2. Pergi untuk Selamanya

Dia terduduk di depan jenazah sang kekasih masih dengan derai air mata yang tidak mampu dia hentikan. Rasa lemas menjalar ke seluruh tubuh, tulang belulang seperti lepas.

"Istighfar Ndok, Istighfar," pinta Maesaroh sambil mengelus punggung anaknya.

"Mas Faisal...," panggilan itu masih dia tujukan untuk sang kekasih namun tubuh itu tetap diam kaku dengan kedua tangan melipat di dada dan mata yang terpejam.

"Mas...," kali ini Anisa menyentuh pipi sang kekasih.

"Astaghfirullah Anisa...," ibu Maesaroh mengangkat bahu anaknya agar berpindah tempat.

"Jangan sampai air mata kamu jatuh di nak Faisal, kasihan nak Faisal," ucap ibu Maesaroh sambil memapah anaknya menjauh dari jenazah.

Silih berganti tetangga bahkan kerabat berdatangan ikut bela sungkawa atas musibah yang menimpa keluarga Kyai Syamsuddin.

Surah Yasin juga terdengar menggema dari berbagai sudut ruangan.

Kyai Syamsuddin bangkit dari tidur, tangannya meraba tepi ranjang, kakinya sudah dia turunkan dari ranjang.

"Mau kemana Kyai?" tanya Mahmud salah satu sanak saudara.

"Ambil wudu, aku belum menghadiahkan Yasin untuk Faisal," ucapnya.

Mahmud memapah kyai Syamsuddin berjalan menuju toilet rumah.

Sementara bunda Rosmawati dia yang duduk di samping ranjang suaminya kini mengekor suaminya untuk mengambil air wudu.

Bunda Rosmawati sudah duduk di samping warga yang juga ikut membaca surah Yasin.

"Ambillah air wudu Ndok, itu hadiah yang nak Faisal inginkan," ajak ibu Maesaroh.

Anisa mengangguk sambil menguatkan tubuhnya agar berjalan ke ruang belakang untuk mengambil air wudu. Tidak lama setelah itu, pantatnya sudah duduk di depan tubuh kaku Faisal. Matanya masih memandang kosong tubuh yang sudah diberi keranda itu.

Matahari semakin condong ke Barat. Bayangan yang nampak semakin tergeser ke timur. Waktu sudah menunjukkan pukul 16.30 WIB.

Aroma melati, kamboja, kantil, mawar, pandan, dan kapur barus, menyeruak di ruangan itu. Sahutan Surah Yasin dan tahlil sudah berkemundang mengiring prosesi pengurusan jenazah sebelum diberi sambutan pelepasan jenazah.

Acara sambutan pelepasan jenazah dimulai. Kyai Syamsuddin menguatkan diri memberikan sambutan itu. Walau terkadang di sela sambutan tangannnya bergerak cepat mengusap air mata yang menggenang di pelupuk matanya.

La ilaaha Illallah La ilaaha Illallah La ilaaha Illallah...

Kalimat zikir itu mengiring kepergian jenazah menuju pemakaman. Air mata Anisa tidak mampu lagi keluar tapi tubuhnya kini lemas terkulai di balik jendela rumah Kyai Syamsuddin.

Matanya menatap kosong keranda jenazah itu pergi seiring langkah kaki mengayun menuju tempat pemakaman. Kini mata itu terpejam. Jiwanya seakan ikut melayang mengiringi jenazah yang semakin menjauh dari rumah Kyai Syamsuddin.

"Astaghfirullah haladhim..., Anisa...Nisa...," histeris Maesaroh langsung mendekap tubuh Anisa.

"Bu, ditidurkan saja," pinta Nadia teman Anisa sambil membantu memapah Anisa untuk direbahkan di ruang tamu.

Dua puluh menit berlalu. Anisa tertidur karena terlalu lelah.

Maesaroh duduk di samping Rosmawati yang sedang duduk lesehan di ruang tamu di mana Anisa tertidur.

"Faisal anak yang baik, semoga Allah menempatkan di Surga," hibur Maesaroh tangannya memegang tangan Rosmawati.

Rosmawati mengangguk dan menampakkan senyum kecil. Hatinya mencoba tegar tidak terpuruk dengan kepergian Faisal.

"Assalamualaikum...," sapa Syamsudin dan sesok pemuda yang sejak awal kedatangannya menjadi pusat perhatian dalam prosesi pemakaman jenazah.

"Waalaikum salam...," jawab Maesaroh dan Rosmawati.

Pemuda itu tersenyum mengangguk hormat.

"Kesini Panji," pinta Rosmawati pada pemuda itu.

Pemuda itu mendekat.

