Dua sisi pandang

Keesokan harinya, ternyata Zain Azriel memang datang kesekolah.

"A-Anita, kaki aku beku, gak bisa bergerak nih!" sapa Zain sangat gugup sejadi-jadinya.

"Kenapa munculnya harus disini sih?" pekikku ketika berada di halaman sekolah pagi hari.

Satu bulan kemudian di halaman olahraga belakang sekolah.

"A-Anita bantu aku, Aku di palak. Mereka maksa minta uang dariku!" lirih Zain terlihat panik sembari kedua tangan masih mencekram seorang pria yang telah berlumur darah akibat ulah dirinya.

Tak menghiraukan Zain, sekejap memalingkan pandangan, Aku berjalan kembali seperti biasa.

Ketika jam pelajaran matematika usai

"Kau mau kemana Anita?" ucap Zain ketika aku melewati meja duduk miliknya.

"Olahraga," singkatku.

"Oh, begitu ya. Tapi ini hal wajar kan....?" gumam Zain.

Zain kemudian mengendurkan ikatan dasi di leher serta pengikat pinggang celana bersamaan melepaskan baju seragam sekolah yang ia kenakan.

Teriakan panik seluruh siwsi yang berada satu ruangan menyaksikan ulah Zain tersebut, beramai-ramai memukulinya.

"Apa-apaan sih kamu ini!" pekikku menghantam Zain diikuti beberapa gadis lainnya.

Plukkkk..

Plakkk..

Plukkk....

Plekkk.....

Selama sebulan terakhir, Aku mulai menyadari tentang tingkah laku dan persepsi Zain yang salah mengenai apa sebenarnya sekolah itu bagi dirinya.Tapi, tetap saja aku gak mau ambil pusing.

"Ajak aku ke tempat ini!" jelas Zain menunjukkan brosur menu makanan resto padaku ketika aku lagi belajar buku pelajaran sekolah.

"Ogah!"

"Kenapa sih? Memangnya kau gak tau apa burger jumbo? Burger jumbo loh!"

"Sudah berulang kali aku katakan, sehabis pulang sekolah aku harus belajar!" bentakku pada Zain yang terus merengek.

"Burger, burger, burger," teriakan Zain pada telinga kiriku.

Benar saja, sekembalinya Zain kesekolah, dia selalu mengikutiku kemanapun. Sampai-sampai, Aku kesulitan tuk fokus belajar.

"Anita," sapa buk Dewi kemudian terkejut melihat Zain yang saat itu berada di sisiku.

"Hah? Sedang lihat apa kau?" sahut Zain memasang wajah sangarnya menatap buk Dewi.

"Cup cup cup sudah jangan dilawan," lanjutku mengelus punggung Zain layaknya seekor peliharaan.

"Aku membencimu! Pergi sana!" ketus Zain masih menatap sinis buk Dewi.

"Kamu juga sama," gerutu ku melirik Zain.

"Apa!" Zain memalingkan pandangan menatapku seketika menarik kedua sisi kera bajuku.

"Cu-cukup sudah hentikan! Zain, kamu tidak boleh kasar dengan perempuan! Ini ibu pinjamkan salah satu buku kesayangan ibu. Sudah ya, jangan berkelahi," jelas buk Dewi pergi meninggalkan kami berdua.

Setelah mengambil buku tersebut, Zain membuka setiap isi lembaran.

"Disaat tangannya merangkul dan memelukku dengan lembut, dadaku mulai berdegup kencang," ucap Zain membaca potongan kalimat buku tersebut dan langsung memeluk tubuhku memperagakannya.

Setelah kupikir-pikir dan terus kupikir tentang maksud perkataannya, untuk pertama kalinya aku lepas tangan terhadap suatu masalah.

Keesokan harinya di jam pelajaran sastra.

"Pak, Apa yang dimaksud dengan menaruh perhatian lebih kepada seseorang?" ujar Zain mengangkat sebelah tangan menanyakan sesuatu.

