Antara iya dan tidak, Amira sangat bingung. Ia tatap lagi pakaian transparan yang sering disebut lingeri itu. Sudah ada berbagai jenis, dengan warna yang berbeda-beda.
Pantas saja tadi penjaga toko begitu gencar menanyainya, ternyata kalau digunakan lebih terlihat ekstrem. Hahaha. Amira tertawa terpingkal-pingkal mendapati tubuhnya yang terbalut lingeri. Sangat ... Tidak lucu.
“Bajunya aneh banget. Bakalan masuk angin gak ya, kalau aku pakai?” Dia kembali tertawa, tetapi langsung terhenti ketika mendengar suara pintu kamar di ketuk.
Tanpa mengganti lingeri dengan piama, dia langsung berlari dan membuka pintu dengan cepat. Sontak membuat kedua bola mata di depannya melotot sempurna.
“Eh, Om Laska, selamat malam Om.” Amira sengaja tersenyum menggoda. Sia-sia jika dia tak melanjutkan aksinya, karena Laska juga sudah melihatnya.
“M-malam,” jawab Laska terbata. Niat hati ingin memanggil Amira untuk makan malam, malah mendapat santapan yang lebih memuaskan. Ais, ada apa denganku?
“Ada apa ya Om?” tanya Amira seraya berjalan mendekati Laska. Memegang pipi Laska dengan lancang.
“Tidak ada,” ucap Laska cepat. Dengan gerakan cepat dia membalikkan badan dan bersiap pergi, tapi sayang, tangannya di cengkal lebih dulu oleh Amira.
Gadis itu tersenyum dengan begitu menggoda. “Mau ke mana sih? Sini, senang-senang yuk!”
Amira tertawa dalam hati dengan puas, mendapati wajah tegang Laska. Dapat ia lihat, pria itu meneguk salivanya berulang kali. Tak sia-sia rencana yang sudah ia pikirkan, ternyata si Kulkas Berjalan benaran tergoda.
“Maaf. Rata kaya tripleks begitu, kamu pikir saya tergoda?” Laska langsung pergi meninggalkan Amira yang terbengong dengan mulut ternganga.
Apa kata pria itu? Tripleks? Aih, Amira terus mengumpat dalam hati.
Masih dengan perasaan yang begitu kesal, Amira menutup pintu dengan membanting. Lalu berdiri di depan kaca rias, menatap pantulan tubuhnya sendiri. Sebenarnya dia tidak terlalu rata, menurutnya malah terlihat begitu menggoda malam ini. Apalagi lingeri ini tali satu, merespon bahunya yang seputih salju dengan jelas.
“Dasar Om-Om kelainan! Bagus aku baik, kasih lihat yang bening-bening!”
**
Kamar bernuansa biru langit menjadi saksi atas sakitnya Laska. Pria itu baru saja mandi, terpaksa dia melakukan itu agar gejolak dalam diri tidak lagi meminta lebih. Dan semua ini karena Amira—si gadis bar-bar itu.
Laska pikir, Amira polos bahkan sangat polos. Nyatanya, bisa berbuat lebih. Ah, untung saja Laska tidak sampai menerkam, entah apa jadinya, jika benar ada benih yang tertanam di sana. Laska tak bisa membayangkan itu.
“Dasar gadis bar-bar!”
**
Angin malam begitu sepoi menerpa wajah, terasa dingin saat mengenai kulit. Namun, sang empu belum juga beranjak dari duduknya. Masih betah menikmati udara yang bergerak cukup kencang.
Cinta lebih memilih menggenggam buku novel dari pada membacanya. Gadis itu berinisiatif untuk melihat bintang yang bertabur indah di langit saja, matanya juga cukup lelah membaca buku terus menerus.
Tiba-tiba pikirannya melalang buana, mengingat kejadian sore tadi di sebuah pusat perbelanjaan. Pria dingin dengan wajah datar, yang dengan enaknya memarahi dia. Padahal pria itu juga bersalah. Cinta tak habis pikir, dan dengan seenak jidatnya, mengatai bahwa Cinta buta.
“Astagfirullah.” Cinta mengelus dadanya dengan perlahan, lalu kembali fokus pada langit.
“Kenapa ngelus dada begitu Dek?”
Cinta tersentak kaget, bahkan sampai beranjak dari duduknya. Pria yang tengah memakai jaket kulit berwarna hitam itu hanya bisa cengengesan sambil mengangkat dua jari tangan.
“Abang! Ngagetin aja sih!” ucap Cinta dengan wajah cemberut. Ia memukul pelan lengan sang abang.
“Hahaha, maaf. Abisnya kamu aneh banget, ngomong sendiri. Ngerih,”
“Aish, suka-suka dong.”
“Iya iya. Jaga diri baik-baik di rumah ya, Abang mau keluar bentar,” ujar sang abang sembari memakai helm.
