Aku berusaha keras untuk menahan diri agar tidak sampai menghubungi Mita. Kedua ibu jariku mulai menari lincah diatas layar ponselku. Aku membuka akun Instagram-ku. Salah satu ibu jariku mulai menekan mesin pencarian. Nama akun Mita memang sudah menjadi pencarian teratas di mesin pencarian akunku.
Aku mulai mengklik insta story-nya. Aku ingin melihat, apalagi yang dia posting sore ini.
Aku tersenyum miring saat melihatnya menyediakan menu makan malam romantis untuk laki-laki penghianat itu.
"Mita, andai saja aku yang jadi kamu, aku pasti akan menaruh sianida pada makanan itu," gumamku yang sudah terbawa emosi.
"Andai saja makanan itu kamu siapkan untukku, aku pasti tidak akan membuat kamu kecewa."
Aku terus membayangkan yang tidak-tidak. Aku bahkan berpikir untuk menyambangi rumahnya dan menemaninya makan malam. Karena aku sangat yakin, suaminya pasti akan pulang larut malam, atau mungkin bahkan tidak pulang semalaman. Tapi bagaimana bisa aku menghampiri rumah Mita. Aku bahkan tidak tahu dimana alamat rumahnya. Yang aku tahu, mereka hanya tinggal berdua di rumahnya karena mereka belum dikarunia anak.
Ingin sekali aku menanyakan dimana alamat rumahnya tapi aku masih memiliki sedikit akal sehat untuk tidak melakukan hal tersebut. Yang aku takutkan, aku bisa bertindak gila jika aku sampai mengetahui dimana dia tinggal.
...----------------...
PoV Mita
Namaku Mita Sari Devi. Umurku 23 tahun. Aku menikah dengan seorang laki-laki yang sangat aku cintai diusiaku yang tergolong masih sangat muda, yaitu 19 tahun. Saat itu aku masih kuliah tahun kedua.
Aku dan suamiku terpaut usia 7 tahun. Meskipun begitu, aku tetap sangat mencintai dan menyayanginya. Bagi kami berdua, perbedaan usia tidak menjadi masalah.
Setelah lulus kuliah, aku tidak mencari pekerjaan apapun karena suamiku tidak mengijinkan aku untuk bekerja di luar.
Saat ini aku hanya fokus menjadi ibu rumah tangga biasa yang pekerjaan hari-harinya hanya menyibukkan diri mengurus rumah dan suami, karena kami belum dikaruniai anak.
Awalnya kedua orang tuaku tidak setuju aku menikah karena usiaku yang masih sangat muda dan belum lulus kuliah. Sifatku yang sangat manja dan kekanak-kanakan membuat kedua orang tuaku masih belum rela untuk melepaskan tanggung jawab mereka terhadapku. Ibu dan ayahku takut, Kak Indra tidak bisa memperlakukanku dengan baik seperti mereka memperlakukanku.
Aku memang anak mereka satu-satunya. Dari kecil, ibu dan ayahku selalu sangat memanjakanku. Mereka juga begitu over protektif terhadapku. Aku pikir, hal seperti itu wajar-wajar saja.
Aku menikah dengan seorang laki-laki yang bernama Indra Gunawan. Dia bekerja sebagai staf di Kantor Kelurahan di daerah tempat tinggalnya. Tepatnya di samping Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) tempat aku bersekolah dulu.
Baiklah, terlebih dahulu aku ingin menceritakan awal pertemuanku dengan suamiku tercinta, kak Indra. Saat itu, aku baru saja duduk di bangku kelas X (sepuluh). Aku dan teman-temanku berkunjung ke Perpustakaan Kantor Lurah sepulang kami dari sekolah. Kebetulan perpustakaan disana hanya buka sekali seminggu, yaitu setiap hari jum'at saja.
Aku bersama sahabatku yang bernama Rina datang paling terakhir ke perpustakaan. Setelah memilih beberapa buku, aku dan Rina menghampiri staf yang berjaga di meja dekat pintu.
Kebetulan, yang berjaga saat itu adalah kak Indra. Dia bertugas menulis nama peminjam, judul buku, tanggal pengambilan dan tanggal pengembalian buku yang kami pinjam.
Setelah memasukkan data Rina beserta judul buku yang Rina pinjam, kini giliranku yang menyerahkan buku-buku itu di meja kak Indra. Sekilas dia tersenyum saat menatap ke arahku lalu menanyaiku.
"Siapa namamu?"
"Mita Sari Devi, Pak."
"Berapa buku yang kamu pinjam?"
"Tiga buah, Pak."
Kak Indra menulis semua jawabanku lalu dia menyuruhku untuk menyebutkan judul buku yang aku pinjam satu persatu. Setelah semuanya selesai, aku membubuhkan tanda tanganku pada kolom tanda tangan yang sejajar dengan namaku. Setelah itu, aku dan Rina pamit untuk pulang.
Baru saja aku berada di ambang pintu, kak Indra tiba-tiba memanggilku, katanya masih ada yang kurang. Sejenak aku dan Rina saling bersitatap.
"Kemari sebentar!" panggil kak Indra sambil melambaikan sebelah tangannya padaku.
"Saya, Pak?" tanyaku sambil menunjuk diriku sendiri. Siapa tahu yang dia panggil itu Rina yang datang bersamaku.
"Iya. Kamu, Mita. Sini dulu," jawabnya.
Aku pun berjalan menghampirinya sambil mengeluarkan buku-buku yang aku pinjam tadi dari dalam tasku lalu meletakkan ketiga buku itu di hadapannya.
