Saat aku tersadar, aku sudah ada di dalam kamarku. Bukan kamarku yang ada di Prancis atau Jerman. Tapi kamarku belasan tahun yang lalu di Korea. Aku tak bisa menghentikan diriku untuk tidak menghela nafas penuh dengan kepedihan.
Ini bukan kepulangan yang aku inginkan.
Kepalaku berdenyut saat mencoba bangun, sebenarnya apa yang mereka lakukan padaku?
Aku meraih segelas air yang disediakan di nakas samping tempat tidurku dengan susah payah. Aku langsung meminum habis semuanya. Setidaknya aku harus pulih secepat mungkin untuk bisa menilai situasiku saat ini.
“Nuna...” aku menoleh dan melihat laki-laki itu sudah masuk ke kamarku. Juna. Adikku itu bukan lagi bocah menyebalkan, tapi kini ia sudah berubah menjadi laki-laki dewasa yang tak kalah menyebalkan. Ia berjalan ke arahku dan duduk di samping tempat tidur.
“Apa kau bodoh?” katanya tiba-tiba. Aku melotot, bukannya dia senang melihat Nunanya setelah bertahun-tahun tapi malah mengejeknya. Ya, Juna satu-satunya saudaraku yang mengunjungiku di Jerman atau Prancis.
“Anak brengs*k! Mau mati kau?” aku berusaha duduk agar bisa memukulnya.
“Apa yang akan kau lakukan sekarang?” katanya serius. Ia menatapku dengan matanya yang setajam belati. Hmmm, sejak kapan dia berubah menjadi tampan seperti ini sih?
“Kau benar-benar tampan, Juna...” kataku tanpa sadar saat mengamati wajahnya.
“Dan kau benar-benar gila!” Juna menjetikkan jarinya di dahiku, membuatku meringis kesakitan.
“Kau tahu kan aku sedang tidak baik-baik saja?” aku mengeluh sambil memegangi dahiku.
“Apa kau akan menerima perjodohan ini?” aku menatapnya dengan seksama. Ia terlihat mengkawatirkanku. Aih, sejak kapan adikku satu ini begitu peduli padaku?
“Kau lihat kan aku pulang dengan cara seperti ini? Kau pikir aku menerimanya?” aku meninju bahunya pelan lalu mencengkeramnya erat. Tubuhku terasa remuk rasanya, sakit semua.
“Aku juga bingung dengan ada yang harus aku lakukan untuk menolongmu..." Juna menatapku putus asa dan tanpa aku duga, Juna menarikku dalam pelukannya.
“Ju..Juna...” kataku tergagap, aku masih belum terbiasa dengan sikapnya yang seperti ini. Sebenarnya apa yang terjadi dengan adik laki-lakiku? Kenapa dia berubah?
“Juna, kau waras kan? Apa kau benar adikku?” aku bertanya dalam pelukkannya.
“Tentu saja...” Juna melepaskan pelukkannya, “kau kakakku yang paling kusayangi...”
“Aku baru tahu itu...” kataku jujur, “yang aku ingat kau selalu membantah kata-kataku, kita juga sering berkelahi.”
“Karena itulah kita dekat”, aku memandangnya dengan curiga. Perubahan ini terlalu drastis. Aku tak bisa melihat jalan pikiran Juna. Tidak mungkin kan dia berbuat baik tanpa memiliki niat lainnya.
“Kenapa sih Nunaku ini?” ia tersenyum, begitu manisnya hingga aku hampir tergoda.
“Apa Appa dan Eomma di rumah?” tanyaku mengalihkan topik pembicaraan, percuma berbasa-basi dengannya. Ia tak akan membuka kartunya.
“Eomma ada, Appa...” Juna menggantung kalimatnya, “ia sedang mempersiapkan pertunanganmu...”
“APA!”
“Jangan berteriak padaku! Aku kan tidak ikut-ikutan masalah ini...” Juna mengusap telinganya.
“Kau sudah bangun Zoey?” suara itu terdengar bersamaan dengan munculnya seorang wanita berparas cantik walau usianya sudah hampir enam puluh tahun. Aku memandangnya, gurat wajahnya semakin dalam, walau ia masih telrihat menawan tapi ibuku benar-benar terlihat semakin menua.
“Eomma...” aku memandangnya lembut. Jujur aku merindukannya, tapi aku tidak memiliki pilihan apapun kecuali meninggalkan ibuku yang malang itu di Korea. Tiba-tiba rasa penyesalan itu datang padaku, perubahan wajah beliau menunjukkan begitu lamanya aku meninggalkannya.
Ibu berjalan menghampiriku dan memelukku, “kau baik-baik saja Nak?” tanya beliau sambil mengusap kepalaku.
