Nadia tidak pulang dengan menumpang taksi, ia di antar pak Bahar teman sesama gurunya yang tadi pagi bertemu dengan suaminya. Nadia yang tidak tahu kalau suaminya membuntuti motor pak Bahar yang mengantar pulang istrinya. Nadia turun dari motor temannya dan mengucapkan terimakasih. Hatinya merasa lega karena ia pulang duluan sebelum suaminya sampai di apartemen mereka, jadi ia punya kesempatan untuk memasak makan malam untuk mereka berdua.
Tiba di kamar apartemennya, ia begitu terkejut suaminya sudah duduk di ruang tengah sambil memainkan ponsel miliknya.
"Tuan sudah pulang?" tanya Nadia gugup.
"Kamu jadi pulang naik taksi?" pancing Daffa ingin menguji kejujuran istrinya.
"Maaf tuan tadi saya sudah pesan taksi, tapi pak Bahar menawarkan diri untuk mengantarkan saya pulang dan saya tidak enak menolaknya." ucap Nadia apa adanya pada Daffa.
"Apa?" tidak enak menolaknya?" astaga, jadi kamu tidak enak padanya dan tidak memikirkan perasaan suamimu?" ucap Daffa tersenyum sinis menatap wajah Nadia yang tertunduk takut menatap wajahnya.
"Iya tuan!" mohon maafkan saya." ucap Nadia makin gugup dengan tangannya mulai gemetar.
"Kamu sudah menikah, kamu pasti sangat tahu batasanmu sebagai seorang istri yang sudah menikah, apa lagi kamu mengenakan pakaian syar'i harusnya kamu jaga kehormatanmu sampai akhir, bukan sembarangan menerima begitu saja tawaran lelaki lain yang bukan mahram kamu, sekalipun itu adalah teman kerjamu sesama guru." sahut Daffa murka pada istrinya.
"Ya Allah, saya lupa posisi saya tuan, mohon maafkan saya kali ini, karena saya sudah khilaf tuan dan saya janji tidak akan mengulanginya lagi." jawab Nadia langsung menjatuhkan tubuhnya memeluk kaki suaminya.
"Kamu kira aku bisa memaafkan perbuatanmu yang tercela tadi hah!" hardik Daffa makin memanas
dan menghempaskan kakinya hingga membuat Nadia terhuyung ke belakang.
plak..plak!"
Dua tamparan mendarat ke pipi Nadia, tidak cukup sampai di situ tangan Nadia di tarik, tas kerjanya dibuang dan pinggangnya dipeluk dari belakang dengan mempelitir tangan istrinyanya membuat gadis itu memohon ampun pada Daffa.
"Allahu Akbar, sakit tuan, mohon ampuni saya." rintih Nadia yang sangat kesakitan saat tangannya di pelintir oleh Daffa.
Dengan sekencang mungkin Daffa mendorong tubuh Nadia hingga akhirnya Nadia jatuh tersungkur dengan kepala membentur sudut meja yang di atasnya berlapis kaca.
Darah segar mengucur di wajah gadis itu karena dahinya yang berdarah. Daffa yang tidak melihat istrinya berdarah meninggalkan Nadia begitu saja dan keluar dari apartemennya. Hatinya yang telah terbakar api cemburu membuat ia tidak mampu mengendalikan emosinya.
Nadia membuka cadarnya memegang cairan merah yang telah menetes dipipinya. Pandangan matanya mulai kabur karena kucuran darah yang tidak mau berhenti mengalir.
Dengan merangkak ia menggapai tasnya untuk mengambil ponsel di dalam tasnya itu. Gadis malang ini tak henti- hentinya beristighfar ketika sedang menghubungi ibu mertuanya, nyonya Laila. Nada panggilannya diterima di seberang sana.
"Hallo Nadia, assalamualaikum!"
"Waalaikumuslam mami, tolong Nadia mami!"
"Ada apa sayang kenapa suaramu jadi serak begitu, nak?"
"Nadia jatuh mami dan pelipis Nadia berdarah."
"Ya Allah, kenapa sampai begitu sayang, tolong perlihatkan kepada mami sayang, kita video call saja ya, supaya mami bisa melihat seberapa parah keadaanmu." pinta nyonya Laila.
Nadia beralih ke panggilan video call, nyonya Laila sangat shock melihat wajah menantunya sudah bersimbah darah.
