Waktu terus berputar hingga akhirnya hari pengumuman hasil ujian sekolah tiba.
"Yes," ucapku melihat namaku memuncaki peringkat satu di mading sekolah.
Meski berada di puncak nilai tertinggi, ada sesuatu yang aneh dalam pikiranku. Seharusnya aku merasa sangat senang. Benar saja, pikiranku masih terjebak kembali mengingat Zain akan rasa bersalah yang telah aku perbuat. Tanpa berfikir lama, bergegas pergi berniat meminta maaf pada Zain.
Sesampainya di toko game.
"Dasar kau ini. Kalau bukan jadi korban, kau balik cari ribut, begitu? Kau sama saja dengan anak-anak yang kemarin Zain," pekik Rio menceramahi Zain yang sedang terduduk santai menikmati es krim.
Setelah Rio selesai berkata, Zain membiarkan es krim di tangannya mencair, menunduk termenung memikirkan sesuatu. Meski gugup, Aku coba memberanikan diri terus melangkah mendekati Zain.
"Oh, selamat datang," sapa hangat Rio padaku.
Zain yang tak menyadari, terkejut ketika melirik diriku telah berada di sampingnya.
"Peringkat satu!" ucapku menunjukkan kertas hasil ujian pada Zain.
"Dih apaan, karena begitu bencinya dengan ku langsung pamer nilai?" balas Zain.
"Aku gak benci dengan kamu, Zain," jawabku singkat.
Kemudian aku kembali mengingat saat pertama kali Zain menyatakan perasaan padaku. Pada waktu itu, Aku memang merasakan ada getaran di dada ini.
"Aku lupa mau bilang, terimakasih telah menyelamatkanku waktu itu. Aku senang sekali," lanjutku tersenyum.
Setelah hal itu, Zain Azriel si moster beringas sudah jinak dan jauh lebih penurut.
"Hari ini kamu tenang banget?" ucapku kala berada di perpus bersama Zain.
"Pastinya dong! Biar aku gak mengerti, tapi bagimu belajar itu hal yang penting bukan?" balas Zain sumringah.
"Hal yang penting buatmu, berarti juga penting buatku," lanjutnya berucap begitu polos.
"Oh begitu? Jadi itulah maksud menaruh perhatian lebih pada seseorang," ucap Zain bernada tipis.
"Kalau begitu, jadi dia menaruh perhatian lebih padaku?" batinku kembali gugup memikirkan hal tersebut tanpa sadar pipiku merona segera bangkit berdiri.
"Ada apa? Sudah selesai belajarnya?" pekik Zain melirikku.
"A-apa kamu lapar?" ujarku menatap lurus pandangan.
Kemudian kami berjalan bersama pergi menuju resto baru dengan khas burgernya.
"Burger, Burger, Burger," teriak Zain terlihat bahagia ketika aku mengabulkan permintaan lama miliknya.
"Kau pasti sangat lapar kan? Sampai harus berhenti belajar di tengah jalan begini," lanjut Zain terus melangkah bersama.
"Yah begitulah. Lagian gak ada yang masuk ke kepalaku," lirihku menunduk berhenti berjalan.
"Eh?" Zain berbalik berhenti dihadapanku.
"Kamu kelihatan senang sekali sih," lanjutku singkat kemudian melirik Zain yang telah berdiam menatapku cukup serius.
"Kenapa?" tanyaku kembali.
Tanpa kata, Aain menarik dasi bajuku langsung mencium bibirku. Untuk pertama kalinya hal itu terjadi dalam hidupku dan untuk beberapa saat kami saling berbagi ciuman, tak lama setelahnya Zain melepaskan kecupan tersebut.
"Loh? Kok, dadaku gak cenat cenut?" pekik Zain bingung melepaskan cengkraman tangannya kemudian berbalik arah membelakangiku.
"Loh, kenapa ya? Padahal waktu itu iya, kenapa sekarang enggak sih? Kenapa ya?" gerutu Zain membuka membaca buku pemberian buk Dewi.
"Hah!" batinku masih terbengong mendapati ciuman Zain.
Zain kembali berbalik arah menatapku. Tanpa rasa bersalah sedikitpun, ia tersenyum sumringah memicingkan kedua mata, "Padahal waktu itu dadaku cenat-cenut banget loh! Ah tapi aku masih tetap menyukaimu kok."
Aku terdiam beberapa saat. Pipiku kembali merona, tubuh terus bergetar lengkap dengan detak jantung yang kian memompa sangat cepat.
Zain kembali melangkah berjalan santai seperti tak terjadi hal apapun, "Hei Anita, ayo cepat."
Ketika sampai di resto setelah selesai menyantap beberapa makanan.
