“ Sudah makan?”
Wajah yang hampir 3 hari berturut-turut tak Wine lihat kini berada didepannya. Tidak ada tatapan balik dari Baba, pria yang bersetatus sebagai ayah bahkan sebelum dirinya lahir hanya menatap layar laptop.
“ Sudah makan?!” tanyanya lagi, suara lebih tegas membuat siapa saja yang mendengarnya langsung paham, jika dibalik pertanyaan itu ada kemarahan yang ditahan sekuat tenaga.
“ Baba mau tanya apa?, Wine siap jawab”
Itu dia Wine, gadis yang selalu menampilkan sederet senyuman pada semua orang itu selalu berubah tak berekspresi sama sekali didepan sang ayah. Gossip jika hubungan sang komandan dan putrinya tidak baik memang benar adanya. Entah siapa yang penyebar gossip itu, dia pantas mendapat trofi tukang gossip terbaik di wilayah skadron.
“ Ngeliat kamu yang bahkan berani bolos walau ada pelajaran Biologi kesuakaan kamu dan matematika kesukaan Ocha. Itu berarti kamu bangun kesiangan. Dan itu berarti kamu juga belum makan apapun”
Raut waja Wine masih sama, datar bahkan nyaris ketus seperti ekspresi milik Ocha.
“ Makan”
Tak perlu mendengar perintah untuk ke dua kalinya. Wine langsung menyantap gado-gado dengan sambal kacang melimpah disertai satu cup jus alpukat disampingnya.
Wine menyingkirkan semua sambal kacang, menyisakan beberapa jenis sayuran yang mau tidak mau mulai ia kunyah sedikit demi sedikit.
Tidak ada yang bicara, ruangan itu sangat hening. Hanya suara sendok yang beradu dengan piring dan suara keyboard yang diketik cepat. Wine hanya perlu memakannya kemudian angkat kaki dari tempat ini.
“ Baba sudah nambahin jadwal private kamu. Jam 5 sore nanti ada miss Anis yang datang buat ngajarin kamu matematika”
“ Sama Ocha bisa”
“ Sama miss Anis”
“ Baba”
“ Tidak ada bantahan”
Wine menutup mulutnya. Setelah 5 suapan yang berisi dengan sayuran mentah itu. Dirinya bangkit berniat untuk pergi segera. Setidaknya harinya tidak akan buruk jika ia tidak terbayang-bayang dengan sang ayah yang lebih sering bicara tanpa melihatnya.
“ Ada jus alpukat kesukaan kamu. Dibawa, minum”
Ada banyak hal yang tersirat dari senyuman Wine saat ini yang terbilang singkat itu. Namun meski berulang kali senyuman itu ditunjukan kepada babanya, sang ayah masih kunjung tak melihat kearahnya.
Tanpa mengucapkan permisi atau bahkan jenis salam apapun, Wine langsung keluar sambil meminum jus lewat sedotan plastik yang ada ditangannya. Hanya sekali dan langsung dimuntahkan begitu berada diluar ruangan.
Wine benci segala bentuk jus, Wine benci segala kacang-kacangan di dunia ini, Wine benci dan tidak bisa menelan segala yang hal yang bertekstur kental. Semua pasti akan ia keluarkan bahkan belum sampai ke kerongkongan sekalipun.
Wine mendungkuk dalam beberapa detik. Kembali mengatur ekspresinya seperti yang biasa ia tunjukkan kepada orang lalin, sebelum akhirnya berjalan keluar dari skadron sambil menyanyikan salah satu lagu kesukaannya.
Suara klakson mobil terdengar bersamaan dengan kakinya yang sudah melewati batas pagar. di sana, sebuah mobil yang sangat ia kenal, yang seharusnya tidak muncul dijam-jam kerja seperti ini menunjukkan siapa orang yang berada dibalik kemudi.
“ Hai Cantik. Butuh tumpangan ngga?”
