Paris
Empat belas tahun kemudian
Cahaya matahari yang masuk melalui kaca jendela di sebelah tempat tidurku membuatku membuka mata perlahan. Aku melirik jam di atas nakas, masih pukul sepuluh pagi. Aku menguap, mengusir sisa kantuk yang tersisa dari lemburku semalam.
Tepat setelah aku menenguk segelas air dingin dari dalam lemari pendingin, seseorang mengetuk pintu kamarku. Aku berjalan mendekati pintu dan membukanya.
“Selamat pagi Zoey?” ucap laki-laki kaukasoid itu. Lucas namanya, ia adalah partner desain yang sudah bekerja bersamaku selama enam tahun ini.
Desain?
Ya, aku berhasil menjadi desainer di Paris. Di Paris!
Ceritanya panjang sekali.
Bukan, jangan bayangkan ayahku menginjinkaku untuk menjadi seorang desainer. Beliau tidak pernah menginjinkan apalagi memberiku kesempatan itu. Aku mengusahakannya dengan Lucas. Aku bertemu dengannya saat kompetisi terbuka delapan tahun yang lalu. Kami kemudian menggabungkan style desain kami hingga menghasilkan sebuah karya yang unik dan berbeda.
Manajemen Brand mode La Red De Alice yang masih begitu belia itu juga aku serahkan semuanya ke Lucas. Jika aku ikut campur dalam perijinan brand itu, aku tidak tahu apa yang akan ayahku lakukan padaku atau padanya. Dan dia tidak tahu bahwa ayahku mampu untuk melakukannya.
Kalian pasti bingung, bagaimana aku bisa melakukannya?
Jawabannya tetap satu.
Kerja keras.
Aku kabur dari rencana perjodohan itu dengan alasan akan melanjutkan kuliahku di luar negeri. Bukan kabur tepatnya, awalnya aku tidak menyangka alasanku ingin belajar di luar negeri itu akan di setujui. Aku hanya mengarang cerita, tapi Ayah tiba-tiba langsung mengurus segalanya dan menyuruhku untuk meninggalkan Korea. Pernikahan itu otomatis tertunda. Begitulah ceritanya aku bisa sampai di Jerman untuk kuliah bisnis, tentu saja. Aku menyelesaikan studiku dengan waktu yang bisa dikatakan lebih lama. Bukan karena aku malas tapi aku memang sengaja melakukannya.
Aku mengikuti kelas desain di luar kegiatan belajarku. Aku juga rajin mengumpulkan portofolio desain-desainku dan mengikuti berbagai kompetisi untuk meningkatkan skill dan kepekaanku terhadap perkembangan fashion. Aku sudah bilang kan kalau aku berbakat? Ya, walau tidak banyak, aku pernah memenangkan beberapa kompetisi sampai akhirnya aku bertemu Lucas.
Aku kemudian pindah ke Paris setelah selesai kuliah. Seolah Tuhan menginjinkaku, Ayah membuka cabang perusahan di Paris. Hal ini tidak aku sia-siakan begitu saja. Aku menawarkan diri bergabung dengan perusahaan itu. Selain aku butuh pengalaman kerja, kemampuan bahasa, dan pengetahuan tentang pasar di Paris membuat ayahku menginjinkan aku tinggal di sana. Mimpiku selangkah lebih dekat. Paris. Di sinilah aku tinggal sekarang.
Tak pernah sekali pun aku pulang ke Korea setelah itu. Aku menyukai kesibukanku di sini. Aku bekerja di hari kerja dan setelahnya, aku akan berkutat di studioku untuk mendesain karya-karyaku bersama Lucas. Aku mulai menyukai kehidupanku. Ya, aku menyukai rutinitas dan kesibukanku saat ini.
Setelah diingat-ingat, sejak aku tinggal di luar negeri, tidurku hanya sekitar 3-4 jam sehari.
“Pagi...” aku menyambut laki-laki itu dengan senyum cerah di wajahku. Ia sudah rapi dengan kemeja putihnya yang oversize dan celana jins yang membalut kaki jenjangnya. Aroma pafrumnya menguar melewati pintu dan masuk membelai hidungku.
“Apa sudah selesai?” Lucas kemudian masuk dan turun melalui tangga di sisi kanan kamarku menuju ruang lain yang aku jadikan sebagai studioku. Aku mengikutinya.
“Tentu saja...”
“Langsung aku bawa ya?” tangannya menyentuh gaun berwarna merah itu dengan hati-hati. Seolah ia gelas kaca yang mudah pecah.
“Iya, good luck ya...” kataku tulus. Laki-laki ini akan melangsungkan pernikahannya minggu depan. Ya, dia akan menikah, dengan orang lain, bukan denganku. Aku sendiri yang membuat gaunnya. Sungguh suatu kehormatan untukku bisa membuatkan gaun pernikahannya. Dia adalah satu-satunya teman yang aku miliki saat ini.
“Tentu saja...” Lucas mengambil gaun itu dan kembali ke lantai atas, “kau harus datang Zoey, aku ingin kau di sana menyaksikan wanita istimewaku menggunakan gaun yang juga istimewa.”
“Terima kasih...” ucapku tulus. Laki-laki ini benar-benar tahu cara menghargai orang, “aku pasti datang.”
