Abraham George pergi menemui Raja Arthur di istana kerajaan untuk membicarakan masalah pernikahan Laura dengan pangeran Albert, juga tentang keinginan Laura yang ingin bekerja di perpustakaan kerajaan.
Abraham mendekati ruangan dengan dua pintu besar yang di jaga dua pengawal di depannya.
Salah satu pengawal langsung membukakan pintu untuk Abraham masuk ke dalam. Begitu masuk ke dalam kita bisa langsung melihat kemegahan dan kemewahan ruang kerja Raja Arthur yang bernuansa klasik Eropa seperti ruangan lain di istana Raja.
Di dalam ruang kerjanya, Raja Arthur tidak seorang diri melainkan ada penasehat kerajaan, dan pengeran Albert.
"Selamat pagi yang mulia, Abraham George menghadap yang mulia." Sapa Abraham formal pada Raja Arthur.
"Duduk lah Abraham." Perintah Raja Arthur.
Abraham berjalan ke tengah ruangan menuju kursi mewah bergaya klasik Eropa dengan dominasi warna emas sama seperti keadaan ruang kerja Raja Arthur, bergabung dengan pangeran Albert yang telah lebih dulu duduk di sana.
"Ada hal apa Abraham ? Bagaimana tanggapan keluarga mu tentang wasiat mendiang Raja." Ucap Raja Arthur keluar dari mejanya untuk bergabung dengan Abraham kursi yang di susul dengan penasehat kerajaan.
"Aku datang karena ingin memberitahu kan yang mulia tentang hal ini." Abraham melirik sekilas pada pangeran yang masih terdiam di tempatnya duduk.
"Ya lalu ?"
"Anakku menyetujui pernikahan ini yang mulia."
"Bagus, kita akan segera melangsungkan acara pertunangan dengan anak perempuan pertama mu."
"Maaf yang mulia, yang akan menikah dengan pangeran Albert bukan anak pertama ku tapi anak keduaku." Abraham berkata ragu-ragu.
Raja Arthur mengerutkan kening mendengar perkataan Abraham. "Kenapa bisa anak keduamu yang akan kamu nikahkan dengan pangeran Albert, bukankah di wasiat mendiang Raja tertulis anak pertama ?"
"Maaf yang mulia, aku bukannya menentang surat wasiat mendiang Raja terdahulu hanya saja keluarga kami memiliki pertimbangan sendiri kenapa memilih anak kedua kami yang akan di nikahkan dengan pangeran Albert."
Pangeran Albert yang dari tadi bersikap cuek mulai sedikit tertarik, perhatiannya kini teralih pada calon mertuanya.
"Pertimbangan seperti apa maksudmu ?" tanya Raja Arthur.
"Anak tertua keluarga kami memiliki masalah dengan kesehatannya, fisiknya lemah dan sering sakit-sakitan. Kami berpikir mungkin kesehatannya bisa menghambat pangeran Albert untuk memiliki keturunan jadi kami berpikir anak kedua kami bisa menggantikan anak pertama kami untuk menikah dengan pangeran Albert."
Kasian terdiam sambil berpikir. " Hmmmm... begitu." Gumam Raja Arthur pelan.
"Tapi itu tergantung dari yang mulia Raja dan yang mulia pangeran Albert." Abraham menambah, sedikit gugup.
Raja Arthur menoleh pada pangeran Albert yang dari tadi hanya diam mengamati. "Pangeran Albert, bagaimana menurut pendapatmu." Raja Arthur meminta pendapat.
Pangeran Albert hanya mengangkat bahu dengan sikap cuek dan santai. "Terserah ayahanda saja, aku juga tidak bisa menolak wasiat itu walaupun tidak ingin melaksanakan perjodohan ini."
Raja Arthur tepat bersikap tenang tidak terprovokasi dengan sikap dan perkataan pangeran Albert yang tidak bersikap sopan padanya.
"Aku setuju dengan pendapat keluarga kalian, sebenarnya tidak masalah anak pertama atau bukan yang terpenting adalah anak dari keturunan keluarga George sesuai dengan surat wasiat mendiang Raja." Kata Raja Arthur akhirnya yang membuat perasaan Abraham menjadi lega.
"Terimakasih yang mulia Raja." Kata Abraham tersenyum lega.
"Siapa nama anak kedua mu Abraham ?" Raja Arthur bertanya.
"Nama nya Laura Clarissa George, yang mulia."
"Umur berapa ?" Lanjut Raja Arthur bertanya.
