Nona Jutek Eks Tuan Bandal

Nona Jutek Eks Tuan Bandal

Tentangku & Tetanggaku

"Ada begitu banyak hal yang ingin ku ceritakan, tentang dia, tentang dia dan tentang dia. Tapi percuma bila kuceritakan langsung dari setiap inti bagiannya. Jadi, akan kumulai cerita ini dari awal," ucapku terduduk santai di puncak bukit tertinggi menatap luas langit biru yang membentang indah sembari mengingat kenangan masa lalu.

(Flash back 15 tahun lalu)

***

Namaku adalah Anita Sheila, aku seorang siswi kelas sepuluh B di SMA harapan bangsa kota bandung. Aku duduk disebelah Zain Azriel, seorang siswa yang telah sebulan lebih belakangan belum kembali masuk sekolah, setelah tragedi berdarah yang terjadi di hari pertama.

Saat ini Zain Azriel dijuluki sebagai roh pembantai dari kelas sepuluh B. Bulan lalu dia melukai kelima orang kakak kelas sampai mereka harus masuk rumah sakit. Sekarang pun, bukti tragedi berdarah itu masih sangat terlihat jelas. Tapi sekali lagi, Aku tak ingin ambil pusing.

"Astaga, Aku harus beli buku paket baru lagi," lirihku dalam ruang kelas menempelkan wajah diatas meja belajar.

Layaknya seorang wanita, Aku juga mempunyai impian. Demi meraihnya, Aku mengabdikan diri untuk mempelajari kalkulus. Aku wanita yang teramat sibuk dengan duniaku hingga aku tak punya waktu untuk meladeni orang lain.

"Anita, bisakah kamu membantuku?" sapa buk Dewi tersenyum manis.

Sebagai wali kelas, bu Dewi memintaku berkunjung ke salah satu toko game, tempat dimana Zain sering menghabiskan waktunya.

Ketika sampai di tempat tersebut, aku berjalan menuju seorang pria yang berdiri tenang di area kasir.

"Permisi, namaku Anita. Apa Zain berada disini?"

"Zain? Oh kalau dia..."

Bruakkk!! (Seorang pria terlempar akibat mendapat pukulan).

"Dasar sialan! Karena kamu, Mario jadi mati!" pekik Zain menatap amarah pria yang tersungkur dihadapan dirinya.

"Zain! Sudah berapa kali aku katakan, jangan mengamuk di toko!" sahut Rio sang penjaga kasir tersebut sekaligus pemilik toko game.

"Habisnya, karena dia Mario jadi mati bang," balas Zain berjalan mendekatiku dan juga Rio di depan meja kasir.

"Jangan salahkan orang lain bila Mario mati. Sudah jelas kalau kau sendiri yang payah saat memainkannya," jelas Rio menceramahi Zain.

Mario adalah nama karakter yang sering Zain mainkan bersama rekan-rekannya dalam sebuah game Super mario.

"Lihat tuh, ada tamu buatmu," lanjut Rio melirikku.

"Hah?" Zain menoleh menatapku dengan pandangan sangarnya.

Setelah ia sadar bahwa aku seorang murid yang berada satu kelas dengannya, Zain berlari keluar melompati jendela toko. Tak menghiraukan kelakuannya, Aku tetap bersikap cuek akan hal tersebut.

"Oh iya maaf hampir lupa, Aku hanya di suruh guru mengantarkan ini untuknya," lanjutku memberikan berkas tertutup pada Rio.

"Ah terimakasih karena sudah repot-repot datang kemari," balas Rio lembut.

Ketika aku keluar dari toko tersebut dan berjalan santai, tiba-tiba Zain menerkamku membuatku terjatuh dan menatap wajahnya yang berada di atas tubuhku.

"Sialan! Kau pasti mata-mata dari sekolah ya?"

"Hah?"

"Jangan pura-pura!" bentak Zain merentangkan kedua tanganku.

"S-s-sakit," lirihku menahan cengkraman kedua tangan Zain memaksa tetap berbaring.

"Lepaskan, lepaskan aku. Aku hanya ingin mengantarkan berkas dari bu Dewi," lanjutku meminta Zain melepaskan cengkramannya.

"Berkas tugas?" ucap Zain bingung kemudian menunduk melepaskan kedua tangannya.

Dengan sigap aku merangkak mundur kebelakang menjauhi Zain.

"Kau gak lagi bohong kan? Huh, kukira kau bakal menyeretku kesekolah seperti guru wanita sialan itu!"

Melihat Zain terduduk menundukkan pandangan sembari menggerutu, Aku mencoba berjalan pelan berniat segera melarikan diri darinya.

"Woi!" pekik Zain menghentikan langkahku.

"Ya Tuhan, lindungilah aku," batinku memicingkan mata berdiam diri membelakangi Zain.

"Siapa namamu?" lanjut Zain.

Walau takut, Aku coba memberanikan diri kembali berbalik arah menatapnya.

"A-Anita Sheila."

"Oh Anita ya? Em...jadi...bisa dikatakan kalau ini yang disebut dengan mengantarkan berkas kerumah teman yang lagi sakit ya? Iya kan?" ujar Zain dengan raut wajah mulai terlihat berbeda.