"Mami akan menghubungi ambulance untuk menjemputmu supaya kamu langsung dibawa ke rumah sakit, nanti kita bertemu di sana. Mami menghubungi orang tuamu dulu ya." ucap nyonya Laila panik setelah melihat menantunya terluka parah.
"Jangan mami!" Mereka tidak perlu tahu tentang kejadian ini, cukup mami saja yang tahu." ucap Nadia mencegah ibu mertuanya, menghubungi orangtuanya.
"Kamu sudah menghubungi Daffa nak?" tanya maminya Daffa lagi.
"Aku tidak mau menganggu pekerjaannya mami." ucap Nadia berbohong.
"Baiklah sayang tunggulah sebentar lagi ambulance akan menjemputmu." ucap. nyonya Laila menenangkan menantunya ini.
Nyonya Laila meminta sopir pribadinya untuk mengantar dirinya ke rumah sakit yang akan dituju oleh Nadia, ia begitu panik dan sedikit curiga mengapa Nadia tidak ingin keluarganya mengetahui keadaan dirinya yang sedang terluka parah.
"Ya Allah apakah Nadia sedang membunyikan sesuatu dariku?
ataukah Daffa yang telah menganiaya gadis itu, tapi katanya Daffa tidak ada di apartemennya, apakah ini murni kecelakaan?" ucap nyonya Laila sedang menelaah keadaan Nadia yang kelihatan sedang menyembunyikan sesuatu darinya.
Pertanyaannya nyonya Laila tidak bisa menemukan jawaban kecuali harus bertemu langsung dengan Nadia. Mobilnya sudah memasuki halaman parkir rumah sakit. Ia segera turun menuju ke ruang IGD di mana Nadia sedang mendapatkan penanganan medis.
Sebelumnya itu nyonya Laila menyelesaikan administrasi untuk pasien atas nama Nadia. Setelah semuanya dibereskan administrasinya, nyonya Laila kembali menunggu di depan ruang IGD. Tidak lama dokter keluar menemui keluarga pasien, nyonya Laila bergegas berdiri ketika nama menantunya disebut oleh dokter yang merawat menantunya.
"Keluarga pasien Nadia!" panggil dokter diantara para keluarga pasien lainnya.
"Saya, dokter!" ucap nyonya Laila bergegas menghampiri dokter tersebut.
"Maaf nyonya, nona Nadia kehilangan banyak darah karena pelipisnya sobek terkena benda tumpul, lukanya cukup dalam dan kami harus menjahitnya. Pasien sudah mendapatkan donor darah dan akan segera dipindahkan ke kamar inap, tolong dibereskan administrasinya." ucap dokter Luna.
"Sebentar dokter kalau bisa jangan sampai luka itu berbekas, saya mohon dokter." pinta nyonya Laila.
"Kalau untuk itu kami akan melakukan operasi plastik untuk menutupi bekas lukanya." jawab dokter Luna menyanggupi permintaan nyonya Laila.
"Terimakasih dokter!" ucap nyonya
Laila senang mendengar jawaban dokter memenuhi permohonannya.
"Kalau begitu saya permisi nyonya." ucap dokter Luna pamit pada nyonya Laila.
"Silahkan dokter!"
🌷🌷🌷
Di ruang inap pasien, Nadia sudah dipindahkan. Gadis itu tetap menggunakan hijabnya dan juga cadarnya walaupun lukanya cukup serius yang dideritanya. Ia begitu sabar ketika melihat nyonya Laila menemui ia dikamarnya.
"Sayang, apakah sangat sakit?" bagaimana bisa terjadi sampai kamu terluka?" tanya nyonya Laila yang masih penasaran dengan kecelakaan kecil yang menimpa menantunya.
"Saya jatuh mami, tadi pulang ngajar saya tidak sadar menabrak benda yang ada didepan saya hingga wajah saya menimpa sudut meja." ucap Nadia berbohong.
"Kamu tidak sedang menyembunyikan sesuatu dari mami bukan?" tanya nyonya Nadia menatap mata Laila penuh curiga.
Nadia nampak gugup ketika mertuanya mencurigainya. Ia buru-buru memalingkan wajahnya merasa takut ketahuan jika ia dan suaminya sedang bertengkar.
"Ini tidak ada kaitannya dengan Daffa bukan?" tanya mami Laila lagi pada menantunya ini.