"Kenapa bukunya kamu keluarkan lagi?" tanyanya padaku.
Aku mengerutkan dahiku kurang mengerti dengan ucapannya. Kalau bukan buku-buku ini, lalu apanya yang kurang? Pikirku.
"Terus apanya yang kurang, Pak?"
"Tulis nomor ponselmu disini," jawabnya sambil meletakkan selembar kertas kosong beserta sebuah pulpen di atas meja.
"Oh harus tulis nomor ponsel ya, Pak." Aku pun menulis nomor ponselku di kertas tersebut. Setelah selesai, aku memanggil Rina untuk menulis nomor ponselnya juga.
"Rin! Sini! Tulis nomor ponsel kamu juga," teriakku pada Rina yang sedang berdiri di teras perpustakaaan.
"Tidak usah. Kalian boleh pulang," kata kak Indra cepat. Rina yang sedang berjalan ke arahku segera mengurungkan niatnya.
Sebenarnya waktu itu aku ingin bertanya pada Kak Indra, kenapa hanya aku yang harus meninggalkan nomor ponselku disana, dan kenapa Rina tidak? Padahal kami berdua sama-sama meminjam buku.
Aku segera mengurungkan niatku untuk bertanya padanya saat aku melihat kak Indra berdiri dari tempat duduknya. Sepertinya dia juga ingin keluar dari ruangan itu.
Aku buru-buru memasukkan buku-buku itu kedalam tasku sambil berlari ingin mendahuluinya keluar dari ruangan tersebut. Tanpa aku sadari, aku menjatuhkan kartu pelajarku. Kak Indra yang memungutnya malah sengaja tidak memanggilku dan membiarkan aku pergi bersama Rina tanpa memberikan kartu identitas itu padaku.
Hari senin kemudian, aku dan Rina beserta teman-temanku yang lain pergi ke kantin disaat jam istirahat. Kami duduk di meja panjang yang dilengkapi dengan banyak kursi dan duduk saling berhadap-hadapan.
Saat aku mulai memasukkan bakso suapan pertama, tiba-tiba seseorang duduk di sampingku. Aku mendongakkan kepalaku saat menyadari bayangan seorang laki-laki yang mengenakan seragam berwarna khaki sedang mengambil tempat duduk di sampingku.
Tadinya aku pikir yang duduk disampingku itu salah satu guru di sekolahku. Ternyata bukan, yang duduk itu ternyata kak Indra.
Aku mengernyitkan dahiku saat melihat kak Indra juga ada disana. Ini pertama kalinya aku melihatnya datang ke kantin sekolah kami.
"Hai." Kak Indra menyapaku sambil tersenyum. Aku membalasnya dengan mengangguk sopan lalu kembali menyantap baksoku.
Saat aku tengah asyik menyantap baksoku, feeling-ku mengatakan, seseorang pasti sedang memperhatikanku. Aku menoleh ke arah kak Indra, ternyata dia memang sedang memperhatikanku.
Aku tersedak. "Uhuk uhuk." Dengan cepat aku meraih air aq*a gelas yang ada di hadapanku yang memang sudah aku siapkan sebelumnya. Teman-temanku hanya menatapku sekilas lalu kembali menyantap makanan mereka masing-masing.
"Pelan-pelan, Mita makannya," ucap Rina yang duduk disamping kiriku. Dia lalu kembali menyantap makanannya sama seperti anak-anak lainnya.
Sambil menyesap air mineralku, aku kembali melirik ke arah kak Indra, aku melihat kak Indra masih menatapku sambil masih menyunggingkan senyuman di bibirnya. Aku jadi salah tingkah, rasanya selera makanku jadi hilang seketika. Tapi aku tetap berusaha untuk kembali menyantap makananku, aku mencoba untuk tidak mempedulikan keberadaan kak Indra di sampingku agar makananku tidak mubazzir.
Tidak tidak. Aku tidak bisa seperti ini. Kenapa sih orang aneh ini selalu memperhatikan aku saat aku sedang makan? Memangnya dia tidak punya kerjaan lain apa? Batinku yang merasa risih dengan keberadaan kak indra saat itu.
Mangkuk baksoku masih tersisa setengahnya, tapi aku sudah tidak berselera makan lagi. Aku segera berpamitan pada teman-temanku untuk pulang dulu ke kelas.
Setelah membayar makananku pada pemilik kantin, aku segera beranjak meninggalkan tempat makan itu. Saat aku keluar dari kantin, seseorang tiba-tiba menarik pergelangan tanganku. Aku menengok ingin melihat siapa yang sedang menarik tanganku, aku begitu terkejut saat melihat ternyata kak Indra yang berada disana.
"A-ada a-pa, Pak?" tanyaku terbata. Aku merasa sedikit takut padanya. Entah kenapa, aku juga tidak tahu.
Apakah aku punya utang pada orang ini? Bukankah jadwal pengembalian bukunya hari jumat nanti. Batinku sambil menarik tanganku yang ada didalam genggamannya.
"Jangan takut. Saya cuma ingin mengembalikan ini," jawab kak Indra sambil membalikkan tanganku yang ada di dalam genggaman tangannya lalu meletakkan kartu pelajar milikku diatas telapak tanganku.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 40 Episodes
Comments
Maharani Putri
hahaha bener
2022-07-21
0
Yusni Ali
Seandainya kamu tahu siapa suami tercinta mu itu Mita....suami tukang selingkuh.
2022-04-25
0