata mereka membuatku untuk hidup walaupun aku masih belum bisa mengenal jati diriku sendiri.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!