"Umur dua puluh dua tahun yang mulia, dia sekarang sedang mengurus persiapan acara wisuda nya yang akan di laksanakan beberapa hari ke depan, dia mengambil jurusan sastra yang mulia."
"Kalau begitu acaran pertunangan mereka kita langsungkan setelah acara wisuda anakmu."
"Ayahanda, kenapa kami tidak langsung menikah saja ?" Pangeran Albert tiba-tiba bersuara, menyela pembicaraan Raja Arthur dan Abraham.
"Albert kenapa kamu berkata seperti itu ?" Raja sedikit menaikan nada suaranya tidak menyukai perkataan pangeran Albert yang seperti mengejek.
"Kamu pasti tahu pernikahan anggota keluarga kerajaan tidak lah semudah itu, banyak tahap dan prosedur yang harus di lakukan. Ayah tahu kamu menentang pernikahan ini tapi sudah kewajibanmu untuk mematuhi wasiat mendiang Raja terdahulu yaitu kakekmu karena kamu merupakan Putra Mahkota penerus kerajaan ini." Raja Arthur menambahkan dengan nada tegas.
Semua orang di dalam ruangan bergeming mendengar perkataan Raja Arthur, pengeran Albert hanya bisa membuang muka tidak senang dengan situasi yang sedang terjadi di hadapannya.
Raja menoleh kembali pada Abraham. "Pihak istana akan mengabari keluarga mu kapan akan di laksanakan acara pertunangan mereka."
"Baik yang mulia." Abraham berkata patuh.
Abraham tetap bergeming di tempatnya setelah berkata seperti itu tanpa ada tanda-tanda ingin pergi membuat Raja menatapnya penuh dengan tanda tanya.
"Yang mulia ada yang ingin aku sampaikan." Abraham berkata ragu-ragu.
"Katakan Abraham." Ucap Raja Arthur penasaran.
"Ini keinginan dari putraku yang mulia."
"Iya katakanlah."
"Sebelum mengetahui perjodohan ini di bebankan padanya, dia memiliki keinginan besar untuk bisa bekerja di perpustakaan kerajaan sebagai pengawas. Putriku menyetujui pernikahan ini tapi dia berharap tetap bisa bekerja di perpustakaan kerajaan bahkan setelah dia menikah dengan pangeran Albert." Abraham menjelaskan dengan pelan berharap Raja Arthur bisa mengabulkan permintaan Laura.
"Tidak bisa Abraham." Raja langsung menolak dengan tegas. "Begitu menikah dengan Pangeran Albert, Putri mu langsung menjadi anggota keluarga kerajaan dan akan memiliki tugas tersendiri sebagai Putri Mahkota." Raja Arthur menambahkan.
"Maaf yang mulia, aku sedikit menambah." Penasehat kerajaan menyela pembicaraan mereka.
"Silahkan." Ucap Raja Arthur.
"Tuan Abraham, anda juga tahu bagaimana nanti image keluarga kerajaan jika Putri Mahkota bekerja di perpustakaan kerajaan. Kerajaan kita akan jadi sorotan media dan negara-negara lainnya." Kata penasehat kerajaan.
"Betul sekali apa yang di katakan penasehat kerajaan, jadi aku tidak bisa mengabulkan permintaan nya."
Abraham terdiam di tempatnya, membayangkan bagaimana reaksi kecewa Laura ketika mendengar penolakan Raja Arthur.
"Baiklah yang mulia, akan aku sampaikan kepada Putri ku." Kata Abraham beberapa saat kemudian. "Kalau begitu aku permisi yang mulia." Pamit Abraham yang di balas anggukan kepala oleh Raja Arthur.
Sesampainya di rumah Abraham langsung di sambut istrinya dengan raut wajah cemas bercampur khawatir.
"Bagaimana pertemuan Papa dengan Raja ?" tanya Mama bergabung dengan Papa duduk di sofa ruang tengah.
Papa menghela nafas panjang. "Raja menyetujui keinginan kita untuk menikahkan pangeran dengan Laura."
"Lalu kenapa wajah mu terlihat cemas begitu ?"
"Keinginan Ara tidak di setujui oleh Raja Arthur, Raja menolak keras keinginan Ara untuk bekerja karena di nilai merusak image kerajaan dan akan mengganggu tugas utamanya sebagai Putri Mahkota nanti." Papa menjelaskan.
Mendengar perkataan Papa membuat Mama ikut cemas.
"Kasian Ara Pa, dia pasti akan kecewa sekali."
"Mau bagaimana lagi, Papa juga tidak bisa menentang perintah Raja Arthur." Ucap Papa pasrah.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 51 Episodes
Comments