Rasa Cinta

"Ah, ini dia, kamu pasti sudah menunggu ku ya kucing," lanjut Zain tertawa menggendong kucing yang sangat imut.

Aku terdiam beberapa saat setelah melihat kucing tersebut, kemudian membalas Zain dengan ucapan bernada tinggi.

"Dilihat dari sisi manapun, sudah jelas itu bukan kucing liar! Zain!"

Pada akhirnya, aku juga yang memulangkan kucing manis tersebut kepada pemiliknya. Setelah mengantar kucing tersebut, kami singgah untuk sekedar bersantai di resto terdekat.

"Kenapa aku malah ada disini?" batinku ketika menyantap burger.

"Sebentar, siapa mereka?" lanjutku melirik segerombol pria berada di samping Zain.

"Yo, Zain," sapa salah seorang pria.

"Ada apa, Rega?" balas Zain ramah.

"Siapa dia?" lanjut Rega melirikku.

"Ah, dia temanku, Anita namanya."

"Temanmu? Oh."

Tak ada yang bisa aku lakukan kecuali diam dan mengamati Zain bersama rekan-rekannya.

"Oh iya Zain, Aku pinjam duitmu lagi dong," sahut salah seorang pria yang berparas licik.

"Pinjam lagi?" balas Zain menekuk wajah.

"Habisnya aku lagi banyak pengeluaran, terus uang saku juga di potong."

Zain terdiam untuk beberapa saat.

"Ayolah, kita ini teman bukan?" lanjut pria tersebut.

Mendengar kata teman, wajah Zain yang tadinya cemberut, kembali ceria tersenyum sembari memberikan beberapa lembaran uang ratusan.

"Untuk saat ini hanya segini dulu ya," singkat Zain.

"Ternyata dia ini bodoh," batinku singkat melirik Zain.

Sebelum Rega dan teman-temannya pergi, mereka meninggalkan lirikan sinis padaku.

"Jadi bagaimana?" lanjut Zain kembali menatapku.

"Hah?"

Bruk..... (Zain berdiri menepuk meja)

"Jangan hah, heh, hah, heh doang! Aku tau kalau hari ini kau pergi ke sekolah!"

"Te-terus kenapa?" balasku terbata-bata.

"A...apa sekolah itu....menyenangkan?" lirih Zain kembali duduk.

"Hah?"

"Jadi ini yang disebut bermain bersama teman setelah jam sekolah telah usai ya, iya kan?" lanjut Zain mengalihkan pandangan sedikit tertawa.

"Zain, jangan-jangan kamu sangat ingin pergi ke sekolah? Kalau memang iya ya masuk aja."

Tawa Zain perlahan pudar menunduk lemah.

"Aku takut. Gak tau kenapa tapi kayaknya mereka semua takut padaku dan tiba-tiba semua menghindariku. Hal itu yang membuat aku gak suka sekolah," jelas Zain.

Zain terus berkeluh kesah dan yang kulakukan menyedot minuman segar menikmati setiap inci cerita darinya.

"Tapi, kaulah orang pertama yang datang kerumahku, Anita. Mereka yang tadi juga orang-orang pertama yang mau main dan gak merasa takut denganku. Jadi, Aku gak perlu lagi pergi kesekolah," lanjut Zain kembali ceria.

"Menurutku itu cuma pandanganmu saja, Zain," singkatku.

Senyum Zain hilang seketika.

"Menurutku, teman yang benar itu gak bakal memanfaatkan uangmu. Aku juga gak tau pasti, soalnya belum pernah punya teman. Tapi masih lebih baik daripada punya teman seperti mereka," lanjutku.

Zain perlahan bangkit dari tempat duduknya, mengangkat minuman cup di meja kemudian menuangkan isi minuman tersebut di atas kepalaku.

"Kamu....gak bisa hargain orang lain ya?" pekiknya berjalan santai meninggalkanku bermandi jus orange.

Ketika Zain nyaris keluar pintu ruangan, Aku segera bangkit berdiri menggenggam cup minuman dan melemparkan sekeras mungkin tepat mengenai kepala Zain.

Brueeeekkkk!!! (Kepala zain berlumur minuman jus)

Tak membuang waktu yang ada, langsung melarikan diri sekencang-kencangnya setelah melihat Zain menekuk raut wajah.

"Apa-apaan sih dia? Padahal aku cuma mengatakan yang sebenarnya. Kenapa dia sampai semarah itu," gerutuku terus melarikan diri.

Keesokan harinya di sekolah.

"Anita," sapa bu Dewi menghentikanku di depan perpus.

"Kamu berhasil membujuknya untuk kembali kesekolah?" lanjut bu Dewi.

"Belum," balasku datar.

"Begitu ya, Zain juga gak mau mengangkat telepon dari ibu. Kalau terus begini, mungkin dia akan dikeluarkan dari sekolah," lirih bu Dewi kembali berjalan pergi.

Mendengar ucapan bu Dewi, ketika jam istirahat siang tiba, Aku kembali menemui Zain di toko game sekaligus tempat tinggalnya.

"Selamat datang, Zain sedang keluar," sapa Rio ketika aku memasuki toko tersebut.

"Oh, bukan, Aku cuma...bisa tolong sampaikan pada Zain jika terus membolos, ia akan dikeluarkan dari sekolah? Aku pamit," singkatku berjalan keluar.

"Tunggu sebentar."