"Ini ibu Maesaroh," Rosmawati menepuk paha Maesaroh.

"Bu...," sapa pemuda itu sambil mengulurkan tangan dan segera mencium punggung tangan Maesaroh yang telah membalas ulurannya.

Maesaroh tersenyum membalas sikap pemuda itu.

"Dia ibunya Anisa, calon istrinya Faisal," terang Rosmawati matanya beralih menatap Anisa dan dagunya menunjuk gadis malang itu.

Panji melirik sebentar ke arah Anisa, tubuhnya bangkit dan meminta izin untuk pergi.

Flashback of

"Nisa...Nis...,"

"Ya Bu," jawab Nisa malas.

"Makan dulu Ndok, ibu sudah siapkan makanan," ajak Maesaroh.

Nisa menganggukan kepala. Kakinya melangkah keluar dari kamar sederhana yang dia tiduri.

Anisa menghirup aroma tempe tanpa tepung yang masih hangat, juga tumis kangkung yang ada di meja dan tidak ketinggalan ikan asin.

Masakan yang terhidang di meja menggugah selera makan Anisa. Tangan kanannya bergerak mengambil nasi dan lauk pauk yang terhidang di meja.

Maesaroh tersenyum menatap Anisa.

"Berdoa dulu Nis," ajak Maesaroh.

"Ya Bu," jawab Anisa, kedua tangan menengadah membaca doa mau makan.

Maesaroh menatap lekat ke arah Anisa yang sedang makan. Anisa terlihat begitu cepat memakan semua makanan yang ada di piring. Tidak hanya itu, tangannya bergerak kembali mengisi nasi ke piring yang dia pegang.

"Nambah Bu," ucap Anisa.

Maesaroh mengangguk, ada senyum getir yang terlihat di wajah Maesaroh.

"Bagus, makan yang banyak karena si kecil juga butuh makan,"

Anisa langsung mengunyah pelan makanan yang ada di mulut. Bahkan nafsu makannya langsung hilang begitu saja mendengar ucapan ibunya.

"Aku sudah kenyang Bu," ucap Anisa setelah dengan terpaksa menelan makanan yang sudah dia kunyah di dalam mulut.

Maesaroh menatap piring yang ada di depan Anisa, piring itu masih terisi penuh nasi dan lauk pauk. Dia merasa bersalah telah mengucapkan kalimat yang dia lontarkan ke Anisa.

Anisa mengangkat pantat, kakinya melangkah dari ruang makan.

"Salat Zuhur dulu Nisa," ucap Maesaroh melihat Anisa akan masuk kamar.

"Ya Bu," jawab Anisa, kakinya memutar langkah ke ruang belakang untuk mengambil air wudu dan menunaikan salat fardu.

Selesai menunaikan kewajiban, Anisa berniat masuk kamar namun langkahnya terhenti menatap ibunya yang tengah sibuk dengan orderan jahitan.

"Banyak orderan Bu," sapa Anisa duduk di depan ibunya yang sedang memotong kain.

Maesaroh tersenyum menjawab pertanyaan dari Anisa.

Anisa mengambil kain yang belum terpotong, "Ini punya siapa Bu?"

"Mbak Dewi, kamu saja yang potong. Modelnya terserah yang penting modis. Ukurannya di buku ini," terang Maesaroh sambil menyerahkan buku catatan.

Tangan Anisa bergerak lincah di atas kain yang dia potong. sesekali matanya menatap ukuran yang tertulis di buku catatan.

"Besok kita ke rumah sakit Nis,"

Nisa menghentikan tangan kanan yang sedang memotong kain.

"Bunda Rosmawati ingin tahu perkembangan kehamilan kamu," terang Maesaroh.

Anisa menunduk, "Ya Bu," jawabnya kemudian lanjut memotong kain.

****************

Anisa, Maesaroh, dan Rosmawati sudah sampai di poli kandungan. Mereka duduk di antara pasien yang sedang menunggu panggilan masuk ke ruang pemeriksaan.

Rosmawati sengaja memilih periksa di rumah sakit kabupaten yang jauh dari tempat tinggal mereka. Tujuannya untuk apalagi kalau bukan untuk menghindar desas-desus dari warga desa. Dia tidak munafik kalau berita kehamilan Anisa bisa terdengar oleh warga cepat atau lambat. Namun tidak secepat kilat, setidaknya setelah makam almarhum Faisal kering.

Dua jam mereka sudah duduk di kursi tunggu namun nama Anisa belum juga dipanggil oleh petugas. Bahkan nomor urut yang dia pegang masih jauh dari nama pasien yang sudah masuk ruang pemeriksaan.

"Nomor berapa Nisa?" tanya bunda Rosmawati.

