Setelah keluar dari rumah sakit, aku diizinkan berkeliaran di muka bumi dengan syarat setiap satu bulan dua kali aku datang ke rumah sakit untuk pemeriksaan dan jika terjadi sesuatu padaku atau ada reaksi lain dari tubuh ini aku diminta untuk melaporkan, tak ada yang disembunyikan.
Satu lagi yang diminta Dokter Alex, Aku harus merahasiakan identitas ku.
Tidak ada tempat tujuan selain rumah tua nan reot, rumah tua ini harta satu-satunya yang ku punya setelah sepeninggalan ibu. Saat umurku menginjak enam tahun ayah mengalami kecelakaan dan pergi ke sisi Tuhan lebih dulu.
Kakek ku yang baik, bijaksana, tampan dan tempramen mengusir aku dan ibu dari rumah, katanya ayah meninggal disebabkan kami dan ibu sedikitpun tak dapat warisan mendiang suaminya, termasuk aku. Padahal aku aku ahli warisnya, karena aku satu-satunya anaknya.
Ibuku menjual perhiasannya untuk membeli rumah ini dan memulai hidup baru.
Setiap dinding rumah ini mengingatkanku akan kenangan bersama ibu yang sekarang sudah pergi. Namun anehnya rumah ini tak berdebu, padahal sudah ditinggal tiga minggu. Selama aku koma siapa yang membersihkan rumah ini?
"Kamu siapa?" Aku kaget ketika suara lembut terdengar dari belakangku, sontak berbalik badan.
Wanita cantik berambut pendek berdiri dihadapanku, aku tak ingat kalau aku ada sepupu atau kerabat seperti dia. Selama hampir 30 tahun hidup di dunia ini, belum pernah sekalipun saudara atau sepupu ku datang berkunjung.
Mata kami ketemu, mata bulat dan bulu mata yang tebal semakin meyakinkanku kalau dia bukan sepupuku atau kerabatku, perasaanku mengatakan begitu.
Lalu siapa wanita ini?
"Kamu siapa?" Wanita itu mengulangi pertanyaannya, membuyarkan lamunanku.
"A-aku,,, aku Govan, saudara Bima," kataku sedikit terbata-bata.
Cewek itu menatapku curiga, "Apa anda berbohong? Bima tidak memiliki saudara,"
"Untuk apa aku berbohong? Apa kau tak lihat wajahku dan foto dia mirip." Aku menujukan foto cowok berbadan gempal di dinding. Yah itu fotoku.
"Kami terpisah sejak kecil, aku kira akan bertemu dengannya lagi bercanda ria dan mengobrol seperti layaknya kakak beradik, namun nyatanya dia sudah pergi ke sisi Tuhan. Aku tak menduganya sama sekali, dia lebih cepat pergi menyusul orang tuaku," Sambung ku sok dramatis mengusap air mata palsu.
Untung saja aku menghapal skenario yang diberikan dokter dengan begini tidak ada yang mencurigai ku, oh thanks you dokter Alex, kau tidak hanya merawatku kau juga mempersiapkan kebohongan besar ini.
Tapi entah mataku yang kabur atau gimana, aku lihat mata wanita ini bengkak seperti habis menangis. Apa wanita ini habis menangisi seseorang?
"Ternyata begitu, maaf sudah menduga yang tidak tidak," katanya sopan.
"Gak apa-apa, maklum setiap orang pasti tidak mengenlali saya." Kulihat wanita itu terdiam sejenak, "Apa kamu yang membersihkan rumah ini?"
Wanita itu mengangguk, tak lama kami ngobrol dia langsung pergi katanya mau ke sekolah nanti terlambat, tadi dia kebetulan lewat dan melihat pintu rumah ini terbuka jadinya dia mampir, katanya gitu.
So, aku berterimakasih banget ada yang mau merawat rumah ini saat aku tidak ada, tapi sangat disayangkan aku lupa menanyakan nama wanita iitu Namun hatiku bertanya-tanya, kenapa dia mau membersihkan rumah tua ini?
***
Kreeet...
Decit lemari tua ketika ku buka, telur-telur kayu lapuk berjatuhan di lantai maklum lemari tua dimakan rayap.
Ais sudah berapa lama aku tak buka lemari tempat penyimpanan baju lama ini, bau apek menyengat hidung ketika lemari terbuka lebar. Kalau baju lamaku pas di tubuh ini mungkin tidak aku unbooksing lemari tua ini, mengingat diriku berubah tentunya baju lamaku tidak pas. Baju gajah mana muat untuk jerapah? betul bukan?
Kuambil kardus appel merah dari dalam lemari paling bawah, seingatku baju almarhum ayah aku letak disini, mana tau masih muat daripada pakai baju kebesaran plus tergantung kelihatan pusat aca aca nehi nehi kan gak lucu, mending pakai baju lama toh tubuh baruku ini sangat tinggi seperti ayahku dulu.
Ketika kardusnya dibuka.
