Dua bulan pernikahan yang dijalani oleh Nadia dan Daffa terasa sangat hambar, tidak ada obrolan yang berarti diantara mereka. Keduanya nampak sibuk dengan dunia mereka masing-masing. Hanya satu, yang membuat Nadia merasa dihargai oleh Daffa, lelaki tampan ini selalu menghabiskan makanannya yang sudah disiapkan oleh Nadia. Hanya sarapan pagi dan makan malam yang Nadia masak untuk suaminya, selebihnya makan siang, Daffa memilih makan di restoran bersama asisten pribadinya Rio.
Malam itu Nadia meneruskan bacaan bukunya tentang kajian islam, karena belum merasa ngantuk, ia yang sedang menunggu suaminya pulang kerja duduk di ruang tengah dengan membawa buku bacaannya. Tidak lama pintu itu terbuka karena Daffa tahu kode pintunya tanpa harus menunggu Nadia membukakan pintu untuknya. mendengar langkah kaki suaminya, ia buru-buru bangun menyambut suaminya pulang. Ia mengambil tas kerja suaminya dan seperti biasa ia mencium tangan Daffa.
Sentuhan bibir Nadia pada punggung tangannya terasa hangat walaupun Nadia tetap memakai cadarnya. Entah mengapa setiap kali Daffa merasa bergetar dihatinya, ketika tangannya disentuh oleh bibir Nadia, apa lagi ia sangat merasa ada kenyamanan tersendiri didalam hatinya karena tangan dingin Nadia seolah memiliki energi positif yang sedang menyalurkan kehangatan dan kelembutan sampai masuk dalam sanubarinya.
"Kamu belum tidur Nadia." tanya Daffa yang sudah duduk di meja makan dan mulai menikmati makan malamnya yang ditemani oleh Nadia.
"Kamu belum makan, jadi aku sengaja menunggumu, untuk menyiapkan makan malam untukmu." jawab Nadia tetap lembut dihadapan suaminya.
"Tidak perlu seperti itu, aku bisa melakukannya sendiri, kamu cukup menyiapkannya saja, tidak usah berlebihan begitu, kalau mau mendapatkan perhatian dariku." ucap Daffa ketus.
Nadia hanya menarik nafas halus dengan penuh kesabaran, ia tidak mempermasalahkan kata-kata yang tajam terucap dari mulut suaminya, apa lagi menyimpan perkataan suaminya begitu saja ke dalam hatinya, ia hanya mengucapkan istighfar, setiap kali suaminya sinis kepadanya. Ia juga bertaauz untuk mengusir setan dari tubuh suaminya, apalagi suaminya masuk ke rumah tanpa mengucapkan basmalah dan salam sehingga dirinya membawa setan ikut masuk bersama suaminya ke dalam apartemen mereka.
"Tidak apa tuan, itu sudah menjadi kewajiban saya dan saya harus siap melayanimu kapan saja kecuali kebutuhan biologismu." ucap Nadia sarkas kepada Daffa, membuat lelaki itu tertegun sesaat lalu menatap manik hitam istrinya.
"Sial mata itu, mengapa sangat cantik hanya dengan menatap matanya, apakah sesungguhnya orangnya memang sangat cantik seperti apa kata mami." ucap Daffa dalam hatinya.
"Kamu boleh tidur ko sekarang, tidak perlu menunggu aku makan." ucap Daffa pada Nadia walaupun hatinya menginginkan istrinya tetap berada dihadapannya.
"Aku akan meninggalkanmu setelah melihatmu menghabiskan makananmu karena ini juga bagian dari kewajibanku." ucap Nadia yang tetap tenang menghadapi Daffa yang sangat arogan kepadanya.
"Terserahlah dan jangan terlalu berharap aku akan memuji masakanmu, karena aku hanya makan masakanmu, untuk menghilangkan rasa laparku saja bukan kerena ingin menikmati masakanmu." ucap Daffa seenak jidatnya menyakiti hati istrinya.
"Aku tidak berharap pujian darimu tuan dan berhentilah mencemooh diriku." ucap Nadia datar kepada suaminya.
Ia mengambil piring dan gelas kotor bekas makan suaminya lalu langsung mencuci piring itu kemudian mengucapkan salam dan pamit tidur kepada Daffa.
"Aku masuk dulu, assalamualaikum suamiku." ucap Nadia sambil melangkah masuk ke kamarnya.
Daffa tidak membalas salam istrinya, karena ia bingung dengan kebiasaan istrinya yang menurutnya itu hal yang aneh, yang tidak pernah terjadi saat ia bersama orangtuanya.