“Ingat! Jangan pulang malam-malam!”
“Iya iya, bawel deh.”
Setelah kepergian abangnya, Cinta memilih masuk ke dalam rumah. Sendirian di luar juga begitu menakutkan. Ia memilih tidur, sebelum itu tak lupa mengambil wudu dan membaca doa.
**
Gedoran pintu yang begitu keras dan berisik mengganggu tidur seorang gadis, yang kini tengah bergelung selimut tebal. Menutup telinga, Amira tertidur kembali. Tetapi gedoran itu terus terdengar hingga mau tak mau Amira bangun. Dengan perasaan yang begitu kesal, ia membuka pintu.
“Apa sih Om? Pagi-pagi sudah gedor-gedor pintu?” tanya Amira, menguap berulang kali.
“Salat!”
“Om aja deh, aku ngantuk banget,” ucap Amira berniat ingin menutup pintu, tetapi ditahan oleh Laska.
“Salat! Sudah banyak dosa juga, mau nambah dosa lagi?”
“Is. Iya iya, uda sana pergi!” usir Amira sambil mendorong Laska, tetapi pria itu tetap kekeh berdiri di depan pintu kamar Amira.
“Enggak. Takutnya kamu malah tidur lagi. Uda sana wudu, saya tunggu,” kata Laska. Dengan lancang pria itu masuk ke dalam kamar Amira, lalu duduk di ranjang milik gadis itu.
Amira melotot, melihat kelakuan Laska. “Ngapain Om di situ? Sana pergi!”
“Kenapa? Kamar-kamar saya, kenapa kamu yang ngatur?”
“Aish, serah deh!”
Terpaksa Amira masuk ke dalam kamar mandi, mengambil wudu sambil meringis karena dinginnya langsung menusuk tulang-tulang. Padahal matanya masih sangat mengantuk, butuh istirahat lebih lama lagi sebelum nanti bangun untuk bersiap-siap pergi ke sekolah.
“Ayo, salat berjamaah.” Ternyata Laska sudah mengambil sajadah dan membentang untuknya dan Amira. Bahkan pria itu sudah mengenakan sarung dan peci.
Amira mengakui pesona Laska kali ini. Wajah pria itu tampak bersinar dengan peci yang menutupi kepalanya. Tampannya ala kadar, dengan kulit putih bersih.
“Hemm.” Amira hanya berdehem sembari memakai mukena yang sudah disiapkan Laska.
Bukan hanya ketampanan pria itu saja yang dapat memikat Amira seketika, tetapi bacaan salatnya dan suaranya yang begitu merdu juga dapat membuat Amira melayang setinggi langit. Menikmati setiap ayat demi ayat yang menyentuh kalbu.
“Assalamu’alaikum, assalamu’alaikum.”
Setelah mengucapkan salam, Amira langsung melepas mukena dan beranjak untuk kembali tidur.
“Kamu mau ngapain?” Laska menatap Amira dengan wajah bingung.
“Tidur. Mau ngapain lagi memangnya?” Amira balik bertanya dengan santainya. Menarik selimut untuk menutupi tubuhnya.
“Enggak baik setelah salat Subuh kembali tidur, nanti rezekinya hilang,”
“Di patok ayam? Halah, biarin aja.”
Astaga, Laska hanya bisa mengusap wajah, frustrasi. Melihat kelakuan istri kecilnya. Hahaha, iya istri, yang malah dia anggap sebagai adik saja.
“Om ngapain masih di situ? Keluar sana!” usir Amira, ternyata gadis itu belum tertidur kembali.
“Kamu pikir saya om kamu!”
“Enggak sih. Cuma, ya ... terima aja. Umur juga sudah tua.”
“Saya masih dua puluh lima tahun, itu tidak tua!”
“Apanya tidak tua? Justru sudah sangat tua. Kalau muda itu, kayak aku, masih imut-imut.”
“Itu menurut kamu saja,”
“Memang benar. Teman cowokku yang bilang. Bilang saja Om iri, karena enggak aku respons sama sekali. Sorry ya, aku enggak suka Om-Om.” Amira tertawa cekikikan.
“Kamu—“
“Sudah sana, keluar. Masak kek apa kek, yang penting enggak di sini.”
Dengan wajah yang sudah memerah menahan amarah, Laska keluar dan menutup pintu kamar Amira dengan membanting. Ia tak habis pikir dengan gadis itu, sangat menyebalkan.
Bersambung
Jangan lupa like, komen, dan vote guys.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 130 Episodes
Comments
Qaisaa Nazarudin
Sholat..
2024-07-06
0
Qaisaa Nazarudin
Pasti ini Laska kan..
2024-07-06
0
Gina Putri Dental
Amira
awas Lo bucin sama om om 😃
2022-06-08
0