“Seperti biasa, kau masih tetap cantik seperti saat terakhir aku melihatmu Zoey...”
“Zoey...” panggilan Ayah menyadarkanku, “apa yang kau lakukan? Cepat beri salam pada Hwang Joon, dia sudah jauh-jauh datang kemari...”
Aku tergagap dan membungkukkan badanku, salam khas Korea.
“Kau sudah bertahun-tahun tinggal di luar negeri kenapa masih begitu menyapa rekan lama?” Hwang Joon berdiri dari duduknya dan tiba-tiba menghampiriku. Tanpa seijinku ia memelukku.
“Joon-ssi”, aku mendorong tubuhnya pelan. Tanpa aku sadari, aku melangkah mundur dan melirik ke arah Ayah. Meminta penjelasan.
“Ayah berniat akan melanjutkan perjodohan kalian...” belum selesai Ayah berbicara aku segera memotongnya dengan tidak sopan.
“Ayah!” teriakku. Aku menatapnya tidak mengerti. Bukankan Hwang Joon sudah menikah? Walau adikku sangat menyebalkan, ia yang paling sering menghubungiku. Juna pernah memberitahuku tentang pernikahan Hwang Joon saat ia meneleponku beberapa tahun yang lalu.
“Aku bahkan bersedia bercerai dengan istriku kalau kau benar-benar menginginkannya Zoey...” aku menatap tajam laki-laki itu. Lantas setelah bercerai kau bisa dengan gampangnya menikahiku?
“Ayah, aku ada meeting sebentar lagi. Silahkan lanjutkan beramah-tamahnya...” aku berbalik dan keluar dari ruanganku, sebelum aku menutup pintu aku berbalik, “dan aku tidak akan meninggalkan Paris!”
Begitu keluar dari ruangan aku langsung mencari Maurel. Aku harus pergi dari tempat ini secepat mungkin. Maurel mengikutiku dengan gelisah. Ia berulang kali memastikan keadaanku, kami punya pertemuan penting siang ini.
Aku meminjam tablet Maurel. Aku memiliki firasat buruk tentang kedatangan Ayah dan Hwang Joon ke Paris. Mereka tidak akan melepaskanku dengan mudah. Dengan bantuan Maurel aku membuka akun email baru dan mengirim pesan untuk Lucas. Ia harus berhenti menghubungiku dan hanya menggunakan alamat ini sebagai gantinya.
“Maurel, tolong rahasiakan email ini. Kalau terjadi apa-apa denganku, aku harap kau menghubungiku melalui email itu. Aku percaya padamu...” kataku sambil mengembalikan tabletnya.
“Sebenarnya ada apa Nona?” tanya Maurel khawatir.
“Tidak tahu, aku takut kalau tiba-tiba aku menghilang dari sini...” kataku sambil melihat ke luar jendela, “kalau itu terjadi kau pasti akan merindukanku Maurel...”
“Nona...” Maurel tidak mengerti dengan apa yang aku bicarakan.
“Aku akan berusaha agar kau tidak merindukanku nanti Maurel, tapi aku tak bisa menjaminnya...” aku tersenyum pada sekretarisku itu. Walau rasanya berat, tapi aku tahu aku akan meninggalkan kota ini, “terima kasih untuk semuanya...”
“Zoey!” Maurel memanggil namaku langsung, tidak dengan embel-embel Nona lagi, aku tersenyum senang. Maurel jauh lebih tua dariku, tapi ia tidak bisa tidak memanggilku Nona karena aku adalah atasannya saat di kantor.
“Aku akan merindukan omelanmu...” kataku untuk pertama kalinya dalam beberapa tahun ini.
---
“Apa nona baik-baik saja, Tuan?” suara seorang wanita terdengar di telingaku.
“Tentu saja, dia akan baik-baik saja kalau dia tidur, jangan khawatirkan putriku...” suara Ayahku. Aku lalu mendengar suara langkah kaki meninggalkan kami.
Gelap dan sakit.
Aku merasakan sakit di sekujur tubuhku, tapi aku tak bisa mengatakan apapun. Bahkan menggerakkan bagian tubuhku pun tak bisa. Aku tidak tahu ada di mana dan apa yang akan aku hadapai nantinya.
Terakhir yang aku ingat.
Apartemenku.
Aku terpaku menatap apartemenku. Dua buah koper dan satu tas tangan berdiri manis di hadapan pintu. Beberapa orang berpakaian hitam rapi sudah ada di dalam apartemenku, Ayah juga ada di sana, menunggu di sofa ruang ramu. Aku mengela nafas, sudah menduganya.
“Sudah cukup kau main-main, sekarang sudah waktunya kau pulang!” perintahnya.
“Aku tidak main-main di sini, Ayah tahu itu...” aku tak ingin pulang.
“Kau pikir Ayah tidak tahu apa yang kau kerjakan di sini? Kau pikir siapa yang membuatmu bisa sampai sejauh ini?” Ayah menatapku dengan tatapan meremehkan.
“Apa maksudnya itu?” tanyaku meminta penjelasan.
“Lucas...” begitu nama Lucas keluar dari mulut Ayah, hatiku ciut. Apa yang dilakukan ayah padanya?
