5. Boyong ke Rumah Orang Asing tapi Suami Anisa

"Anisa pamit Bu," ucap Anisa dengan memeluk erat sang ibu.

Maesaroh membalas pelukan itu. Diusapnya punggung sang anak. Setelah dirasa cukup Maesaroh melepas pelukan itu.

"Ingat Ndok, kamu sudah jadi seorang istri. Baktimu kini harus kamu tujukan ke suamimu. Dia pemimpin dalam rumah tanggamu. Manut apa yang suamimu katakan selagi itu tidak melanggar syariat Islam," nasehat ibu Maesaroh.

Anisa mengangguk. Mulutnya beku karena tangis yang tak juga bisa dia hentikan.

"Sudah jangan nangis terus nanti mata kamu malah bengkak," pinta ibu Maesaroh dengan mengusap air mata Anisa.

"Anisa nanti akan sering pulang Bu, ibu selalu jaga kesehatan," ucap Anisa sambil sesenggukan.

Maesaroh tersenyum mendengar penuturan anaknya, "Ya Ndok ibu akan selalu jaga kesehatan. Apalagi kamu, juga harus jaga kesehatan karena sehat kamu itu sangat penting untuk anak kamu yang ada di sini," ucap ibu Maesaroh dengan mengelus perut rata Anisa.

Anisa mengangguk kembali. Dia sampai lupa di perutnya ada mahluk hidup yang perlu dia jaga.

"Nak titip Anisa ya. Jaga dan bimbing dia. Tegur kalau dia salah," pesan Maesaroh.

"Ya Bu," jawab Panji.

Panji masukkan barang-barang bawaan. Selesai itu dia pamit mencium punggung tangan sang mertua sebagai tanda pamit. Kakinya kemudian melangkah ke pintu mobil.

"Itu Nak Panji sudah membukakan pintu mobil kamu, buruan masuk mobil," ujar Maesaroh sedikit menarik Anisa agar jalan karena kaki Anisa begitu alot untuk beranjak.

"Ibu...," kembali Anisa memeluk ibunya dan tangis yang sempat terhenti terdengar kembali.

"Astaghfirullah haladhim...Anisa sudah masuk mobil. Kamu cuma ke Jakarta kenapa nangis terus," Maesaroh melepas pelukan Anisa dan mendudukkan pantatnya di dalam mobil.

"Assalamualaikum Bu." ucap Anisa dengan melambaikan tangan.

"Waalaikum salam," jawab Maesaroh membalas lambaian tangan.

Mobil kemudian melaju, melesat membelah jalanan desa yang masih asri nan indah. Melewati jalanan yang di tumbuhi pohon Pinus. Selang 10 menit berganti melewati jalan yang kanan kiri menjulang tinggi pohon jati. Pohon yang nampak segar setelah dedaunannya jatuh di musim kemarau dan kini berganti dengan daun baru yang lebih hijau. Jalanan nampak sedikit basah karena tadi malam hujan kecil turun.

Tiga puluh menit berlalu mereka sudah di kawasan kabupaten. Pemandangan pohon Pinus dan jati yang menjulang tinggi kini berganti dengan bangunan gedung, perumahan, pertokoan yang berjejer dengan banyak orang dan kendaraan yang lalu lalang di jalanan.

Anisa masih terdiam terpaku menyaksikan segala yang dia lewati. Namun, otaknya terus berputar pada nasib diri dan anak yang ada dalam kandungan nanti. Mata Anisa melirik ke arah lelaki yang ada di sampingnya.

"Apa memang seperti ini dia? Lebih banyak diam? Bagaimana aku harus memulai pembicaraan?" monolog batin Anisa.

"Ada apa? Kamu sudah lapar?"

Anisa langsung menggelengkan kepala. Walaupun nyatanya perut dia terasa lapar, hingga...

kruyuk...

Anisa memegang perutnya "Dasar perut tidak tahu malu," umpat Anisa dalam hati.

Panji hanya menarik satu sudut bibirnya mendengar bunyi perut Anisa.

"Dasar bocah!" gumamnya kemudian.

Anisa mencibirkan bibirnya mendengar gumaman lelaki yang terpaut 11 tahun itu.

Panji menghentikan mobil di salah satu resto sea food yang biasa dia singgahi kalau pulang ke kampung halaman.

"Turunlah," pinta Panji setelah melepas seat belt- nya.

Anisa mengangguk dan tangannya meraba seat belt untuk membukanya. Niat hati ingin meminta bantuan Panji karena Anisa kesulitan membuka seat belt tapi dia sudah melangkah keluar dari mobil.