“Aku akan membuatkan gaun pernikahanmu setelahnya, kau juga sudah saatnya menikah...” kata Lucas sambil menatapku penuh makna. Aku hanya tersenyum menanggapinya. Teringat bahwa aku melupakan alasanku kabur sampai ke sini. Aku tidak mau menikah dengan orang yang tidak aku cintai. Cinta? Bagaimana aku menemukan cinta jika aku tidak pernah memberikan kesempatan hatiku untuk menikmatinya? Aku terlalu sibuk untuk mimpi-mimpiku.
“Lain kali...” aku tertawa menanggapinya, “maafkan aku seharusnya aku mengantarnya, tapi aku ada meeting siang ini...” kataku mengalihkan perhatiannya. Aku melihat jam dindingku, masih cukup lama sebenarnya, tapi ada yang perlu aku siapkan sebelum acara meeting itu dimulai.
“Tak apa, aku tahu kau sibuk Zoey”, Lucas menepuk bahuku pelan, “kau benar-benar gila...” katanya yang secara tak langsung memujiku. Aku tahu itu.
“Cepat pergi saja, pasti Mia sudah menunggumu di bawah kan? Sampaikan salamku untuknya...” Lucas lalu memelukku dan mengucapkan selamat tinggal.
Aku kembali ke kamarku dan mulai membuka laptopku. Aku buru-buru membuka email dari Maéva Maurel, ia adalah asisten sekaligus sekretaris yang sudah berkerja denganku dari awal Ayah mengakuisisi hotel berbintang lima di Paris. Maurel sudah menghubungi berulang kali untuk memastikan aku telah membaca email itu. Wanita itu memang cerewet, tapi aku akui dia cerdas. Tanpanya aku tidak mungkin bisa mengerjakan pekerjaan ini. Perkerjaan ini bagai pisau bermata dua. Salah sedikit saja bisa membuatku mati kapan saja.
Ponselku kembali berdering. Aku meraihnya sambil membaca berkas di laptop, “Iya Rel, aku sudah membacanya. Tenangkan dirimu...” aku hampir selesai membacanya. Tidak ada yang bermasalah dari dokumen ini. Sesuai dengan ketentuan yang kemarin disepakati dan hanya tinggal menandatangi kontrak dengan pattisier itu dan semuanya beres. Kami berencana membuka satu lagi lounge VVIP di hotel.
“Bukan Nona Park, bukan itu yang ingin saya sampaikan...” katanya tergesa-gesa.
“Ada apa?” dadaku ikut berdebar mendengar gelagat Maurel yang tidak biasa.
“Tuan Park menunggu Anda satu jam lagi di kantor...” perkataan Alice membuatku terkejut. Apa yang dilakukan ayahnya di Paris?
“Kenapa dia di sana?” pertanyaan bodoh. Tiba-tiba saja otakku tidak berkerja. Perusahaan itu jelas miliknya, dan jelas ia bebas ke sana sesukanya.
“Saya...”
“Lupakan, aku ke kantor sekarang...” aku bergegas untuk membersihkan diri dan mulai bersiap diri ke kantor. Aku harus menempuh perjalanan yang cukup lama jika harus menggunakan mobil, jadi aku memilih trasportasi umum untuk mobilitas di kota ini. Aku menyambar laptopku dan memasukkannya ke tas lalu bergegas menuju kantor yang jaraknya kurang lebih 30 menit dari apartemenku.
Pikiranku berkelana sepanjang perjalanan.
Apa yang diinginkan orang tua itu di sini?
Kenapa ia tak menghubungiku terlebih dahulu?
Tak ada masalah di perusahaan, jadi seharusnya ia tak perlu mengkhawatirkan aku di sini.
Mengkhawatirkanku?
Aku tersenyum kecut menyadari pemikiranku yang sangat tidak masuk akal itu. Sejak kapan ia menghawatirkan anaknya? Apa dia sudah berubah?
“Nona Park!” Maurel nampak gelisah menungguku di lobby kantor. Aku menghampirinya sambil melirik jam tanganku. Masih ada limabelas menit sebelum Ayah datang. Kenapa dia sudah ribut di sini?
“Tuan Park sudah menunggu Anda...” aku menatap Alice dengan rasa bersalah. Ia pasti kebingungan mencari alasan kenapa aku belum berada di kantor. Aku menepuk bahunya dan mengatakan semuanya akan baik-baik saja. Mungkin.
“Appa...” panggilku begitu aku melihat wajah Ayah. Namun, berbeda dengan sapaanku yang lembut, ia justru berdeham tegas dan menunjuk dengan tatapan matanya seseorang yang ada di hadapannya.
“Presdir...” ralatku kemudian. Bahkan anaknya pun tak memiliki hak untuk memanggil ayahnya, Ayah.
“Selamat siang Zoey...” perhatianku berlaih saat seseorang memanggilku. Laki-laki yang datang bersama ayahku itu tersenyum padaku. Senyum yang menawan untuk wanita manapun kecuali diriku.
Mimpi buruk itu datang padaku.
Masa lalu itu berjalan dengan kejamnya ke arahku.
“Seperti biasa, kau masih tetap cantik seperti saat terakhir aku melihatmu Zoey...”
---
Note:
Appa : Ayah, Bapak,
Bagaimana jika orang yang tak ingin kau temui semur hidup tiba-tiba muncul dihadapanmu?
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 83 Episodes
Comments
Yourlukey
Ikuti kata hatimu Zoey, pernikahan itu kompleks
2023-10-14
0
ayyona
hohohoho jodoh yg tertunda datangkah?
2020-10-30
1
J
appa eomma
2020-08-24
0