"Kamu harus menjaga perasaannya."

"Bagaimana cara menjaga perasaannya?" lanjut Zain.

Kringgggg!!!!! (Jam pelajaran sekolah usai).

Tanpa mendapat kepuasan atas peryataan dari guru, Zain hanya bisa mencari arti itu sendiri.

Seluruh siswa/siswi telah pergi meninggalkan ruangan terlebih dahulu, menyisahkanku dengan Zain.

"Mereka kelihatan senang sekali. Aku yakin mereka bakal pergi makan bareng atau main lempar bola. Enak kali kalau bisa seperti mereka," gumam Zain berdiri dari sisi jendela melihat beberapa siswa/siswa berjalan berpulang sekolah bersama.

"Hei, Anita," lanjut Zain melirikku menunjukkan brosur miliknya kembali.

"Sudah aku katakan, Aku gak akan pergi kemanapun! Lagian sebentar lagi ujian akhir semester."

"Lagian cuma pergi makan burger doang kok, wajar kalau pergi bareng temen bukan? Aku sih mau kali pergi bareng denganmu. Soalnya, gak ada yang berani menatapku selain kamu," lirih Zain memalingkan kembali pandangan.

"Salah sendiri, siapa suruh kamu selalu melototi, mengancam dan menghajar mereka," singkatku melanjutkan menulis beberapa rumus soal catatan pelajaran.

Zain terdiam tak berkata apapun, mungkin ia telah menyadari akan sikap dirinya yang selama ini salah.

"Kamu tau Zain, tentang sambutan pembukaan upacara? Sambutan khusus dari murid baru dengan nilai tertinggi? Sebelumnya, Aku selalu mendapatkan nilai tertinggi dan aku selalu berjuang untuk mencapainya. Tapi saat itu, bukan aku yang di panggil," lanjutku mengingat hari penyambutan siswa/siswi baru.

Zain mulai kembali melirik bersimpati akan diriku.

"Jadi mulai sekarang, Aku harus memperbaikinya dan akan kubuktikan di ujian akhir semester nanti. Karena alasan itu. Maka dari itu, aku gak punya waktu untuk sekedar bermain-main ataupun menikmati burger," jelasku kembali menatap sebuah rumus pelajaran yang sangat sulit di atas mejaku.

Zain melangkah perlahan, kemudian berhenti di hadapan meja belajarku mengamati pelajaran yang sedang ku kerjakan.

"Oh, kalau itu, pertama-tama kamu harus menemukan dulu titik kordinat untuk simpangan disini. Lagian jawabannya salah nih. Harusnya, B\=4 bukan B\=8," jelas Zain menunjuk buku soal pelajaran yang ada di meja.

"Sekarang aku ingat, siswa kelas sepuluh yang harusnya memberi sambutan tapi gak masuk sekolah, yaitu Zain Azriel," batinku terkejut mendongak menatap Zain.

Keesokan harinya di kantin sekolah.

"Ah, Anita! Kenapa kemarin kamu langsung pulang sih?" sapa Zain tersenyum semringah.

"Cih," pekikku bangkit pergi meninggalkannya.

"Kenapa sih?" lanjut Zain menghentikan langkahku.

"Maaf saja, tapi sampai akhir ujin semester, kamu adalah musuhku. Mulai sekarang jangan ganggu waktuku ketika aku lagi belajar," jelasku kembali berjalan.

"Memang apa asiknya belajar? Tiap pertanyaan pasti punya jawaban, jadi pasti gampang kan?" ujar Zain santai.

Aku membalikkan diri menatap Zain yang semudah itu berkata menyepelekan pelajaran.

"Apa segitu bencinya kamu denganku?" lanjut Zain berlalu pergi.

Terus memikirkan ucapan sepele Zain, hingga akhirnya aku terhenti di depan pagar pembatas lapangan basket.

"Sialan! Sial! Sial! Kenapa aku jadi kesal begini!" ucapku menendang-nendang pagar besi tersebut.