"Isst...kalau di drama televisi si cowok pasti sudah membantu buka ini sabuk," gerutu Anisa sambil memukul seat belt. Walaupun dia istri yang tidak dianggap setidaknya sebagai seorang wanita apalagi status masih istri senang kalau diperlakukan romantis.

"Itu bocah kenapa belum juga keluar!" geram Panji dengan membuka pintu mobil. "Kamu mau tetap di sini!?" ketus Panji dengan tatapannya yang tajam.

Anisa nyengir dengan menunjuk seat belt yang dia pegang tapi susah untuk dilepas.

Panji mendengus kesal dan dengan terpaksa mendekat ke Anisa untuk membuka seat belt itu.

"Begini saja tidak bisa!" gerutu Panji.

Namun yang diajak bicara malah memejamkan mata dengan menyesap aroma wangi tubuh Panji. Tangan Panji langsung noyor kepala Anisa yang mendekat ke tubuhnya.

Anisa tersadar, "Ma...maaf," ucap Anisa yang langsung turun dari mobil melangkah meninggalkan Panji.

"Baru satu hari tapi aku sudah stres menghadapi kamu!" batin Panji merasa kesal dengan Anisa. Tangannya refleks memijat kedua pelipis.

"Kamu pesan apa?"

"Kakak kok tahu tempat ini tempat yang ingin aku datangi," ucap Anisa sambil kemudian duduk dan membaca menu yang tertulis di buku menu.

Panji hanya mendengus mendengar ucapan Anisa.

"Dulu waktu masih sekolah, temanku pernah ngajak makan di sini dan makanannya memang enak Kak," cerocos Anisa.

"Tempatnya nyaman, bersih, luas, ada tempat ibadahnya, ramah lagi pelayannya," sambung Anisa.

"Aku pesan ikan bakar gurame sambal pedas. Satu es jeruk manis, tempe goreng jangan lupa ya Kak."

"Mbak...," panggil Panji pada salah satu pelayan resto.

"Ya Mas, mau pesan apa?"

Dagu Panji menunjuk Anisa agar memesan makanan.

"Ikan bakar gurame sambal pedas, es jeruk manis, tempe goreng satu porsi."

"Sudah itu Mbak?"

"Ya sudah," jawab Anisa.

"Masnya pesan apa?"

"Sama dengan dia."

"Ditunggu ya Mas, Mbak.

Anisa tersenyum mengangguk. Lain dengan Panji yang hanya diam tanpa jawaban.

Pelayan itu melangkah pergi.

"Issst...sombong sekali, diajak senyum saja tidak balas," batin Anisa menatap Panji yang tanpa ekspresi menyahuti sang pelayan.

"Ada masalah?" tanya Panji merasa tatapan Anisa penuh interogasi.

Anisa langsung menggelengkan kepala. Namun bibirnya mencibir.

"Kalau begitu jangan menatapku seperti itu!"

"Hmmmm...," dengung Anisa merasa kesal seperti bicara dengan robot.

"Alhamdulillah...," ucap Anisa setelah semua makanan yang dia pesan habis dalam waktu cepat. Kehamilannya memang membawa perubahan besar pada porsi makan. Tidak ada makanan yang dia pantang, mual pagi atau setelah makan juga tidak dia rasa.

Panji melirik Anisa yang melangkah cuci tangan di wastafel.

"Maaf ya Kak, aku itu kalau makan cepat sekali,"

"Dan banyak," celetuk Panji.

Anisa tersenyum merasa tersindir karena setengah porsi ikan gurame yang Panji pesan diberikan ke Anisa dan habis pula dia makan.

"Kita salat Magrib dulu Kak," ajak Anisa.

"Ka...kamu duluan yang salat." jawab gugup Panji.

Anisa mengangguk dan melangkah ke Musala yang ada di resto itu.

Sepuluh menit berlalu. Anisa sudah rapi dengan hijab yang dia kenakan dan menenteng mukena yang baru dia pakai. Matanya mencari keberadaan Panji yang sudah tidak duduk di kursi makan mereka.

"Mbak, mas yang tadi duduk di sini dimana ya?" tanya Anisa pada salah satu pelayan.

"Oh...tadi keluar Mbak," jawabnya.

"Terima kasih ya Mbak."

"Ya."

Anisa keluar, berjalan ke arah mobil yang terparkir di tempat parkir resto. Benar saja di situ ada lelaki yang bertubuh tinggi, tegap, tangan yang kokoh dia silangkan di dada, kulit yang putih, rambut pendek hanya 5 cm bergaris pinggir dan bulu-bulu halus tumbuh di rahang sampai dagu yang membuat wajah tampannya semakin berkharismatik.

