Mendadak Menikah
“Dia Yah! Dia yang hamilin aku!”
Gara-gara kata keramat itu, di sinilah sekarang Amira berada. Di rumah seorang Alaska Lencana, sebagai istri sah di mata agama dan negara. Gadis SMA itu hanya bisa menggigit bibir takut saat tatapan tajam Laska mengarah padanya.
Pria yang baru memasuki usia dua puluh lima tahun itu, menggeram kesal. Menarik paksa tangan Amira agar gadis itu lekas duduk.
“Kamu bahagia bukan? Akhirnya anakmu itu, punya seorang ayah!” ucap Laska penuh penekanan. Bahkan ia menggenggam tangan Amira dengan sangat kuat.
“Aa! Sakit Om. Kira-kira dong kalau mau megang-megang.” Amira langsung menyentak tangan Laska, beranjak berpindah duduk.
Laska melotot, baru kali ini dia menemukan gadis gila. Bahkan mereka sekarang tinggal satu atap. Andai saja dia bisa menjelaskan semuanya kemarin, pasti semua tidak akan seperti ini.
“Dasar gadis egois!” Laska melangkah pergi meninggalkan Amira sendirian di ruang tamu.
Pandangan yang semula menatap punggung lebar terbalut kemeja putih, kini teralih menatap apartemen tempat yang akan ia tinggali ke depannya. Sebenarnya ada rasa bersalah, tidak seharusnya dia melibatkan Laska dalam masalah ini, tapi Amira tidak punya pilihan.
Kemarin, tepatnya jam 10.00 pagi di hari libur. Keluarga Amira tengah berbincang perihal perjodohan yang akan mereka lakukan, yaitu menikahkan Amira dengan anak teman ayahnya. Sayangnya, Amira menolak, dia tak ingin dijodohkan. Dan bodohnya lagi, dia kabur, ke kota. Bertemu Alaska, dan menjadikan pria itu kambing hitam.
“Amira pulang!” suruh sang ayah. Amira menggelengkan kepala, dia tidak mau dijodohkan dengan pria seperti Denon.
“Enggak mau Yah. Amira enggak mau! Lagian, Amira sudah punya kekasih!” teriak Amira menjadi pusat perhatian beberapa orang yang tengah berjalan kaki di depan toko-toko kota.
“Jangan buat malu! Ayo pulang!”
“Enggak mau Yah. Jangan kasar, Amira sedang hamil!”
Sontak. Genggaman itu terlepas. Pedli—ayah Amira menganga tak percaya, rahangnya mengeras mendengar perkataan sang putri satu-satunya. Ia menatap tubuh mungil Amira dari bawah sampai atas. Berbagai pikiran kotor berkecamuk memenuhi ruang pikirannya.
“Jangan ngelantur Amira! Tidak mungkin, kamu melakukan hal bodoh itu!”
“Amira benaran Yah. Amira hamil.”
“Siapa? Siapa yang menghamilimu?” Pedli bertanya dengan suara meninggi, bahkan tangannya sudah mencengkal erat pergelangan tangan Amira.
Amira gelagapan. Gadis itu mengalihkan pandangan dari tatapan nyalang sang ayah. Dia tidak tahu harus apa, padahal semua ini hanya bohongan. Agar dia terhindar dari perjodohan itu, tetapi ... Ayahnya malah menganggap semuanya benaran.
“Amira, katakan!”
Membuang napas kasar. Mata Amira menelusuri setiap sudut jalan raya. Berharap ada seorang pria yang bisa ia jadikan kambing hitam. Seketika senyumnya terbit, saat melihat seorang pria dengan setelan formal berjalan ke arah toko di belakangnya.
“Dia Yah! Dia yang hamilin aku!” teriak Amira sembari menunjuk pria itu.
“Alaska?” Dahi Pedli mengerut. Ia memandangi putrinya dan pria di depan sana secara bergantian.
“Aku tidak tahu namanya, tapi iya, dia yang ngehamilin aku.”
Mendengar ucapan kedua kalinya Amira, Pedli benar-benar naik pitam. Menghampiri Alaska dengan amarah yang sudah memuncak. Ia mendaratkan satu tinjuan tepat di samping bibir Laska. Amira menjerit, berlari menghampiri sang ayah.
“Ayah sudah! Ayah!”
Laska yang mendapat serangan secara tiba-tiba, kaget. Pasalnya dia tak memiliki salah sedikit pun. Dengan menahan sakit di sudut bibir, Laska bangun.
“Pak Pedli? Apa maksud Bapak?” Jujur, Laska sangat bingung. Partner kerjanya tiba-tiba berlaku kasar.
“Jangan pura-pura bodoh! Apa yang telah kamu lakukan dengan putriku? Ha!”
“Saya tidak mengerti maksud Bapak. Memangnya putri Bapak kenapa?”
“Jangan berlagak bodoh! Kamu ‘kan yang telah menghamili Amira? Jawab Laska!”
“Tidak! Itu tidak benar! Bahkan saya tidak mengenalnya.” Laska mencoba membela diri.