Buuuusss...
Debu debu berterbangan menggelitik hidung, berkali-kali aku bersin menghempas bakteri gak punya adab masuk hidung tanpa permisi. Setelah dirasa mendingan aku membongkar isi kotak, terdapat baju ayah yang sedikit kusam kemakan usia.
Kuambil satu, tes di depan cermin pas atau tidak.
"Pas." Aku bergaya di depan cermin lihat baju yang ku kenakan. Lumayan lah meski bau apek, asal bisa di pakai.
Aku kumpulan semua pakaian yang bisa di pakai, sisanya disimpan. Baju lama ayah yang bau apek ku cuci untuk dipakai nanti.
***
"Wow lihat siapa itu?"
"Gila tampan benget."
"Kyaaa! Dia model atau artis, tampan banget."
Hidungku kembang kempis menerima pujian mereka, pipiku merona mendapatkan pujian. Baru kali ini lo aku dapat pujian dari wanita, biasanya dicibir terus.
Aku jadi pusat perhatian di jalan, ternyata jadi ganteng itu menyenangkan, apalagi dapat pujian. Beh hati terasa melayang, rasanya anda seperti menjadi airomen.
Semua mata terus tertuju padaku di manapun aku berada bahkan mbak kasir minimarket sampai gak fokus kerja, matanya kerap mencuri pandangan ketika aku mengantri. Oh ayolah, hatiku sudah terlalu melayang jangan ditambah lagi.
Ketika perjalanan pulang langkah kakiku terhenti di depan perusahaan periklanan tempat aku bekerja dulu, tempat yang begitu menyedihkan mungkin tidak akan menginjak kan kaki ke tempat itu lagi, terlalu banyak kejadian buruk yang kualami disana dari kerja bagai kuda, badut perusahaan, dan selalu jadi kambing hitam. Manajernya juga galak plus mata keranjang, setiap hari kerjanya nindas karyawan.
"Ih! Jangan injak disitu! Itu kan bekas mayat bab*!" jerit histeris cewek.
Eh? Aku menoleh melihat gadis itu menarik tangan temannya agar terhindar dari tempat aku jadi manusia geprek.
Dasar, apa aku sehina itu? Apa aku sejijik itu sampai bekas bunuh diri pun mereka tak mau injak?
Aku ingin marah tapi apalah daya, kalau aku marah-marah nanti dibilang orang gila meski wajah tampan tetap saja bikin malu.
Aku berbalik badan dari perusahaan itu, melangkah pulang dengan hati yang sedikit kesal.
***
"EAAAAAKk... fyuh kenyang." Aku bersendawa sambil mengusap perut yang terisi penuh.
Tak henti-hentinya aku bersendawa, baru kali ini aku makan seenak ini.
"Dokter itu baik juga memberiku uang untuk hidup, tapi kalau uang ini habis berati aku harus cari kerjaan dong." Aku berpikir sejenak.
"Dimana aku bisa bekerja ya, sedangkan aku tak punya kartu identitas? Hmm..." Aku berpikir keras sekeras hati mantanmu yang menolak untuk balikan. Eaaa...
"Jadi karyawan butuh identitas. Bagaimana jadi tukang angkut barang di pasar? Mungkin gak perlu kartu identitas, tapi apa tubuh ini mampu ngangkat berat-berat? Ais..." Aku mendesis mengacak rambut.
Hah, kepalaku terasa pusing memikirkan semuanya, mungkin aku ini warga negara yang baik dan taat dengan pemerintah makanya takut di tangkap, karena tidak memiliki identitas.
Dan lebih parah lagi...
Aku tak bisa selamanya hidup tanpa identitas, cepat atau lambat aku akan ketahuan dan dan dan orang orang berotak fraktansen akan menangkap ku! OH TIDAK! AKU TAK INGIN JADI BAHAN PENELITIAN MEREKA!, batinku.
Aku tak berani membayangkan diriku di bedah oleh mereka terus dimasukkan dalam tabung berisi air, Ais aku jadi ketakutan mengingat ekperimen mengerikan di film film.
Ini harus pandai pandai menyembunyikan identitas.
Dreeeet...
Ponsel yang diberikan dokter berdering di atas meja makan, ku angkat panggilan tersebut.
"Halo."
"..."
"NANIIIIIII?!" pekik ku kaget mendapat kabar yang bakal menggemparkan sejagat raya. Jantungku bahkan berdetak dua kali lipat.
Tuhan ini kah takdir yang kau berikan padaku?!
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 41 Episodes
Comments
Abai ꋊ
Tuhan mempermainkn lu Bim🤪
2022-01-05
0
Dir (Hiatus)
Hidup barumu pasti lebih beruntung kali ini bima
2021-12-24
0
utih 𝓝
"SELAMAT ANDA MEMANG UNDIAN 100 JUTA RUPIAH BONUS ANAK BINI DENGAN VARIAN WARNA TERPISAH!"
2021-12-24
0