"Tidak mami!" karena saat kejadian mas Daffa belum pulang kerja. Saya yang tidak hati-hati hingga melukai diri sendiri." jawab Nadia mencoba meyakinkan ibu mertuanya ini.
"Baiklah, mami percaya padamu, jika ini ada hubungannya dengan Daffa, aku tidak akan segan menghukum anak nakal itu. Istirahatlah Nadia, mami mau ke depan sebentar, ingin membelikan sesuatu untukmu." ucap nyonya Laila kemudian keluar dari kamar inap menantunya.
Di taman rumah sakit, nyonya Laila menghubungi putranya Daffa. Daffa yang saat ini sedang bersama wanita pela**r lagi membagi kenikmatan diatas pembaringan. Ia sama sekali tidak memperdulikan panggilan tersebut. Hingga akhirnya ia merasa puas dengan pelayanan wanita malam itu. Usai mengatur pernafasannya ia meraih ponselnya dan melihat banyak sekali panggilan masuk dan juga pesan dari maminya. Daffa membuka pesan itu dan betapa kagetnya ia, ketika membaca pesan itu yang menyatakan istrinya masuk rumah sakit karena luka sobek pada pelipisnya tadi sore. Daffa merasa pasti Nadia terluka karena ulahnya yang mendorong gadis itu hingga terjerembab. Ia tidak menyangka kemarahannya telah melukai istrinya.
"Ya Tuhan, kenapa aku separah itu, memarahi istriku hingga ia terluka," ucap Daffa yang merasa menyesali perbuatannya kemudian.
Daffa mengeluarkan beberapa lembar uang dan melemparkan ke atas tubuh perempuan jal**ng itu. Ia kemudian mengenakan kembali pakaiannya dan mengendarai mobilnya menuju rumah sakit di mana istrinya dirawat. Dalam perjalanan menuju rumah sakit tak henti-hentinya ia merutuki dirinya sendiri. Ia juga bingung mengapa ia sangat cemburu pada Nadia yang jelas-jelas ia sangat tidak menginginkan wanita itu menjadi istrinya.
🌷🌷🌷
Setibanya ia di rumah sakit, ia menanyakan kamar inap istrinya, dan perawat yang bertugas mengatakan istrinya berada di kamar VVIP. Daffa segera bergegas menuju ke kamar yang di tunjukkan oleh perawat. Ia kemudian membuka pintu dan melihat ada maminya yang sedang mengobrol dengan Nadia yang masih terbaring lemah dengan infus yang tertancap di punggung tangan kirinya.
"Assalamualaikum!" ucap Daffa memberikan salam pada kedua wanita beda usia ini.
"Waalaikumuslam!" jawab keduanya bersamaan.
Nadia berusaha bangun untuk salim tangan suaminya. Namun di tahan oleh Daffa, membiarkan istrinya untuk tetap berbaring, ia memberikan tangannya ke tangan Nadia supaya dikecup istrinya. Melihat interaksi suami istri ini, nyonya Laila merasa lega kalau keduanya rukun-rukun saja.
"Kamu dari mana Daffa? sampai tidak menghubungi istrimu. Kamu tahu Nadia banyak kehilangan darah akibat jatuh dan lukanya harus dijahit. Kalau dia tidak menghubungi mami, pasti Nadia kehilangan nyawanya karena kehabisan darah." ucap nyonya Laila mengisahkan bagaimana Nadia menghubunginya.
Daffa merasa Nadia tidak menceritakan keadaan yang sebenarnya pada maminya, entah apa niat gadis ini membunyikan kebenaran dirinya yang jelas-jelas menyiksa Nadia setiap punya kesempatan berupa hinaan dan makian dan sekarang melukai gadis itu tanpa ampun. Ia mengakui Nadia adalah gadis. tangguh yang tidak mudah menyerah pada dirinya yang memiliki sifat arogan. Walaupun seperti itu ia tidak cukup tersentuh dengan kejadian yang menimpa istrinya ini karena ulahnya.
"Kalian mengobrol saja, mami mau pulang dulu, malam ini ayahmu akan pulang ke rumah mami. Dan tolong Daffa jangan tinggalkan Nadia karena dia belum kuat ke kamar mandi sendiri. Nadia kamu bisa melepaskan cadarmu, jangan di pakai terus nak, kasihan lukamu." ucap nyonya Laila yang prihatin pada luka menantunya.