Aku memilih diam, menunggu apa yang akan dia katakan.
“Kau tertarik dengan laki-laki itu kan?” tatapan Ayah terlihat menyelidik.
“Aku tak pernah tertarik dengannya! Dia bahkan sudah akan menikah!” aku mengatakan sejujurnya, “Lucas temanku, jangan ganggu dia...”
“Itu tergantung dengan sikapmu...” Ayah menatapku dan seringai kecil muncul di wajahnya, “teman? Huh...”
“Dia temanku...”
“Jangan naif, kau pikir kau bisa melangkah sejauh ini karena usahamu dan teman kecilmu itu? Bangun dari mimpimu Nak...” ucapan Ayah membuat mataku membulat. Tapi aku berusaha untuk tetap tenang. Itu tidaklah penting. Kalaupun Ayah adalah orang dibalik melejitnya brand milik kami itu bukan urusanku. Desain kami berbeda, kami baik-baik saja. Aku harus meyakinkan diriku sendiri akan hal ini.
“Ayah tahu? Mimpiku bahkan lebih indah dari kenyataanku, Ayah seharusnya paham akan hal itu...”
“Pulang, ini bukan permintaan tapi perintah!” kata Ayah tegas.
“Kenapa? Bukankah aku baik-baik saja di sini? Perusahaan juga berkembang di tanganku. Apa yang Ayah ragukan? Karena aku wanita? Apa aku harus pergi dan mengubah diriku menjadi pria agar Ayah menghargai pendapatku?!”
“Diam!” Ayah berdiri dan mendekatiku, “apa kau tak tahu betapa pentingnya pernikahanmu dengan keluarga Hwang? Kau tidak tahu apa yang Ayah lakukan untuk menyatukan kalian!”
“KENAPA! Kenapa Ayah tidak bertanya padaku dan seenaknya memutuskan siapa yang harus aku nikahi. Dia sudah menikah! Dia punya anak dan istri yang harus diurusnya! Apa yang kurang?” tanpa aku sadari aku meninggikan suaraku. Aku menatap Ayah dengan terluka. Sebenarnya apa yang ada di pikirannya?
“Apa Ayah tidak pernah memikirkan kebahagiaanku?” tanyaku putus asa. Aku benar-benar tidak tahu apa yang Ayah inginkan.
“Kau bilang kau tak masalah tak menikah sekalipun. Apa bedanya jika kalian menikah? Kau bisa kembali ke sini lagi setelahnya?” aku benci sekali dengan pemikiran itu.
“Apa Ayah tidak mencintai Ibu saat Ayah menikahinya?”
“Tentu saja awalnya tidak. Kami juga dijodohkan, dan kami baik-baik saja...” Ayah melihat jamnya dan memberi kode pada pengawalnya.
“Aku tak akan pulang!” aku siap-siap untuk berlari. Saat aku berbalik, dua orang bertubuh gempal sudah menghalangiku di depan pintu.
“Baiklah, kau boleh tinggal di sini, tapi aku akan membawa anak perempuanku pulang...” begitu Ayah mengatakannya, dua orang dari pengawalnya memegang tanganku. Aku mengelak dan memukul mereka berdua. Kaget dengan pergerakanku yang di luar pikiran mereka, dua orang lagi maju dan kembali mencoba menangkapku. Ruang tamuku berantakan. Empat lawan satu dan kegaduhan itu belum berhenti.
“Itulah mengapa aku butuh lebih banyak orang untuk membawanya pulang, dia wanita, tapi dia tidak lemah. Bereskan kekacauan ini, kita tak perlu menarik lebih banyak kegaduhan...” Ayah memberikan perintahnya. Seorang pemuda yang lebih muda mendekat. Mata kami bertatapan, dan dalam satu gerakan tangan aku tumbang. Laki-laki itu menangkap tubuhku sebelum menyentuh lantai. Walau kesadaranku masih untuh, aku tak bisa menggerakan tubuhku. Ia menotok titik sarafku.
Aku mendengar suara dari dalam kabin pesawat.
Oh aku tiba ke Korea, dalam kondisi tidak sadarkan diri.
Benar-benar hebat keluarga Park, untuk membuat dokumen perjalanan kami ini legal. Aku tahu aku pasti akan dibawa pulang bagaimanapun caranya. Tapi cara ini benar-benar di luar dugaanku.
Ayah membawaku masuk ke kehidupan laknat itu dengan penuh paksaan.
Sekali lagi...
Ayah kembali merenggut mimpiku.
--
Note :
-ssi - imbuhan akhir untuk memanggil nama orang Korea secara formal. Jin-ssi, Eunhyuk-ssi, dst
Bagaimana perasaan kalian jika yang menjadi penghalang mimpi kalian adalah seseorang yang seharusnya mendukung kalian?
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 83 Episodes
Comments
Yourlukey
nggak semua orang bisa dijodohkan bapake 😭
2023-10-14
0
ayyona
papah kejam
eh tapi napa maksa bgt mo besanan ma klrga wang?
2020-10-30
1
Priska Anita
Nice story 💜
2020-08-26
0