“Ya, begitulah...” aku tak ingin menjelaskan keadaanku. Ibu tahu aku tidak baik-baik saja, matanya sembab, menandakan bahwa Ibu baru saja berhenti menangis. Ia tidak memiliki pilihan lain, ia adalah orang yang paling lemah di rumah ini sehingga ia tak memiliki cara apapun untuk menghentikan suaminya kecuali tangis air mata. Air mata yang mungkin tidak akan berpengaruh sedikit pun pada pria berhati batu yang sayangnya, dimiliki oleh Ayahku itu.
“Maafkan Ibu, Zoey...” Ibu kembali menangis sambil memelukku.
“Tak apa Eomma, Eomma baik-baik saja kan?” kataku sambil mengusap punggungnya. Juna ikut menepuk-nepuh bahu Ibu penuh perhatian. Aku meliriknya, apa dia benar-benar adikku?
“Ibumu ini memang tidak becus Zoey, maafkan Ibu...” aku menghela nafas perlahan. Merasa bersalah telah meninggalkannya begitu lama di Korea. Ibu pernah menemuiku di Jerman beberapa kali, namun setelah aku pindah ke Prancis, Ibu tak pernah mengunjungiku. Cih! Anak macam apa aku ini yang berharap Ibu yang seharusnya mengunjungiku?
“Tak apa Eomma, aku kan mengurusnya...” jawabku tidak yakin.
“Apa kau tidak memiliki cara untuk menyelamatkan kakakmu dari perjodohan ini, Juna?” Ibu melepas pelukannya dan menatap Juna penuh harap.
“Aku belum tahu Eomma...” Juna ikut menghela nafas pasrah.
“Ibu tak masalah jika kau dijodohkan dengan Joon-ssi sebelum ia menikah, tapi ia kini sudah menikah dan pernikahannya gagal, bagaimana Ibu bisa menyerahkan anak perempuan Ibu pada laki-laki yang tidak bisa mempertahankan keluarganya?” Ibu menutup wajahnya kembali menangis.
Aku tidak bisa menyembunyikan keterkejutanku. Aku menatap Juna, tapi ia hanya mengangguk pelan, memintaku untuk tidak mengatakan apapun pada Ibu terkait dengan Hwang Joon. Laki-laki itu masih bersama istrinya, mereka berdua belum benar-benar berpisah. Tapi kenapa Ibu justru mengatakan kalau Hwang Joon sudah berpisah dengan istrinya?
"Maafkan ibumu yang tak becus ini Zoey..." Ibu tak henti menyalahkan dirinya sendiri.
Aku hanya bisa menatap Ibu nanar. Setidaknya aku memahami jalan pemikrian Ibu. Aku yakin beliau tidak akan mempermasalahkannya ketika aku dijodohkan dengan lelaki lain setelah perjodohan pertama dengan Hwang Joon. Mereka semua belum menikah. Ini pertama kalinya Ibu menolak perjodohan itu karena Hwang Joon sudah pernah menikah dan gagal. Beliau takut aku juga akan gagal, karena baginya wanita adalah kaum yang lemah dan akan kesulitan jika pernikahannya gagal.
Aku merasa kasihan pada Ibu. Selama hidupnya, Ibu menjadi nona muda yang sangat patuh. Ia lalu dijodohkan dengan Ayah tanpa pernah memiliki pengalaman bekerja. Hal ini membuat Ibu begitu rapuh tanpa Ayah. Dulu aku tidak paham akan hal ini, tapi kini aku benar-benar mengerti dan memahaminya.
“Aku akan baik-baik saja Eomma, percayalah padaku...” aku memeluk Ibu untuk meyakinkanny lagi, “Eomma tahu kan kalau Zoey ini gadis yang kuat?”
“Kau masih gadis?” aku menoleh pada Juna, ia terlihat begitu terkejut.
“Kurang ajar!” aku memukul kepalanya.
“Kau tak pernah memiliki pacar? Satu kali pun?” tatapan mata Juna berubah dari terkejut menjadi iba. Aku hendak memukulnya sekali lagi saat seseorang muncul di balik pintu, menghentikan tanganku di udara.
“Selamat datang adik kecilku...” suara Kak Dany membuatku menoleh. Aku menatap laki-laki itu dengan tatapan sedih. Apa benar dia adalah kakakku?
“Oppa...” sapaku lirih.
“Apa kau tidak merindukan Oppamu ini? Bahkan dipernikahan Oppamu satu-satunya ini kau tak pulang...” Kak Dany berjalan menghampiriku dan tersenyum. Bukan senyuman ramah tapi senyuman yang penuh rasa benci, “tapi tenang adik manis, Oppamu ini akan berdiri di barisan pertama di altar pernikahamu nanti...”
“Dany...” bisik Ibu lirih.
“Apa Eomma tak ingin Zoey menikah? Dia sudah 33 tahun!” Kak Dany mencengkeram bahuku erat. Membuatku meringis menahan sakit.