Kembali berbalik arah menatap Rio.

"Apa kau mau coba main?" lanjut Rio mengangkat sebuah kunci ruangan game.

Berjalan kembali mendekati Rio, mengambil kunci tersebut tuk sekedar menghibur diriku.

Setelah mencoba beberapa permainan.

"Hah....Enggak ada yang kena," lirihku bermain di ruang bisbol dan tak satupun pukulan mengenai bola yang melesat mengarah padaku.

"Kenapa aku malah main beginian sih? Harusnya aku gak usah datang kesini," pekikku kembali mengangkat tongkat pemukul bersiap memukul bola selanjutnya.

Tiba-tiba terdengar suara lelaki bersaut-sautan.

"Dasar, Zain kenapa sih? Akhir-akhir ini dia agak sulit pinjamin aku uang. Kalaupun dikasih pasti sangat sedikit jumlahnya."

"Iyakah? Yasudah lagian gak masalah juga kan? Toh uangmu masih banyak."

"Tapi jadi membosankan, tau? Kayaknya gadak gunanya lagi berteman dengannya."

"Tuh, apa aku bilang," batinku melewatkan lemparan bola.

Bola kembali datang dan aku bersiap memukul, "Dasar bodoh!" pekikku sembari menghentak pukulan keras dan berhasil mengenai bola untuk pertama kalinya.

Ketika melirik sisi kanan dan berniat mengambil minuman, Aku terkejut melihat Zain telah cukup lama bersandar terduduk lemah.

"Oh, ternyata dia juga punya kepekaan seperti manusia ya? yah bukan urusanku juga sih," batinku mengambil tas berjalan pergi meninggalkan ruang bermain.

"Hari ini ada yang salah denganku, kenapa juga aku harus melakukan ini. Tapi, setelah melihat ekspresi wajah Zain tadi...." pikirku seketika berhenti di depan keempat pemuda yang telah meledek Zain.

"Ada apa?"

"Hei, bukankah dia perempuan yang pergi dengan Zain kemarin?"

Dengan tubuh tak henti bergetar, coba terus memberanikan diri.

"Zain telah menganggap kalian sebagai temannya. Jika kalian juga menganggapnya begitu,

harusnya kalian berteman denganya tanpa pamrih! bentakku memancing emosi salah seorang pria tersebut langsung bangkit berdiri menghampiri.

"Apa-apaan dia ini?"

Ketika pria tersebut ingin menyentuh menyakitiku, Zain telah berdiri di ssampingku menghentikan laju tangan sang pria.

"Z...Zain?" ucap pria tersebut sedikit panik.

Zain langsung mengangkat tubuh sang pria lengkap dengan tatapan tajam miliknya.

"Lebih baik kalian pulang sekarang!" kecam Zain berwajah datar.

Tanpa perlawanan, keempat rekan Zain tersebut pergi meninggalkannya. Setelah itu Zain mengantarkanku pulang meski aku telah menolak permintaan darinya.

Setibanya di sebuah jembatan penyebrang jalan dan hanya ada kami berdua, Zain mengisak tangis di belakangku.

"Begitu doang kok sampai menangis sih?" pekikku berhenti melangkah.

Aku berbalik arah dan tanpa sadar air mata mengalir membasahi pipiku setelah melihat Zain bersedih hati.

"Bukan, Aku hanya merasa senang sekali," lirih Zain kembali tersenyum mengusap air mata.

"Kenapa ini? Padahal waktu kecil aku susah bersedih hati, apalagi sampai menangis. Tapi ketika melihatnya, kenapa aku juga ikut menangis?" batinku terdiam cukup mengerti apa yang Zain rasakan.

Langkah kaki ini berjalan dengan sendirinya mendekati memeluk lembut tubuh Zain. "Tenang saja, mulai sekarang kamu bakal dikelilingin sama banyak orang yang tanpa pamrih."

"Asal ada Anita, akan kucoba pergi kesekolah lagi," lirih Zain membalas pelukanku.

"Syukurlah, Aku senang mendengarnya," balasku melepaskan pelukan sembari tersenyum ceria.

"Loh? Kok dadaku jadi cenut-cenut begini?" ucap Zain panik.

"Hah?"

"Kayaknya aku suka dengan kamu, Anita."

"Mak...maksudmu sebagai teman?"

"Sebagai lawan jenis!"

"Tunggu dulu, sepertinya kamu cuma salah bilangnya aja. Soalnya kamu belum pernah punya teman sebelumnya."

"Jadi kalau aku sudah punya teman, kamu baru percaya dengan kata-kataku tadi?" ucap Zain berbalik sisi kiri memandang jalanan raya.

"Yah, mungkin saja."

"Baiklah, tapi perasaanku tetep gak berubah. Aku bakalan terus menyukaimu."

Dibawah indahnya sinar matahari senja, untuk pertama kalinya seorang cowok menembakku.

***

Sampai disini dulu semuanya, tanpa iklan dan sponsor, yang penting like komen fav. Lanjut...

Terpopuler

Comments

anan

anan

semangat tor

2022-12-30

0

Dhina ♑

Dhina ♑

Rasa Cinta harus dijaga
sampai mati

2022-12-28

0

Dhina ♑

Dhina ♑

Cinta
Rasa
Rasa Cinta
Aku tidak merasakan.
Manis, Pahit
Karena hambar
Hampa

2022-12-10

2

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!