"Apakah itu hasil didikan orangtuamu Nadia, kamu sangat beruntung berada ditengah keluarga yang mencurahkan seluruh kasih sayang mereka kepadamu, aku sangat iri padamu Nadia, hidupmu kelihatannya sangat sempurna tidak seperti diriku." bisik Daffa sendirian. ketika sudah berada di dalam kamarnya.
Ia kemudian memejamkan matanya, melepaskan kepenatan setelah seharian berkutat dengan pekerjaannya.
🌷🌷🌷🌷
Sekitar pukul 03.00 WIB, Nadia bangun untuk menunaikan sholat tahajud. Ia kemudian membersihkan dirinya, berwudhu dan berpakaian yang layak untuk bermunajat kepada Tuhannya.
Semua keluh kesahnya ditumpahkan diatas sajadahnya, air matanya luruh bersama dengan sujud serta doa yang sedang dipanjatkannya, ia menangis dihadapan Robbnya hingga hatinya lega. Ia mengambil Alquran yang sengaja ia letakkan di samping sajadahnya kemudian membacanya sambil menunggu waktu subuh. Lantunan ayat suci terdengar indah dengan suara merdu namun sangat lirih. Ayat demi ayat dibacanya dengan penuh penghayatan. Tanpa disadari olehnya, suaminya juga ikut mendengarkan suara indahnya dibalik pintu kamarnya. Suaranya begitu syahdu terdengar ditelinga Daffa. Tidak terasa air matanya sudah meleleh dipermukaan pipi menghiasi wajah tampannya.
"Nadia, apakah kamu tidak salah memilih aku menjadi suamimu?" tanya Daffa yang kelihatan sudah mulai merasa tersentuh dengan akhlak istrinya.
"Apakah kamu yang bodoh ataukah aku yang beruntung memilih dan dipilih." ucapnya membatin.
Daffa kemudian bangkit kembali ke kamarnya sebelum istrinya mengetahui apa yang sedang ia lakukan dibalik pintu kamar istrinya. Diam-diam Daffa mengambil juga air wudhu dan ingin melakukan shalat subuh, ia ingin merasakan sendiri ketenangan seperti apa yang ia lihat pada diri istrinya.
Setiap kali melihat Nadia selesai menunaikan sholat, mata gadis itu kembali berbinar, seakan ia telah menemukan telaga kedamaian. Mungkin Daffa yang tidak pernah mau mengenal Tuhannya melalui ibadah sholat hingga membuat lelaki itu selalu melakukan apa saja sekehendak hatinya tanpa memperdulikan perasaan orang lain. Kehadiran Nadia membawa efek positif bagi dirinya, namun sayang hatinya belum terketuk untuk membuka dirinya menerima kehadiran Nadia dalam jiwanya apa lagi untuk mencintai gadis itu, karena selama ini, ia tidak pernah memberikan ruang dihatinya untuk ditempati oleh seorang gadis. Wanita malam yang menjadi hiburannya di atas ranjang hanyalah bentuk pelariannya bukan hanya memenuhi syahwat semata.
Kekecewaannya kepada ayahnya dan ketidakadilan kakeknya memaksa Daffa menjadi lelaki yang sangat arogan. Sifatnya menjadi dingin, dan kenakalannya pada wanita menjadi pelariannya. Entah sudah berapa wanita malam yang menghangatkan ranjangnya, yang jelas ia menikmati jasa-jasa wanita itu yang menawarkan tubuh mereka untuk kepuasan birahinya.
Menjelang pagi Daffa sudah siap berangkat ke perusahaannya setelah sarapan pagi bersama istrinya. Ia melihat Nadia yang sedang membawa kardus buku yang cukup berat menuju sekolah tempat gadis itu mengajar.
"Apakah perlu bantuan Nadia?" tanya Daffa yang melihat istrinya sedang kepayahan membawa kardus buku itu.
"Tidak perlu tuan, saya bisa melakukannya sendiri." tolak Nadia lembut pada suaminya.
"Bagaimana caramu membawa buku sebanyak itu hanya dengan menggunakan sepeda motor, bukankah itu sangat berbahaya?" tanya Daffa kuatir melihat istrinya kelihatan nekat membawa buku yang sangat berat hanya dengan sepeda motor.
"Ini bukan kali pertama saya membawa buku sebanyak ini ke sekolah dengan sepeda motor dan saya merasa aman sampai ke sekolah." ujar Nadia yang tetap kekeh pada pendiriannya karena tidak ingin merepotkan suaminya.