"Sudah gantian Kakak yang salat,"

"Hmmm," dengung Panji tidak menghiraukan ucapan Anisa. Pantatnya dia dudukkan di jok kemudi. Anisa pun ikut mendudukkan pantatnya.

"Dosa tahu meninggalkan salat," ucap Anisa dengan polos seakan menceramahi sang anak.

Mata Panji menatap lekat mata Anisa kemudian beralih menatap perut Anisa isyarat untuk Anisa mengoreksi kalimatnya tentang dosa.

Anisa terdiam. Nyatanya benar apa yang diisyaratkan Panji.

Setelah menempuh jarak 5 jam lebih sampailah mereka di rumah mewah milik keluarga Darmawan.

"Bangun sudah sampai,"

Anisa menggeliat membuka matanya bulat melihat mobil yang terparkir di rumah mewah.

"Ini rumah Kakak?"

"Bukan, aku hanya numpang, ini rumah almarhum kakek."

"Oh..."

Anisa mengekor Panji masuk ke rumah.

"Barangnya tidak diambil?"

"Biar pak Mus yang ambil," jawab Panji.

"Assalamualaikum...," ujar Anisa.

Namun tidak jua dapat balasan.

"Panji, larut sekali kamu pulang?"

"Oma..," sapa Panji dan tangannya segera menarik tubuh Anisa untuk ikut menyapa omanya.

"Oma," sapa Anisa dengan mencium punggung tangan wanita yang dipanggil oma.

Oma Sartika nampak tercengang dengan kedatangan Anisa. Matanya menatap kedip menatap Anisa kemudian menatap sekilas ke Panji isyarat meminta penjelasan pada Panji.

"Dia istriku Oma?"

"Apa!?," terkejut oma matanya membulat meminta penjelasan lebih pada Panji.

"Kami istirakhat dulu, sudah larut malam," pamit Panji dengan menggandeng tangan Anisa untuk mengikutinya naik tangga dan masuk ke kamar.

"Panji!" teriak oma meminta penjelasan lebih dengan kilat mata yang menatap tajam dan napas yang naik turun tidak beraturan menahan amarah.

Terpopuler

Comments

Yusra Erianti

Yusra Erianti

sampe bab ini aku heran ya kenapa Anisa bisa melakukan zina sementara karakternya disini alim .apa itu hanya topeng doang

2022-10-02

0

Yusra Erianti

Yusra Erianti

sampai sekarang

2022-10-02

0

Ifti Nisa

Ifti Nisa

sabar ya anisa,, ini baru awal ko. nanti juga klo udah lama berumah tangga nanti panji bisa bucin sama kamu🤣🤣🤭

2022-09-08

0

lihat semua
Episodes
1 1. Kepergianmu dan Kehamilanku
2 2. Pergi untuk Selamanya
3 3. Hamil di Luar Nikah
4 4. Menikah dengan Pengganti
5 5. Boyong ke Rumah Orang Asing tapi Suami Anisa
6 6. Berakting Selayaknya Suami Istri
7 7. Bertemu dengan Kekasih
8 8. Bakso Paku
9 Bab 9 Cabe-cabean dan Ayang Beb
10 Bab 10
11 Bab 11
12 Bab 12
13 Bab 13
14 Bab 14
15 Bab 15
16 Bab 16
17 Bab 17
18 Bab 18
19 Bab 19
20 Bab 20
21 Bab 21
22 Bab 22
23 Flashback Tragedi itu
24 Bab 24
25 Bab 25
26 Bab 26
27 Bab 27
28 Terungkapnya Misteri Kehamilan Anisa
29 Tragedi Pisang Kupas
30 Pilih Aku atau Dia?
31 Bertemu dengan Calon Mertua
32 Meminta Izin Datang ke Pesta Ulang tahun
33 Bab 33
34 Bab 34
35 Bab 35
36 Bab 36
37 Bab 37
38 Bab 38
39 Bab 39
40 Bab 40
41 Bab 41
42 Bab 42
43 Bab 43
44 Bab 44
45 Bab 45
46 Bab 46
47 Bab 47
48 Bab 48
49 Bab 49
50 Bab 50
51 Bab 51
52 Bab 52
53 Bab 53
54 Bab 54
55 Bab 55
56 Bab 56
57 Bab 57
58 Bab 58
59 Bab 59
60 Bab 60
61 Bab 61
62 Bab 62
63 Bab 63
64 Bab 64
65 Bab 65
66 Bab 66
67 Bab 67
68 Bab 68
69 Bab 69
70 Bab 70
71 Bab 71
72 Bab 72
73 Bab 73
74 Bab 74
75 Bab 75
76 Bab 76
77 Bab 77
78 Bab 78
79 Bab 79
80 Bab 80
81 Bab 81
82 Bab 82
83 Bab 83
84 Bab 84
85 Bab 85
86 Bab 86
87 Bab 87
88 Bab 88
89 pengumuman
90 Bab 89
91 Bab 90
92 Bab 91
93 Bab 92
94 Bab 93
95 Bab 94
96 Bab 95
97 Bab 96
98 Bab 97
99 Bab 98
100 Bab 99
101 Bab 100
102 Bab 101
103 Bab 102
104 Bab 103
105 Bab 104
106 Bab 105
107 Bab 106
108 Bab 107
109 Bab 108
110 Bab 109
111 Bab 110
112 Bab 111
113 Bab 112
114 Bab 113
115 Bab 114
116 Bab 115
117 Bab 116
118 Bab 117
119 Bab 118
120 Bab 119
121 Bab 120
122 Bab 121
123 Bab 122
124 Bab 123
125 Extra Bab 1
126 Extra Bab 2
127 Extra Bab 3
128 Datang menyapa
129 novel baru
130 kembali datang
Episodes