"Kenapa nih anak? Kok tiba-tiba jadi senyum-senyum nyengir begitu," batinku melihat Zain terduduk tersipu malu.

"Oh iya, kau boleh memanggilku Zain. Soalnya kita ini teman bukan?" jelas Zain tersenyum semringah memicingkan kedua mata.

Tanpa menjawab perkataan Zain, Aku berjalan santai pergi meninggalkannya.

"Sampai ketemu lagi, Anita!" Teriak Zain.

"Dasar gak tau diri, menyeramkan," gumamku berjalan semakin menjauh.

***

Itulah kesan pertamaku pada Zain.

***

Setibanya kembali kesekolah, Aku berjalan menuju ruang bu Dewi.

"Seperti yang telah ibu janjikan, imbalan dari mengantarkan berkas padanya adalah buku paket baru," jelasku berdiri di samping bu Dewi.

"Terimakasih ya Anita. Habisnya Zain terus menghindari ibu dan ibu jadi bingung harus lakuin apa. Terus bagaimana hasilnya?"

"Dia menganggapku sebagai temannya."

"Hah? Serius? Hebat kamu. Kalau begitu kamu bisa bujuk dia agar kembali masuk kesekolah gak?"

"Membujuknya?" batinku.

"Skors yang diberikan padanya sudah ditarik kembali dari pihak sekolah. Memang benar kalau Zain sudah kelewatan, tapi tetap saja yang salah ya para kakak kelas itu. Setelah hal tersebut, Zain langsung dijatuhin hukuman tanpa pemberitahuan. Makanya sampai sekarang dia gak percaya lagi dengan pihak sekolah," jelas bu Dewi.

"Bodoh amatlah dengan hidupnya," pikirku singkat.

"Nah sekarang karena ada kamu, ibu gak lagi cemas kalau Zain bakal dikeluarkan dari sekolah bukan? Tolong bujuk dia ya," pinta bu Dewi kembali tersenyum manis.

"Enggak mau!" jawabku tersenyum manis membalas senyuman bu Dewi kemudian berlalu pergi meninggalkan ruangan miliknya.

"Ke-kenapa? Padahal ibu sudah memohon seperti ini. Jadi harus ibu yang membujuknya, begitu?" lirih bu Dewi terus memegang tanganku berjalan mengikuti kemudian melepaskan genggaman tangannya setelah melewati pintu ruangan.

"Mentang-mentang guru terus seenaknya aja gitu? Gak sudi aku dekat-dekat dengan monster itu lagi!" gumamku terus berjalan menuju ruang kelas.

Bel sekolah berbunyi, menandakan jam pelajaran telah usai. Ketika berjalan melewati celah bangunan gedung, seseorang menutup mulutku dari belakang menarikku dengan cepat mendekap tubuhku.

"Jangan bergerak, kalau teriak, kuperkosa kau!"

"Zain?" batinku mendonggakkan pandangan cemas.

Mendengarkan peryataan tersebut, hanya mengganguk yang bisa kulakukan untuk menghindari hal buruk menimpaku.

"Bagus. Ayo ikut," ucap Zain melepaskan dekapan tubuh sekaligus tangannya.

Terus berjalan hingga akhirnya sampai di tepi sungai yang tak begitu jauh dari belakang sekolah.

"Emm maaf, kenapa kamu membawaku kesini?" ujarku sedikit takut melihat suasana begitu sepi.

"Aku menemukan kucing liar, jadi aku taruh aja disini," balas Zain kemudian mendekati sebuah kotak.

"Kucing?"

"Kenapa?" pekik Zain melihatku merenung.

***

Sebenarnya aku dan kucing, tepatnya aku gak suka semua jenis hewan. Hal itu bermula ketika aku berada di bangku sekolah dasar. Disaat seluruh teman menangisi kelinci ruangan kelas yang telah mati, Aku justru tak merasakan apapun. Setelah itu, seluruh teman menjulukiku Dry ice. Habisnya mau gimana lagi, Aku memang gak merasakan sedih.

***

Sampai disini dulu kisah baru Anita dan Zain ya kak, jadilah bagian dari kisah mereka. Agak lebay dikit lah otornya, itung-itung salam kenal. Lanjut...

Terpopuler

Comments

ㅤㅤ💖D͜͡ ๓✰͜͡v᭄ㅤ

ㅤㅤ💖D͜͡ ๓✰͜͡v᭄ㅤ

waaah zain pecinta kucing,,,,
biasanya berhati lembut dan penyayang 🙄
sebenarnya kenapa zain bisa di cap pembuat onar😑

2023-09-07

2

ㅤㅤ💖D͜͡ ๓✰͜͡v᭄ㅤ

ㅤㅤ💖D͜͡ ๓✰͜͡v᭄ㅤ

susah debat sama guru🤭

2023-09-07

0

ㅤㅤ💖D͜͡ ๓✰͜͡v᭄ㅤ

ㅤㅤ💖D͜͡ ๓✰͜͡v᭄ㅤ

dan mulai saat ini detik ini Anita tak bisa lepas dari zain🤣🤣🤣🤣🤣

2023-09-07

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!