“Apa yang dilakukan Ice Princess di tempat seperti ini?” aku menoleh, mencari sumber suara itu. Bukannya ke ge-eran, namun rumor itu juga sampai di telingaku. Aku tidak tuli dan banyak orang yang memberikan julukan aneh itu padaku. Aku mendengus pelan, uap tipis terlihat keluar dari hidungku. Walaupun ini belum musim dingin, udara sudah cukup membuat kulitku pedih dan kering.
Aku menemukannya, seorang laki-laki kurus dan kecil itu berdiri di atas pagar tembok pembatas sekolah sambil mengulum permen lolipop di mulutnya. Aku menatapnya tajam dan terkesan meremehkan. Laki-laki itu masih SMP, masih anak-anak.
“Bukan urusanmu, Bocah!” jawabku ketus, tak ingin meladeninya.
“I know...” bukannya pergi tapi bocah itu justru mendekatiku.
“Cih...” mau tak mau aku mendecakkan mulutku. Merasa heran dengan kepercayaan diri bocah itu, “mau apa kau?”
“Tidak ada, hanya penasaran dengan penerus Keluarga Park. Zoey Park. Itu kan namamu?” bocah itu tersenyum dengan sinis, sudut bibirnya terangkat menyebalkan sambil menatap nametag di bajuku.
“Kau siapa?”
“Sudah mulai penasaran denganku?” ia tersenyum lagi, kini aku bisa melihat kilatan di matanya yang yang bisa dikatakan cukup besar untuk seorang laki-laki. Mata indahnya yang bulat hitam itu tidak cocok dengan wajahnya yang tengil. Benar-benar sangat menyebalkan.
“Terserah kau sajalah...” aku muak berurusan dengan bocah seperti dirinya.
“Aku anggap jawabanmu itu sebagai kata iya...” jawabannya membuatku melotot. Bocah itu kini meloncat turun dan bersandar di pagar pembatas sekolah. Ia terus mengamatiku dengan tatapan yang aneh, membuatku benar-benar risih.
Aku tak ingin lebih lama lagi di tempat ini. Bahkan di tempat yang sudah kugunakan untuk bersembuyi ini kini sudah menjadi sama, sama tidak menyenangkannya dengan sekolah ini. Terlebih lagi ada seorang bocah pengganggu yang sangat menyebalkan.
“Zoey!” reflek aku berhenti di tempat, saat bocah itu memanggilku dengan begitu akrab. Jelas-jelas aku lebih tua darinya. Enak saja dia memanggilku seperti itu!
Aku sudah memutusakan untuk mengabaikannya ketika ia menyahut lagi dengan lebih lantang, “jangan mau dijodohkan!”
“APA?!” aku keget bukan main dan berbalik. Langkahku semakin cepat dan tak segan-segan aku mencengkeram kerah bocah itu. Tinggi kami hampir sama, membuat mata kami sejajar, aku menatapnya tajam.
Rasa kesal itu solah menggila bagaikan tornado di otakku karena ucapan bocah sialan ini. Bagaimana ia tahu apa yang sedang menganggu pikiranku? Aku masih kelas tiga SMA, aku masih sangat muda, akan tetapi keluarga besarku sudah mencarikan jodoh untukku. Tentu saja, aku tidak bisa menolak, aku juga tidak mungkin lari. Keluargaku termasuk keluarga kaya yang terpandang dan tentunya akan sangat mudah bagi orang tuaku untuk mencariku. Aku menyadari bahwa aku masih belum cukup dewasa untuk bisa bertahan hidup sendiri. Aku tidak tahu apa yang harus kulakukan. Satu-satunya hal yang bisa aku lakukan adalah melampiaskan emosiku di lorong pemisah antara gedung sekolah senior dan junior, inilah salah satunya tempatku melarikan diri. Tapi sekarang, di tempat ini pun ada seseorang yang mengusik ketenanganku. Aku sangat membenci diriku sendiri.
Sekolah ini benar-benar sempit! Sekolah swasta ini memang sekolah elit yang mencakup jenjang sekolah dasar sampai sekolah menengah atas. Siswanya pun berasal dari keluarga kaya yang sanggup memfasilitasi semua pembiayaan program untuk anak-anaknya. Adapun ‘anak-anak miskin’ di sekolah ini termasuk orang yang pintar dan menjadi siswa penerima berasiswa sebagai salah satu ‘program pelayanan masyarakat’.
Bukan nilai yang menentukan statusmu, tapi kekayaan keluargamu. Cih. Aku benar-benar muak dengan semua itu. Aku juga sangat membenci sekolah ini. Aku tidak bisa menemukan seorang pun yang dapat dijadikan teman. Teman yang kata orang tuaku tidak akan pernah aku temui seumur hidup itu. Semuanya hanya mengincar kesuksesan keluargaku semata.
Persetan dengan semua itu!
Aku sangat membenci keluargaku.
“Andai saja dia itu laki-laki!” Aku terkejut saat mendengar Ayah berteriak pada Ibu. Aku baru saja masuk SMA saat kenyaatan itu menyadarkanku. Aku berdiri di balik pintu kamarku yang sedikit terbuka dan mendengar semuanya, "“Kenapa dia harus lahir sebagai anak perempuan?”