“Bohong! Aku ingat betul, kamu iya kamu yang ngehamilin aku! Waktu itu kamu mabuk.” Amira menggigit bibir bawahnya saat melihat tatapan tajam Laska, namun ia tetap berusaha terlihat tersakiti. Jika tidak, rencananya akan gagal.
“Kamu, nikahi dia!”
“Tapi Pak—“
“Alaska Lencana, pria bertanggung jawab yang selalu di puji banyak orang akan menghancurkan harga dirinya sendiri! Iya kah Alaska?”
Pedli tertawa miris. Ia menatap anaknya dengan sakit, hatinya hancur. Kini tatapannya tertuju pada perut rata Amira. Apakah benar, di sana ada benih Laska?
“Baiklah, saya Alaska Lencana akan menikahi anak Anda.”
Amira melotot mendengar ucapan Laska. Berulang kali matanya mengerjap tak percaya. Bohongan berakhir benaran?
**
“Buat sarapan!” Laska membuyarkan lamunan Amira. Gadis berambut sebahu itu mengerjapkan matanya lalu menatap Laska yang sudah berganti pakaian menjadi piama.
“Apa sarapan? Buat sendiri!” Tanpa memedulikan tatapan tajam Laska, Amira berjalan santai meninggalkan pria itu.
Suasana berubah menegangkan, Laska meraup udara dengan rakus. Menatap jengkel pintu kamar di sebelah kamarnya.
Dasar gila!
Bersabar, hanya itu yang Laska bisa lakukan. Benar kata sang abi, menikah dengan gadis SMA harus mempunyai banyak kesabaran. Ia beranjak menuju dapur, menenggak air minum lalu kembali ke ruang keluarga.
**
Pagi menyapa dengan cahaya matahari yang sudah hampir terang. Laska masih sibuk menata makanan di meja, setelah itu dia beranjak untuk memanggil Amira. Bagaimanapun gadis itu butuh makan, dan dia yang harus bertanggung jawab.
Dua piring nasi goreng sudah terhidang di atas meja. Harum yang menggugah selera menyebar di udara, masuk ke dalam cela-cela kamar Amira. Gadis yang tengah baringan di ranjang, sontak melompat dan berdiri. Seragam yang semula rapi jadi berantakan.
“Harum apa ini? Aih, aku jadi lapar,” ucapnya sembari mengendus-endus.
“Tapi jangan Amira! Gengsi dong sama Om Kulkas itu, masa iya kamu minta sama dia. Ayolah, tahan,” monolognya lagi. Kembali berbaring sambil menutupi hidung dengan tangan.
Tok
“Keluar. Makan.”
Hahaha. Amira tertawa terpingkal-pingkal. Apakah pria yang berstatus sebagai suaminya itu benaran kulkas berjalan? Bahkan menyuruh saja, suaranya terdengar datar dan dingin. Cukup, Amira harus serius sekarang ini. Mumpung mendapat tawaran makan dari Laska, tidak mungkin disia-sia kan oleh seorang Chelsi Amira Putri.
“Ini benaran Om yang buat?” Amira bertanya menggebu-gebu seraya terus menyuapkan nasi goreng buatan Laska.
“Hmm.”
“Enak banget! Gak salah jadiin suami,” ucap Amira dengan santainya.
“Maksudnya?” Dahi Laska mengerut.
“Ya maksudnya, itu, ‘kan enak ada yang masak. Lagian ya, aku sih ogah ke dapur.”
“Kamu—“
“Uda ya Om, Amira sudah selesai. Mau ke sekolah, dadah, muach.” Amira terus melambaikan tangannya, justru semakin membuat Laska menggeram kesal.
Laska memijat pelipisnya, sembari terus menghembuskan napas kasar. Ia beranjak dari duduk, berniat mengambil laptop dan hp, agar segera meluncur ke kantor.
Matanya tak sengaja menangkap sebuah kertas di bawah laptop, mengambil dan membawanya ke ranjang.
Laska terkejut ketika mendapati sebuah tulisan, namun detik berikutnya, dia tahu siapa penulis kertas ini.
Maaf ini ya Om, karena tanpa izin masuk kamar. Tapi, Amira cuma mau bilang, jangan galak, jelek tahu! Dan satu lagi, datar dan dinginnya buang aja, soalnya percis-cis kayak kulkas, bedanya situ lumayan ganteng.
Hemm, kayaknya ada satu lagi deh, ah, iya. Nanti jangan jemput Amira ya, soalnya aku mau senang-senang dulu bareng teman. Eits, gak boleh khawatir, Amira pasti jaga diri baik-baik. Gomawo. Muach
Laska mendecih, apa-apaan ini? Surat yang sangat tidak jelas, menurutnya. Dasar Amira.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 130 Episodes
Comments
Qaisaa Nazarudin
Pasti Alaska akan balas dendam nih akibat Amira menjebaknya dlm pernikahan..
2024-07-06
0
Qaisaa Nazarudin
Kasian Laska yang gak tau papa langsung dapet nogem mentah..Ckk Amira..
2024-07-06
0
dee_an
nyimak
2022-05-17
0