Dengan nafasku yang masih terengah-engah, "Aku harus belajar, gak perlu peduli dengan orang lain, karena itulah motoko selama ini."

Seseorang menarikku kedalam ruangan kelas ketika aku berbalik arah berjalan ingin menuju ruangan kelas.

"Mereka ini, bukannya orang-orang yang telah di hajar Zain ketika ingin memalak ya?" batinku terduduk di lantai memperhatikan sekelompok kakak kelas berbincang-bincang.

"Em kamu wanita yang sering bersama monster itu kan?" tanya seorang pria kakak kelas bernada lembut.

"Iya kak."

"Bisa tolong sampaikan maaf perbuatan kami kemarin padanya?"

"Kirain ada hal apa sampai menarikku seperti ini," pikirku singkat.

"Maaf, hubungan kami saat ini sedang tidak baik-baik saja," singkatku.

"Seperti itu ya?"

"Maaf, apa boleh aku belajar disini?" lanjutku singkat.

"Heh? Ah, silahkan."

Dengan sigap aku mengeluarkan buku pelajaran dan menulis di lantai ruangan. "Benar, setelah Zain muncul dihadapanku, semua jadi berantakan. Aku hanya perlu menenangkan pikiran untuk belajar."

Bruaak!!!!!!!! (Pintu terbuka)

"Dimana Anita!" pekik Zain berdiri di pintu ruangan.

"Anita?" lanjutnya melirikku.

Segera aku bergegas bangkit karena tau akan hal bodoh yang Zain bakal perbuat.

"Kampret! Apa yang kalian laku..."

"Sudahlah, pergi sana," ucapku berdiri menghalangi langkah Zain yang ingin menghajar kakak kelas.

"Mana mungkin kubiarkan! Bagainana bisa aku diam ketika tau kalau mereka telah menculik kamu!" kecam Zain menghempaskan tanganku.

"Akan kubunuh mereka semua!" lanjut Zain melangkah kembali menatap sinis.

"Sudahlah, sudah henti...." Menggenggam kembali sisi tangan kiri Zain.

"Berisik!" Bentak Zain kembali menghempaskan kepalan tangan tepat mengenai di wajahku.

Mendapati kepalan keras tangan Zain, membuatku terduduk tunduk sekaligus menutup darah yang telah mengalir dari lubang hidungku.

"Ka-kamu gak apa-apa?" ujar kakak siswi kelas mendekatiku.

"Aku, Aku udah gak tahan lagi!" batinku mengecam tingkah laku Zain sekaligus melirik Zain.

"Kita akhiri semua disini!" bentakku menghentikan Zain yang hendak memukul kakak kelas.

"Aku sudah muak bermain teman-temanan dengamu! Enyalah dari kehidupanku! lanjutku bangkit berdiri dengan tubuh tertatih.

"Mungkin selama ini kamu berharap, Aku bakal kasih hubungan tertentu yang kamu cari. Maaf, tapi aku gak bisa. Soalnya bagiku semua itu hanya buang-buang waktu saja," jelasku kembali.

Zain terkejut bingung serta terperangah mendengar ucapan dariku. Kemudian ia menundukkan pandangan begitu lemah. "Begitu, ya?"

Dengan menundukkan pandangan, Zain pergi meninggalkan ruangan kelas saat itu.

Semua kembali seperti sedia kala, Zain kembali sibuk dengan rutinitasnya bermalas-malasan menghabiskan waktu untuk hal yang tak berguna, sedang aku berfokus belajar pada semua mata pelajaran.

***

Sampai disini dulu kak, tanpa banyak iklan karena masih sikit yang favorit, yok lanjut.

Terpopuler

Comments

Dhina ♑

Dhina ♑

Juga Sisi depan dan belakang

2022-12-28

0

Dhina ♑

Dhina ♑

Tapi ada juga
Sisi Atas dan Bawah

2022-12-28

0

Dhina ♑

Dhina ♑

Dua sisi

Sisi Kanan dan Kiri

2022-12-28

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!