Hatiku terasa begitu pedih mendengar perkataan Ayah. Apa selama ini ia tidak menginginkanku ada di sini? Kenapa Ayah begitu membenciku? Aku tahu Ayah selalu bersikap dingin padaku, tapi aku tidak tahu ia sampai membenciku sepeti ini.
“Ayah, kan ada Dany dan Juna! Tak ada sangkut pautnya Zoey dengan semua ini!” ibunya mencoba menenangkan Ayah.
“Tapi Dany dan Juna itu tidak seperti Zoey! Aku tidak mungkin menujuk Zoey sebagai pewaris perusahaan kita. Ia seorang wanita!” suara Ayah bergema di telingaku. Jadi ini semua masalah harta? Masalah aku adalah seorang wanita?
Aku menutup pintu kamarku dengan hati yang sedih. Aku tidak ingin mendengarnya lagi. Aku memandang rak buku dihadapanku yang setinggi langit kamar dengan hati yang kosong. Aku juga melihat dinding meja belajarku penuh dengan tempelan ketas berwarna-warni yang berisi semua kerja kerasku dalam belajar. Aku tahu Ayah tidak menyayangiku seperti Ayah meyayangi kakakku Dany dan adikku Juna. Aku berusaha keras agar Ayah melihat ke dalam diriku dengan cara belajar mati-matian untuk menjadi yang terbaik di sekolah. Aku bahkan membuang mimpiku jauh-jauh untuk masuk ke sekolah seni daripada ke sekolah yayasan terkutuk itu. Aku percaya bahwa Ayah akan menghargai usahaku kelak. Tapi ternyata semua itu tetap sia-sia. Aku tidak bisa mengubah kenyataan bahwa dia adalah serorang wanita. Semua kepercayaan dalam diriku menguap malam itu.
Tadi malam, seusai makan malam keluarga, untuk pertama kalinya aku mendengar itu. Perjodohan.
“Dany, apa Joon sudah setuju jika ia dijodohkan dengan Zoey?” pertanyaan Ayah membuatku membeku. Perjodohan?
“Sudah Yah, Joon bilang kalau Zoey sangat cantik. Ia mau bertemu dulu dengannya...” Dany menjawab pertanyaan Ayah dengan bangga.
“Baguslah, semoga Joon suka dengan Zoey. Jika keluarga Park dan Hwang bersatu maka kita akan menguasi Korea...” Ayah tertawa dengan senang. Lagi-lagi ini tentang harta. Kak Dany juga merasa lega ia berhasil membujuk temannya itu untuk dijodohkan denganku. Dan seorang Zoey? Aku terkejut sambil memandang Ibu, meminta penjelasan ini. Ibuku menggeleng, prihatin.
Kenapa tidak minta persetujuanku? Bukankan aku yang akan dijodohkan? Aku menatap Ayah dan Kak Dany dengan tatapan terluka. Ini benar-benar keterlaluan! Tanpa mengatakan apapun aku berdiri dan pergi ke kamar.
“Zoey!” panggilan Ayah untuk kali pertamanya aku abaikan. Aku menutup pintu kamarku dengan kencang. Aku ingin menangis, tapi menangisi apa? Aku tidak sedih tapi benar-benar marah.
Dan kini seorang bocah menyebut kata laknat itu. Dari mana dia tahu bahwa aku akan dijodohkan? Aku saja baru mengetahuinya tadi malam.
“Dari mana kau tahu itu?” Aku masih mencengkeram erat kerah bocah itu.
“Bukan rahasia umum kan? Di sekolah ini tidak ada yang bisa kita sembunyikan, bahkan kentut kita sekalipun...” bocah itu tidak berusaha melepaskan cengkramanku.
“Siapa kau?” tanyaku lagi.
“Aku hanya mengingatkanmu, jangan kau terima perjodohan itu atau kau akan menderita seumur hidupmu...” bocah itu melepaskan tanganku dalam sekali hentakan.
“Kenapa?” kini aku bertanya heran.
“Apanya?”
“Kenapa aku tidak boleh menerima perjodohan itu?” mataku bergetar menatap bocah itu.
“Boleh saja kalau kau memang mau menikahinya, aku hanya mengingatkanmu...” bocah itu menjawab dengan santai sambil merapikan kerahnya yang kusut.
“Lalu kenapa kau memperingatkanku!” aku masih bertanya dengan keras kepala. Apa maksud semua ini?
“Aku sudah bosan melihatmu sedih, hanya kasihan saja...” ia menatapku iba. Berani-berani dia mengasihaniku. Benar-benar menyebalkan!
“Kenapa?!” aku berteriak marah saat melihat bocah itu berjalan dan meloncat naik ke pagar, ia duduk di atas sana dan kembali memanggil namaku.
“Zoey, ingat wajahku baik-baik, kau berhutang budi padaku...” bocah itu lalu melompat turun dan menghilang sebelum aku kembali menghandriknya.
“Aku tak sudi mengingatmu, bocah!” aku hanya bisa menatap pagar pembatas itu dengan amarah. Aku tak tahu kenapa hidupku sungguh tak adil. Kenapa harus mengalami hal seperti ini dan tak memiliki kehidupan remaja normal pada umumnya?
Aku benci.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 83 Episodes
Comments
Yourlukey
boro kentut, tembok aja ikut ngomong
2023-10-14
0
ayyona
eh bocah sekate kate die 😅
2020-10-29
1
Bunga Jasmine
jejak lagi...
2020-10-14
0