Setelah terjadi perdebatan panjang, akhirnya Laska mengalah dan menuruti keinginan gadis bar-bar itu.
Sudah membuatnya marah tadi pagi, kini gadis itu meminta di antar sekolah dengan embel-embel sang anak dalam perut yang memintanya, padahal tak ada manusia lain di dalam sana.
“Anak kamu, saya yang repot!” gerutu Laska sembari membuka pintu mobil untuk Amira.
“Anak Om juga! Jangan lari dari tanggung jawab!” ucap Amira dengan nada penuh penekanan.
“Saya tidak pernah menyentuh kamu! Bahkan saya tidak kenal kamu!” bantah Laska tak kalah tegas, seketika nyali Amira yang sempat membara menjadi menciut.
“Uda sih, aku telat ni!” Sengaja Amira mengalihkan pembicaraan dan langsung masuk ke dalam mobil.
Membuang napas kasar, Laska pun mengikuti Amira masuk mobil bagian kemudi. Tak ada pembicaraan di dalam perjalanan mereka, hanya hening menyapa. Laksa enggan untuk memulai duluan, dia lebih memilih berdiam diri sembari terus fokus menyetir.
“Nanti turunin aku di dekat halte aja, Om. Jangan depan gerbang,” pinta Amira setelah lama bergelut dengan pikirannya.
“Hmm.”
“Jawab kek. Ham hem terus, memangnya situ Nisa Sabyan,”
“Terserah!”
Keadaan kembali hening, Amira memilih menatap luar jendela dari pada melihat Laska tengah menyetir. Ia tersenyum tak kala mendapati Cinta tengah duduk menunggu bus di halte depan, karena memang dekat dengan jalan menuju perumahannya.
“Om, berhenti di halte itu!” instruksi Amira, dengan cepat Laska mengerem secara mendadak ketika sudah hampir sampai di dekat halte.
“Aduh! Bisa nyetir enggak sih Om?!”
“Bisa. Kamu aja ngagetin,”
“Is, terserah Om aja lah.”
Amira membuka seatbelt lalu keluar untuk menemui Cinta. Rencananya ia mau mengajak gadis berhijab itu untuk bareng bersama Laska, tetapi siapa tahu, Laska malah melajukan mobilnya meninggalkan Amira dengan sejuta kesal gadis itu.
“Dasar Om gila! Om Laska!” Amira terus berteriak memanggil nama Laska, tapi nihil, mobil Pajero putih itu sudah sangat jauh.
“Eh, Amira, kamu ngapain di sini?” Cinta kaget, mendekati Amira yang masih memasang tampang kesal.
“Kamu lihat mobil Pajero putih yang melintas di depanmu tadi, ‘Kan? Itu mobil si Alaska Lencana gila itu, berani-beraninya ninggalin aku. CK, dasar!” Amira terus mengomel membuat Cinta tertawa cekikikan atas tingkah temannya.
“Ya sudah sih, kita naik bus aja,” ajak Cinta.
“Ya sudah deh.”
**
Melangkahkan kaki dengan terburu-buru, Laska menyugar rambutnya pelan. Bisa-bisanya mobil baru itu mogok, jadi terpaksa dia bereskan dulu baru ke kantor. Dan akhirnya dia telat, mana meeting sudah berjalan lagi.
“Ke mana aja Bro? Meeting sudah selesai,” ucap seseorang yang baru saja menepuk bahu Laska.
“Haish, bagaimana? Lancar atau tidak? Aku paling wanti-wanti kalau kamu yang gantiin,”
“Santai. Jelas lancar, ‘kan sudah diajarkan sama pakarnya.” Pria bernama Hari itu tersenyum bangga di hadapan Laska, membuat pria yang tengah berusaha menetralkan deru napasnya jengah.
“Syukurlah,”
“Lagian Lo ke mana aja sih?”
Hari memang sudah dianggap saudara oleh Laska, jadi tak heran bila tak ada embel-embel pak dalam pemanggilannya. Namun, ia tetap profesional bila lagi bersama para klien.
“Mobil mogok, terpaksa aku bereskan dulu,” jawab Laska dengan jujur.
“Masa? Biasanya juga setengah enam sudah sampai di sini.” Hari tertawa saat Laska menatap tajam dirinya. “Canda canda!”
“Sekarang posisinya sudah berbeda. Ada bocah yang harus aku masakan di rumah,” ungkap Laska sambil melangkah memasuki ruangannya.
“Memangnya tuh istri bocil Lo gak bisa masak?”
“Nggak!”
“Hahaha, porsi lengkap ya Bro! Enggak bisa diajak kelon, gak bisa masak juga!”
“Berisik!”