Anisa memperlihatkan kartu antrian ke bunda Rosmawati, "Nomor 30 Bun, kurang 20 lagi,"

Rosmawati mengempaskan napas, "Datang pagi pun tetap dapat nomor antrian 30 apalagi datang siang," keluhnya.

"Minum yang banyak Nisa," tawar bunda Rosmawati sambil menyodorkan satu botol air mineral.

"Terima kasih Bun," ucap Anisa yang memang sudah merasakan kering kerongkongannya bahkan perutnya juga sudah mulai protes minta diisi.

"Bunda juga bawa roti sama jajan, makanlah kamu pasti sudah lapar," ucap Rosmawati tangannya menyerahkan satu bungkus plastik yang berisi cemilan dan masih ada dua botol air mineral.

"Minum Bu," bunda Rosmawati menyodorkan satu botol air mineral ke ibu Maesaroh

"Aku bawa air minum sendiri Mbak," Maesaroh menunjukkan satu botol air putih dari tas. "Belum suka air kemasan, ini air masak sendiri," sambungnya.

Bunda Rosmawati tersenyum karena itu, "Persis kaya Faisal kecil. Dulu kalau bepergian dengan dia harus bawa air putih yang masak sendiri," ucapnya.

Maesaroh langsung mengusap punggung Rosmawati, dia tahu ada rasa kesedihan ketika Rosmawati melontarkan kalimat itu.

"Bunda...," sapa seorang gadis yang berpakaian serba putih.

"Nak Nurul?!" terkejut bunda Rosmawati.

"Siapa yang sakit Bun?" tanya Nurul setelah takdhim mencium punggung tangan bunda Rosmawati.

"Eh...itu, Nak...Anisa dia perutnya sakit karena haidnya tidak lancar," jawab bunda Rosmawati mencoba tidak gugup tapi nyatanya tetap saja raut wajah dan tutur kata terlihat gugup karena harus berbohong.

"O...," kepala Nurul mengangguk sambil menoleh ke Anisa.

"Semoga cepat sembuh ya Dek," ucap Nurul mengarah ke Anisa.

"Ya Mbak," jawab Anisa.

"Bunda disehat-sehat ya. Mas Faisal anak yang soleh, insya Allah masuk surga Allah. Maaf aku lanjut kerja Bun," pamit Nurul.

Rosmawati tersenyum mengangguk. Menatap kepergian Nurul, gadis yang dulunya menjadi kekasih Faisal dan gadis yang tinggal tidak jauh dari rumahnya.

Terpopuler

Comments

Regita Regita

Regita Regita

yang namanya antri beuhhh.!dulu kalau nganter almarhumah ibu ke RS,berangkat dari rumah jam 4 shubuh pas nyampe RS antrian udah kayak mau antri sembako. nyampe lagi kerumah jam 3 an kadang pernah maghrib.yg sakit tambah sakit.

2022-09-06

1

Dwi Werdani

Dwi Werdani

lanjut...

2022-02-14

0

auliasiamatir

auliasiamatir

aku jadiin favorit ini thor

2021-12-07

4

lihat semua
Episodes
1 1. Kepergianmu dan Kehamilanku
2 2. Pergi untuk Selamanya
3 3. Hamil di Luar Nikah
4 4. Menikah dengan Pengganti
5 5. Boyong ke Rumah Orang Asing tapi Suami Anisa
6 6. Berakting Selayaknya Suami Istri
7 7. Bertemu dengan Kekasih
8 8. Bakso Paku
9 Bab 9 Cabe-cabean dan Ayang Beb
10 Bab 10
11 Bab 11
12 Bab 12
13 Bab 13
14 Bab 14
15 Bab 15
16 Bab 16
17 Bab 17
18 Bab 18
19 Bab 19
20 Bab 20
21 Bab 21
22 Bab 22
23 Flashback Tragedi itu
24 Bab 24
25 Bab 25
26 Bab 26
27 Bab 27
28 Terungkapnya Misteri Kehamilan Anisa
29 Tragedi Pisang Kupas
30 Pilih Aku atau Dia?
31 Bertemu dengan Calon Mertua
32 Meminta Izin Datang ke Pesta Ulang tahun
33 Bab 33
34 Bab 34
35 Bab 35
36 Bab 36
37 Bab 37
38 Bab 38
39 Bab 39
40 Bab 40
41 Bab 41
42 Bab 42
43 Bab 43
44 Bab 44
45 Bab 45
46 Bab 46
47 Bab 47
48 Bab 48
49 Bab 49
50 Bab 50
51 Bab 51
52 Bab 52
53 Bab 53
54 Bab 54
55 Bab 55
56 Bab 56
57 Bab 57
58 Bab 58
59 Bab 59
60 Bab 60
61 Bab 61
62 Bab 62
63 Bab 63
64 Bab 64
65 Bab 65
66 Bab 66
67 Bab 67
68 Bab 68
69 Bab 69
70 Bab 70
71 Bab 71
72 Bab 72
73 Bab 73
74 Bab 74
75 Bab 75
76 Bab 76
77 Bab 77
78 Bab 78
79 Bab 79
80 Bab 80
81 Bab 81
82 Bab 82
83 Bab 83
84 Bab 84
85 Bab 85
86 Bab 86
87 Bab 87
88 Bab 88
89 pengumuman
90 Bab 89
91 Bab 90
92 Bab 91
93 Bab 92
94 Bab 93
95 Bab 94
96 Bab 95
97 Bab 96
98 Bab 97
99 Bab 98
100 Bab 99
101 Bab 100
102 Bab 101
103 Bab 102
104 Bab 103
105 Bab 104
106 Bab 105
107 Bab 106
108 Bab 107
109 Bab 108
110 Bab 109
111 Bab 110
112 Bab 111
113 Bab 112
114 Bab 113
115 Bab 114
116 Bab 115
117 Bab 116
118 Bab 117
119 Bab 118
120 Bab 119
121 Bab 120
122 Bab 121
123 Bab 122
124 Bab 123
125 Extra Bab 1
126 Extra Bab 2
127 Extra Bab 3
128 Datang menyapa
129 novel baru
130 kembali datang
Episodes