Updated 130 Episodes

1
1. Kepergianmu dan Kehamilanku
2
2. Pergi untuk Selamanya
3
3. Hamil di Luar Nikah
4
4. Menikah dengan Pengganti
5
5. Boyong ke Rumah Orang Asing tapi Suami Anisa
6
6. Berakting Selayaknya Suami Istri
7
7. Bertemu dengan Kekasih
8
8. Bakso Paku
9
Bab 9 Cabe-cabean dan Ayang Beb
10
Bab 10
11
Bab 11
12
Bab 12
13
Bab 13
14
Bab 14
15
Bab 15
16
Bab 16
17
Bab 17
18
Bab 18
19
Bab 19
20
Bab 20
21
Bab 21
22
Bab 22
23
Flashback Tragedi itu
24
Bab 24
25
Bab 25
26
Bab 26
27
Bab 27
28
Terungkapnya Misteri Kehamilan Anisa
29
Tragedi Pisang Kupas
30
Pilih Aku atau Dia?
31
Bertemu dengan Calon Mertua
32
Meminta Izin Datang ke Pesta Ulang tahun
33
Bab 33
34
Bab 34
35
Bab 35
36
Bab 36
37
Bab 37
38
Bab 38
39
Bab 39
40
Bab 40
41
Bab 41
42
Bab 42
43
Bab 43
44
Bab 44
45
Bab 45
46
Bab 46
47
Bab 47
48
Bab 48
49
Bab 49
50
Bab 50
51
Bab 51
52
Bab 52
53
Bab 53
54
Bab 54
55
Bab 55
56
Bab 56
57
Bab 57
58
Bab 58
59
Bab 59
60
Bab 60
61
Bab 61
62
Bab 62
63
Bab 63
64
Bab 64
65
Bab 65
66
Bab 66
67
Bab 67
68
Bab 68
69
Bab 69
70
Bab 70
71
Bab 71
72
Bab 72
73
Bab 73
74
Bab 74
75
Bab 75
76
Bab 76
77
Bab 77
78
Bab 78
79
Bab 79
80
Bab 80
81
Bab 81
82
Bab 82
83
Bab 83
84
Bab 84
85
Bab 85
86
Bab 86
87
Bab 87
88
Bab 88
89
pengumuman
90
Bab 89
91
Bab 90
92
Bab 91
93
Bab 92
94
Bab 93
95
Bab 94
96
Bab 95
97
Bab 96
98
Bab 97
99
Bab 98
100
Bab 99
101
Bab 100
102
Bab 101
103
Bab 102
104
Bab 103
105
Bab 104
106
Bab 105
107
Bab 106
108
Bab 107
109
Bab 108
110
Bab 109
111
Bab 110
112
Bab 111
113
Bab 112
114
Bab 113
115
Bab 114
116
Bab 115
117
Bab 116
118
Bab 117
119
Bab 118
120
Bab 119
121
Bab 120
122
Bab 121
123
Bab 122
124
Bab 123
125
Extra Bab 1
126
Extra Bab 2
127
Extra Bab 3
128
Datang menyapa
129
novel baru
130
kembali datang

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!