"Ayo, aku yang antar kamu ke sekolahmu, lagi pula kita searah bukan." tawar Daffa yang mulai lunak pada istrinya.
"Nanti anda terlambat tuan dan aku tidak mau itu terjadi." ujar Nadia ngotot tidak ingin Daffa mengantarnya ke sekolah tempatnya mengajar.
"Apakah kamu lupa kalau aku adalah pemilik perusahaannya Nadia?" jawab Daffa yang sudah mulai gusar karena penolakan istrinya atas tawarannya.
"Tapi sebagai atasan anda harus memberikan panutan terbaik untuk para bawahanmu." ujar Nadia sedikit membantah suaminya.
"Tapi aku sedang melakukan tugasku sebagai seorang suami yang ingin memastikan istrinya aman sampai di tempatnya mengajar. Apakah kamu ingin menolak ajakan suamimu Nadia?" tanya Daffa mulai memperlihatkan taringnya di depan Nadia.
Gadis ini berpikir sesaat, antara senang dan kuatir menyelimuti hatinya. Dua bulan menghabiskan waktu bersama dengan suaminya bukanlah perkara mudah, kerena setiap saat lelaki ini sering mendapatkan kesempatan untuk merendahkannya. Apa lagi Daffa tiba-tiba baik padanya, seakan orang yang habis kesurupan tahu-tahu baik padanya.
"Nggak salah kamu berubah 180 derajat, tiba-tiba berubah menjadi suami yang perhatian pada istrinya." ucapnya yang masih tampak berpikir keras dengan pria nggak jelas ini.
"Kenapa kamu jadi bengong Nadia, mau tidak aku antar kamu ke sekolah?" tanya Daffa yang sudah mulai pegal rayu istrinya yang cukup keras kepala ini.
"Tidak usah tuan, terimakasih atas tawarannya." ucap Nadia lalu buru-buru membuka pintu apartemennya berjalan menuju tempat parkir motornya.
Melihat sifat keras kepala istrinya membuat Daffa makin gemas dengan tingkah Nadia, ia merebut kardus buku dari tangan Nadia setelah mereka sudah berada di tempat parkiran. Daffa membawa masuk buku itu ke dalam mobilnya dan meminta Nadia untuk masuk ke mobilnya.
"Masuk!" aku yang akan mengantarmu hari ini." titah Daffa kepada Nadia yang masih berdiri mematung pada tempatnya, seolah tidak percaya dengan apa yang dilihatnya.
"Kamu mau menerima tawaran ku untuk mengantarmu dengan mobilku atau mulai besok kamu tidak boleh lagi mengajar?" ini perintah Nadia bukan permohonan," ucap Daffa dengan penuh penekanan pada kata-katanya supaya istrinya tidak lagi menolak ajakannya.
"Ba-baik tuan, saya akan ikut bersama anda," ucap Nadia gugup melihat perubahan sikap Daffa yang terus memaksa mengantar dirinya ke tempat ia mengajar.
Daffa tersenyum puas setelah melihat istrinya menuruti perintahnya dan ia dengan mudah mempermaikan hati istrinya. Ia kemudian mengemudikan mobilnya mengantarkan Nadia ke sekolah tempat istrinya mengajar.
🌷🌷🌷
Sesampainya di halaman parkir sekolah, lagi-lagi Daffa berbaik hati turun duluan untuk membukakan pintu untuk Nadia dan membawa kardus buku Nadia.
"Ada apa dengan suamiku tiba-tiba jadi perhatian sama aku...ahh!" sudahlah, mungkin moodnya lagi baik hari ini." ucapnya membatin.
"Assalamualaikum ibu Nadia!" sapa pak guru Bahar, rekan kerja Nadia di sekolah dasar tersebut, ketika Nadia berjalan beriringan dengan suaminya menuju ruang kantor.
"Waalaikumuslam pak Bahar!" balas Nadia menjawab salam temannya itu ketika mereka berpapasan di tempat parkir.
Daffa yang melihat keakraban antara istrinya dan rekan ngajar istrinya sedikit kesal, apa lagi guru itu sangat tampan dan tidak kalah tampannya dengan dirinya.
"Sial, rupanya sekolah ini ada juga saingan gue, bisa bahaya ini kalau sampai ia tertarik dengan istri gue." ucap Daffa dalam hatinya.
Menyadari suaminya masih di belakangnya, Nadia baru ingat lalu kembali lagi menghampiri suaminya. Dengan hati-hati ia menyebut nama suaminya dengan panggilan sayang supaya tidak dicurigai oleh temannya pak Bahar
bahwa hubungan mereka sangat harmonis.