**
Kantin tampak lengang saat Amira masuk, karena memang masih jam pelajaran. Hanya ada beberapa siswa saja, yang memang bolos sama seperti dirinya. Bukan sengaja, hanya saja ia lapar. Padahal tadi pagi sudah makan nasi goreng buatan Laska, tapi ia merasa lapar lagi. Mungkin ini efek datang bulan, ah, iya. Masih pikiran Amira sih.
“Bakso satu ya Buk,” ucap Amira pada ibu-ibu penjaga warung.
“Iya Neng. Bolos ya?” tanya ibu itu sembari menyiapkan mangkuk.
“Iya Buk. Habisnya lapar,” jawab Amira seadanya. Lalu melangkah meninggalkan tempat kasir dan memilih duduk di bangku kantin.
Yang berpikir dia adalah gadis sangat baik, nyatanya tidak. Amira sudah beberapa kali mendapat surat panggilan orang tua, karena selalu bolos. Hanya untuk mendapatkan diskon di mal, ya gadis itu suka berbelanja.
Maka dari itu, sang ayah berniat menjodohkan dia dengan anak temannya yang berprofesi sebagai ustaz. Namun, Amira menolak keras, dia malas harus mendengar ceramah setiap harinya yang pastinya tidak akan memakan waktu sebentar.
Menikah dengan Laska juga bukan hal yang enak. Walaupun tidak mendapat ceramah, tapi dia justru muak karena tak ada bahan pembahasan. Semuanya serba dingin dan datar.
Kalau dipikir-pikir, Amira memang butuh kontak pria itu. Secara kan dia butuh sopir untuk antar jemput. Lagian, juga bisa menjadi bahan untuk mengerjai pria itu juga. Ah, antahlah, pemikiran Amira memang terus-menerus tentang bagaimana mencairkan Kutub Utara yang tinggal dengannya.
“Ini Neng baksonya, jangan melamun mulu,” ucap Bu Sarti sambil meletakkan semangkuk bakso.
“Terima kasih Buk.” Amira langsung melahap, tak lupa mengambil minuman dingin dari kulkas.
**
Perpustakaan tampak begitu tak rame, saat langkah kaki pelan menelusuri dalamnya. Jam pelajaran ketiga, kosong. Jadi Cinta berniat untuk ke perpus saja, membaca buku lebih enak dibanding kumpul bareng yang lain dan bergosip yang akan menimbulkan dosa.
Ia belum menemukan buku bacaan yang pas untuk sekadar mengisi waktu kosongnya. Hingga memilih terus menelusuri lorong yang panjang dan berisi banyaknya rak buku.
Lama ia berjalan, hingga akhirnya terhenti di lorong kedua. Pandangan matanya berbinar tak kala mendapatkan sebuah buku di rak paling atas. Buku yang selalu ia idam-idamkan untuk di baca, namun selalu gagal karena ia tak bisa menjangkau untuk mengambil.
Tingginya yang hanya 165 cm tak sampai, dan harus menelan pil pahit karena tidak bisa membaca. Tapi kali ini Cinta tak ingin menyerah. Melompat dan melompat agar mendapatkan, tetapi nihil, tetap tidak sampai.
Usahanya harus terhenti ketika mendapati dua lengan kokoh berada di samping kiri dan kanan tubuhnya, seperti mengkungkung tubuhnya. Tentu saja membuat Cinta refleks dan langsung membalikkan badan, yang pertama dia lihat adalah wajah dingin nan datar tanpa senyuman sama sekali.
“Dasar pendek!” cemooh pria di depannya, masih menatap Cinta dengan pandangan tajam. “ Mau buku yang mana?” tanyanya saat Cinta tak berkutik. Gadis itu masih tak percaya, tapi langsung tersadar dan membalikkan badannya lagi menjadi menatap rak. Lalu menunjuk buku yang dia inginkan.
“Terima kasih,” ucap Cinta ketika buku sudah berada di genggaman. Berniat ingin pergi, tetapi pria itu malah semakin mendekat.
“Uda, gitu doang?” Tatapan tajam terus terpampang, membuat nyali Cinta semakin menciut.
“Kakak minta apa?”
Pria bernama Alfaliansky Afganda itu hanya terdiam, tanpa berniat menjawab pertanyaan Cinta. Ia masih fokus melihat wajah cantik berhias hijab milik Cinta, gadis yang ia temui di mal beberapa hari lalu.
“Kalau tidak ada, permisi.” Cinta menunduk untuk melewati lengan Alfa. Tentu saja membuat pria itu mendengus kesal.
Gadis aneh.
Bersambung
Jangan lupa like, komen dan vote guys. Karena itu yang membuat semangat saya membara. Terima kasih untuk yang sudah memberikan Like.
Salam cinta dari Alaska.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 130 Episodes
Comments
Aya SiJutek Cuy
itu kayaknya bakal jadi jodohnya cinta dech
2021-12-22
1
Othor Kalem Fenomenal
Ciee cintA ciee
2021-12-03
0
Dek La
maacih cantik😂
2021-12-01
0