Updated 130 Episodes

1
1. Kepergianmu dan Kehamilanku
2
2. Pergi untuk Selamanya
3
3. Hamil di Luar Nikah
4
4. Menikah dengan Pengganti
5
5. Boyong ke Rumah Orang Asing tapi Suami Anisa
6
6. Berakting Selayaknya Suami Istri
7
7. Bertemu dengan Kekasih
8
8. Bakso Paku
9
Bab 9 Cabe-cabean dan Ayang Beb
10
Bab 10
11
Bab 11
12
Bab 12
13
Bab 13
14
Bab 14
15
Bab 15
16
Bab 16
17
Bab 17
18
Bab 18
19
Bab 19
20
Bab 20
21
Bab 21
22
Bab 22
23
Flashback Tragedi itu
24
Bab 24
25
Bab 25
26
Bab 26
27
Bab 27
28
Terungkapnya Misteri Kehamilan Anisa
29
Tragedi Pisang Kupas
30
Pilih Aku atau Dia?
31
Bertemu dengan Calon Mertua
32
Meminta Izin Datang ke Pesta Ulang tahun
33
Bab 33
34
Bab 34
35
Bab 35
36
Bab 36
37
Bab 37
38
Bab 38
39
Bab 39
40
Bab 40
41
Bab 41
42
Bab 42
43
Bab 43
44
Bab 44
45
Bab 45
46
Bab 46
47
Bab 47
48
Bab 48
49
Bab 49
50
Bab 50
51
Bab 51
52
Bab 52
53
Bab 53
54
Bab 54
55
Bab 55
56
Bab 56
57
Bab 57
58
Bab 58
59
Bab 59
60
Bab 60
61
Bab 61
62
Bab 62
63
Bab 63
64
Bab 64
65
Bab 65
66
Bab 66
67
Bab 67
68
Bab 68
69
Bab 69
70
Bab 70
71
Bab 71
72
Bab 72
73
Bab 73
74
Bab 74
75
Bab 75
76
Bab 76
77
Bab 77
78
Bab 78
79
Bab 79
80
Bab 80
81
Bab 81
82
Bab 82
83
Bab 83
84
Bab 84
85
Bab 85
86
Bab 86
87
Bab 87
88
Bab 88
89
pengumuman
90
Bab 89
91
Bab 90
92
Bab 91
93
Bab 92
94
Bab 93
95
Bab 94
96
Bab 95
97
Bab 96
98
Bab 97
99
Bab 98
100
Bab 99
101
Bab 100
102
Bab 101
103
Bab 102
104
Bab 103
105
Bab 104
106
Bab 105
107
Bab 106
108
Bab 107
109
Bab 108
110
Bab 109
111
Bab 110
112
Bab 111
113
Bab 112
114
Bab 113
115
Bab 114
116
Bab 115
117
Bab 116
118
Bab 117
119
Bab 118
120
Bab 119
121
Bab 120
122
Bab 121
123
Bab 122
124
Bab 123
125
Extra Bab 1
126
Extra Bab 2
127
Extra Bab 3
128
Datang menyapa
129
novel baru
130
kembali datang

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!