"Permisi! Saya pesan lagi burger barbeque, burger cabai hijau, burger daging kambing, burger ramen!" ucapku sangat penuh semangat.
"Banyak banget? Sangat lapar ya?" umpat Zain bingung akan perubahan sikapku.
"Diam! Aku harus alihkan pikiranku dengan makan!" pekikku.
"Dadaku masih cenat-cenut. Pasti cuma gara-gara kaget. Pasti cuma karena itu," batinku menunduk menggenggam segelas minuman di meja.
"Ini pertama kalinya aku makan makanan seenak ini. Pasti makan apa aja bakal terasa enak jika makan bareng denganmu, Anita," jelas Zain lengkap senyuman manis yang mematikan.
Slebew.....(Bak tembakan busur panah cinta menusuk jantung usus empedu jeroan lainnya).
"Debaran aneh di dadaku gak menunjukkan tanda-tanda berhenti. Memang sih sedikit banyak aku sudah tau alasannya," pikirku terperangah menatap Zain.
"BURGER JUMBO DAGING SAPI PORSI DOBEL!" Teriakku kembali pada pelayan yang membersihkan meja sebelah.
"Hah? Masih mau tambah lagi?" pekik Zain kaget kemudian kembali tersenyum tertawa kecil.
"Seenggaknya aku menikmati pengalaman pertamaku ketika makan burger spesial, jadi biar sajalah," batinku.
Setelah selesai makan bareng dengan Zain, berlalu kembali kerumah. Sejak kecil aku selalu perduli dengan nilai dan pencapaian prestasiku saja. Aku gak perduli dengan orang maupun hal-hal lain. Bagiku, dunia adalah tempat dimana hanya ada aku saja di dalamnya.
Ketika dirumah membantu toko sayuran ayah.
"Satu kardus kentang seharga 130.000 rupiah. Supaya pas dibagi 30%, tiap kantung harus berisi 700 gram yang harganya 13.800 rupiah," ujarku memilah beberapa kentang dalam box.
"Oh, Ada apa nih? Lagi mikir sesuatu ya? Bukan kamu banget, Anita. He...he...he," ucap Ayah meledek ketika ia mengangkat sekarung kentang hendak melewatiku.
"Kalau saja ayah tahu hitungan harga tiap satuannya, Aku gak perlu buang-buang waktu disini," gumamku tetap berjongkok membelakangi ayah.
"Cemungud," lanjut ayah kembali bergegas.
"Belakangan ini ada sesuatu yang aneh padaku, entah kenapa akhir-akhir ini aku sulit fokus setiap mengerjakan sesuatu," batinku berjalan menuju kamar.
Sesampainya di kamar, terduduk menatap cermin hias memandangi wajahku.
"Yah, sedikit banyak aku sudah tau jawabannya sih," lanjutku berdiri kemudian membaringkan tubuh dan perlahan memejamkan mata.
Keesokan paginya di ruang sekolah.
"Remedial!" pekik Zain bangkit berdiri melirik bu Dewi.
Meski gemetar ketakutan, bu Dewi tetap memberanikan diri, "Setiap murid yang nilai rata-ratanya dibawah KKM saat UTS wajib mengikuti remedial! Kamu wajib ikut, soalnya semua nilaimu nol gara-gara lupa menulis nama di setiap mata ujian!"
Zain kembali duduk disebelahku, melirikku, " Kamu juga ikut remedial?"
"Enggaklah, secara nilaiku paling tinggi," balasku memandangi nilai pada lembar kertas di tanganku kemudian melirik nilai kertas Zain di atas meja.
"Kalau begitu, Aku juga enggak ah," singkat Zain mendongakkan pandangan.
Menyadari sesuatu yang terlihat aneh, dengan cepat aku mengambil seluruh lembaran kertas nilai Zain meneliti cukup dekat setiap inci nilainya.
"Kalau saja namanya ditulis, nilainya bisa lebih tinggi dariku!" batinku cukup kesal kemudian melirik Zain yang masih bersantai.
***
Sampai disini dulu ya kak, maaf untuk sementara otornya gak bisa rutin doble up karena ada sedikit masalah kerjaan. Tetaplah putus asa dan jangan semangat, meski begitu kesehatan paling utama.
Jangan lupa tinggalkan favorit like komen sebagai bentuk dukungannya kak, kita lanjut gas.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 36 Episodes
Comments
Dhina ♑
Sedikit brutal
walau kadang penakut hal tertentu
2022-12-28
0
Dhina ♑
Dia genius
Masa bodoh
Tapi butuh perhatian
2022-12-28
0
Dhina ♑
Dia tidak aneh
tapi unik
2022-12-28
0