"Tidak apa mami, Nadia takut ada dokter cowok yang tahu-tahu masuk ke kamar ini." ucap Nadia membohongi ibu mertuanya.
Nadia membohongi ibu mertuanya karena permintaan Daffa yang tidak ingin melihat wajahnya.
Nyonya Laila mengecup pipi menantunya dan juga putranya. Wanita paruh baya itu harus pulang kembali ke rumahnya karena jatah hari untuknya tiga malam bersama suaminya karena ia merupakan istri kedua yang harus berbagi suami dengan istri pertama suaminya.
Sepeninggalnya maminya, Daffa mendekati istrinya yang masih terbaring sakit.
"Nadia, mengapa kamu tidak menghubungi aku segera, setelah kamu terluka, padahal saat itu aku masih di tempat parkir apartemen." tanya Daffa nampak kesal pada istrinya yang melibatkan maminya membawa Nadia ke rumah sakit tanpa memberitahunya.
"Apakah kamu akan merespon panggilan telepon dariku tuan?" tanya Nadia dengan nada sedikit sinis pada suaminya.
"Setidaknya kamu tidak perlu melibatkan mami dalam urusan rumah tangga kita, apakah kamu sengaja membuat mami tahu tentang hubungan kita ini hanya sebuah kebohongan?" bentak Daffa kembali kasar pada istrinya ini.
"Apakah kamu lihat aku mengadu pada mamimu, bagaimana perilaku kamu padaku?" tanya Nadia yang gregetan dengan sikap pongah suaminya ini.
"Aku ingatkan kamu, jangan sekali-kali kamu mengadu domba aku dengan mamiku tentang nasibmu yang sangat menyedihkan itu!" ucap Daffa menghardik lagi suaminya.
"Insya Allah aku akan tutup mulut tuan, tidak usah kuatir." ucap Nadia dengan bibirnya yang sudah gemetar menahan tangisnya.
"Bagus, kalau kamu cukup tahu diri." ucap Daffa datar pada istrinya.
"Apakah aku boleh tidur ataukah ada yang ingin kamu sampaikan lagi hinaan dan makianmu padaku tuan Daffa yang terhormat?" tanya Nadia geram pada suaminya yang tidak perduli pada keadaannya.
"Mengapa sekarang kamu baru keberatan, jika kamu ingin menggugat cerai padaku silahkan, dengan senang hati aku akan menandatangani surat perceraian itu." ucap Daffa kesal.
"Mengapa harus menunggu dariku, mengapa bukan kamu yang melakukannya terlebih dahulu?" balas Nadia ketus.
"Karena aku tidak ingin kehilangan perusahaan yang sudah aku bangun kembali dengan susah payah setelah kebangkrutan yang pernah terjadi jauh sebelum aku masuk ke perusahaan itu. Kamulah yang menjadi alasanku menjadikanmu sebagai syarat, agar aku bisa mendapatkan perusahaan itu seutuhnya tanpa di bayang- bayangi Subandrio group." ucap Daffa menjelaskan kedudukan Nadia disisinya.
Nadia menarik selimutnya lalu berusaha memejamkan matanya karena sudah terlalu kesal dengan ulah suaminya yang terus menekannya. Daffa juga ikut tidur di sofa dan tidak ingin lagi berdebat dengan Nadia. Ia pun terlelap karena terlalu lelah. usai bercinta dengan wanita panggilan. Keduanya sama-sama mengarungi mimpi mereka, menghabiskan sisa malam.
Nadia rupanya belum tidur ia masih menangis dan menyayangkan sikap suaminya yang masih begitu dingin kepadanya walaupun lelaki. itu sudah tahu keadaan luka yang dideritanya karena ulah Daffa yang cemburu tapi juga tidak perduli dengan dirinya. Itulah yang membuatnya bingung menghadapi lelaki yang memiliki seribu wajah, kadang baik, kadang galak dan kadang bersikap datar pada dirinya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 89 Episodes
Comments
Nur Lizza
sabar y Nadia kamu harus kuat hadapi suami mu
2023-10-12
1
meE😊😊
knp ya d stiap novel cwe yg bner2 solehah dpt cwo bekasan kek gtu mlu..kn ksian.. mudh2n cma d dunia halu doang..
2022-07-21
3
Yulia Orif
suami yg suka main di luar sama wts mudah kena penyakit kelamin, mengerikan kalau sampai nular ke istri sholeha.
2022-04-20
1