"Sayang, sampai di sini saja mengantarku, bukankah kamu harus buru-buru berangkat ke perusahaan?" ucap Nadia sangat manis membuat Daffa sesaat termangu mendengar istrinya memanggilnya dengan sebutan kata sayang.
"Baiklah sayang, aku berangkat dulu ya, nanti kabari aku kalau kamu sudah pulang ngajar biar aku yang akan menjemputmu." ucap Daffa yang mengerti kalau istrinya sedang bersandiwara di depan temannya lalu ia mengecup pucuk kepala istrinya dengan mesra.
Kali ini gantian Nadia yang termangu mendapati suaminya berubah menjadi mesra padanya pagi ini. Pak Bahar yang melihat itu sedikit agak risih karena sebenarnya ia pernah menyimpan perasaan terpendam pada Nadia dan ingin melakukan ta'aruf namun sayang sudah di salip duluan langkahnya oleh Daffa suami Nadia teman ngajarnya.
Keduanya berpisah dihalaman parkir, Daffa meneruskan perjalanannya ke perusahaannya sedangkan Nadia sudah berdiri didepan kelas untuk menyambut siswanya memasuki kelas.
Di ruang kerjanya, Daffa membayangkan kembali peristiwa di tempat parkir sekolahan istrinya, tiba-tiba pengusaha muda ini senyum-senyum sendiri sambil memutar-mutar kursi kebesarannya, ke kanan lalu ke kiri berkali-kali dilakukannya.
"Apakah saat ini aku sedang jatuh cinta pada istriku ataukah aku sedang terbawa perasaanku sendiri?" tanyanya lirih dengan dahi mengkerut.
Keraguan kembali muncul dihatinya, keangkuhannya meruntuhkan hasratnya untuk lebih dekat dengan istrinya. Perubahan moodnya membuat ia memilih untuk melupakan kejadian romantis yang sempat terjadi tadi pagi, saat bersama dengan istrinya di sekolah tempat Nadia mengajar.
"Ah, dia bukan tipikalku, apa yang menjadi kebanggaanku menikahi wanita yang menutup semua tubuhnya dan yang terlihat hanya bola matanya saja, serta kedua telapak tangannya, bidadari bukan, tapi so menutupi, pasti wajahnya jelek kalau dia membuka wajahnya di depanku dan aku tidak ingin memiliki keturunan dari rahimnya. Tunggulah Nadia, kamu hanya alat tukar harta karunku." ucapnya sambil menyunggingkan senyum menyeringai jahat.
Di sekolah saat istirahat makan siang, Nadia memikirkan kembali kejadian pagi ini, suaminya yang dingin dan acuh mau mengantarnya ke sekolah, selama dua bulan ini mereka hanya dua orang asing yang menetap dalam satu atap, kadang pelit berbicara, senyumnya yang sangat mahal bahkan tidak pernah Nadia melihat senyum suaminya itu, apa lagi berharap pada lelaki tampan itu untuk berbagi hal yang lainnya seperti kehidupan pernikahan banyak orang yang ingin merasakan kebahagiaan.
"Mengapa hari ini dia tiba-tiba romantis, apakah ini sandiwaranya yang sengaja meniupkan angin segar kepadaku untuk menghinaku lagi?" ucap Nadia membatin.
Nadia melamun hingga tidak sadar ponselnya bergetar, menyadari ada panggilan masuk, ia segera mengangkatnya, ada suara yang menyebutkan namanya.
"Hallo Nadia!" sapa Daffa dari seberang.
"Assalamualaikum tuan!" ucap Nadia memberikan salam terlebih dahulu kepada suaminya.
"Hari ini aku tidak bisa menjemput mu karena ada urusan penting, apakah kamu bisa pulang sendiri?" ucap Daffa yang mulai kembali terdengar datar berbicara pada Nadia.
"Iya tidak apa-apa tuan saya bisa naik taksi nanti." ucap Nadia terdengar kecewa menjawab telepon suaminya.
Sambungan ditutup secara sepihak dari seberang. Nadia hanya menarik nafas lembut dan kembali membaca istighfar.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 89 Episodes
Comments
Nur Lizza
sabar y Nadia entr lagi Daffa bucin SM dirimu
2023-10-12
1
meE😊😊
blum tau aja s dava scntik apa nadia ..klo nadia buka cadar end kamu dava🙄🙄
2022-07-21
1
🅶🆄🅲🅲🅸♌ᶥⁱᵒⁿ⚔️⃠
PHP ya nad 😤😤😤
2022-02-11
1