“Hyung...” Juna berdiri dan meraih bahu Kak Dany, “apa yang Hyung lakukan di rumah? Apa keponakanku juga ada di sini?”
“Tentu saja, Eddy dan Anne juga ingin berkenalkan dengan tantenya...” Kak Dany melepaskan cengkeraman tangannya dari bahuku.
“Mereka di sini?” tanya Ibu, matanya berbinar saat mendengar nama cucunya disebut.
“Iya...” Kak Dany memandangku, “apa kau tidak ingin bertemu dengan mereka Zoey?” tanya kakakku sinis. Aku memakluminya kalau ia sampai membenciku.
“Tentu saja...” aku beranjak dari tempat tidurku dan berjalan di belakang Ibu dan Juna. Aku menahan denyut di kepalaku yang terasa begitu menyiksa.
“Aku punya obat sakit kepala kalau Nuna mau...” aku menoleh pada Juna. Bagaimana dia tahu kalau aku sakit kepala?
Tanpa menunggu jawabanku, Juna langsung masuk ke kamarnya yang ada di sebelah kamarku. Ia membawa satu obat dan memberikannya padaku. Aku menerimanya dan menelannya begitu saja.
“Kau bisa mati kalau sampai tersedak!” Juna melotot melihat aksiku.
“Baguslah kalau begitu, setidaknya tidak ada yang akan menyiksaku lagi...” jawabanku berbuah pukulan dari Juna. Ia tidak menyukainya.
“Halmoniii....” teriak kedua anak itu sambil menghampiri Ibu dan langsung memeluknya. Aku menatap kedua ponakanku itu dengan haru. Perasaan hangat itu mucul di hatiku, lucu sekali mereka. Aku tahu Eddy sekarang sudah berumur tujuh tahun dan Anne lima tahun, mereka hanya selisih dua tahun. Juna memberiku kabar tentang kelahiran mereka, tapi aku lagi-lagi tidak pulang ke Korea. Tiba-tiba rasa bersalahku semakin membesar menyadari apa yang telah aku lakukan pada mereka berdua.
“Eddy, Anne kenalkan ini tantemu. Namanya Zoey...” aku kemudian berjongkok agar bisa menatap keduanya dengan lebih dekat. Mereka sangat indah, mata mereka masih jernih oleh kepolosan. Takut-takut mereka mendekatiku.
“Kemari...” kataku pelan. Anne yang pertama datang memelukku sedangkan Eddy justru bersembunyi di belakang kaki Juna. Ia menarik kaus Juna dan membisikkan sesuatu padanya. Membuat Juna tergelak.
“Bukan Eddy, dia bukan malaikat. Dia setan jahat...” aku melotot menatapnya. Bagaimana bisa ia memperkenalkanku dengan kata-kata seperti itu. Kan Eddy masih anak-anak?
“Dia bilang kau sangat cantik seperti malaikat...” aku menatap Juna tak percaya lalu beralih ke Eddy.
“Kemari Eddy...” aku merentangkan tangan kananku, memintanya datang ke pelukanku.
“Aku tahu kau membenciku, tapi dua anak itu tetap keponakanmu dan mereka tak memiliki dosa apapun...” Kak Dany berkata sambil meninggalkan kami.
“Agassi...” seorang wanita datang menghampiriku, “saya Kang Ji Hyun, senang bertemu dengan anda...” aku merasa tak enak sendiri. Ia mengatakanya dengan bahasa yang sangat sopan. Padahal aku adalah adik iparnya.
“Eonni tak usah berbicara begitu formal padaku, aku tetap lebih muda darimu dan aku adalah adik iparmu...” kataku tulus.
“Baiklah...” katanya lalu tersenyum lembut. Aku mengalihkan padanganku. Wanita di hadapanku ini juga terlihat lembut dan rapuh. Berbeda sekali dengan bayanganku selama ini. Aku pikir hanya orang gila yang mau menikah dengan Kak Dany. Tapi wanita ini begitu lembut, aku bisa melihat sosok Ibu di dalam diri Ji Hyun.
Ternyata empat belas tahun begitu lama.
Aku baru menyadari begitu banyak waktu yang aku lewatkan.
Begitu banyak yang berubah. Seolah hanya aku yang berjalan di tempat yang sama.
***
Nuna : panggilan untuk kakak perempuan dari adik lak-laki
Eomma : Ibu
Oppa : panggilan untuk laki-laki yang lebih tua dari perempuan yang lebih muda
Hyung : panggilan untuk laki-laki yang lebih tua dari laki-laki yang lebih muda
Halmoni : nenek
Agassi : Nona
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 83 Episodes
Comments
Yourlukey
i feel u
2023-10-14
0
Yourlukey
love this quote
2023-10-14
0
J
zoey di sebut hantu...qkqkk
2020-08-25
0