Wine tersenyum lebar saat melihat sosok pria yang kini sudah keluar dari mobil dan berjalan mendekatinya. Mas Akhtar Adiyasa— pacar mbak Alin yang mendekat kemudian memberikan satu botol air mineral. Tak perlu lama-lama, Wine langsung mengambilnya dan meneguknya hingga habis setengah bagian.
“ Haus dek kamu?”
“Habis minum jus mas. Masih terasa kental di lidah”
“ Siapa yang berani ngasih adek mas yang cantik ini jus? Emang ngga tahu apa kalau kamu ngga suka jus?”
“Baba”
Sebaik mungkin Wine menahan tawa melihat ekspresi mas Akhtar sekarang, mulutnya tertutup rapat kemudian beralih membuka pintu penumpang seolah tidak ada yang ia katakan barusan.
“ Silahkan putri cantik, kita mau kemana?”
Wine tak langsung masuk, ia menatap Akhtar dengan dahi berkerut seolah bertanya ‘apa yang loe lakuin disini mas?’.
“ Jemput kamu dek” sehati, benar-benar sehati. Meski tak mengatakan langsung, baik mas Akhtar ataupun mbak Alin langsung tahu arti dari kerutan di dahi Wine.
“ Mbak Alin yang ngasih tahu aku disini ya?”
Wine bertanya sambil masuk kedalam mobil. Menjauh dari tempat ini adalah sebuah keputusan baik bagi emosinya. Ya lebih baik dirinya tak melihat sosok baba, dari pada melihatnya namun tak dianggap sama sekali.
“ Iya, tadi Alin telfon. Berhubung mas habis meeting diluar, jadi mas bisa mampir dulu.”
Jawab bang Akhtar yang sudah duduk di kursi pengemudi dan mulai memasang seatbelt nya.
“Mas Cuma ada waktu 30 menit. Harus balik lagi ke kantor. Jadi mau kemana?.” Tanyanya lanjut.
“ Ke rumah ibu”
Satu hal rumah yang selalu Wine kunjungi adalah rumah ibu. Bukan ibu kandung, tapi ibu mbak Alin yang sudah merawatnya sejak Wine masuk taman kanak-kanak. Sosok ibu yang hangat dan sosok pria yang Wine anggap sebagai ayah ada di rumah itu. Apapun masalahnya Wine selalu kembali ke rumah itu, alih-alih kembali ke rumahnya yang sangat sepi dan dingin.
“ Yakin ke rumah ibu? Pakai seragam, dijam sekolah?”
Wine mengangguk. Jika ke rumah Ocha, dirinya pasti akan di omelin habi-habisan oleh temannya itu, sedangkan jika ke rumah Anya, Wine yakin 100% sahabatnya itu tengah mendengar khotbah dari mamahnya. Ya, meski pergi ke rumah ibu juga pasti akan bernasib sama dengan Anya. Mbak Alin sangat mirip dengan ibu.
Hanya butuh waktu sekitar 15 menit, Mobil yang mereka kendarai mulai memasuki pelataran rumah dengan halaman yang lumayan luas. Beberapa anak kecil terlihat berkumpul di taman yang berisi berbagai macam mainan di dampingi 4 wanita yang menggunakan seragam yang sama.
Rumah ibu sudah hampir 15 tahun disulap menjadi tempat penitipan anak. Bangunan depan digunakan untuk daycare dan bangunan dibelakang digunakan untuk tempat tinggal sang pemilik usaha. Mobil bang Akhtar langsung menuju pelataran belakang, menampilkan rumahan minimalis dengan dua sosok sejoli tengah duduk di teras sambil menyesap teh pagi.
Tepat setelah Wine keluar dari mobil, sebuah sandal melayang tepat mengenai bahu kanannya. Siapa lagi yang melemparnya jika bukan ibu yang kini sudah berdiri di teras dengan tatapan geramnya.
“YAK! BOLOS AJA TERUS. JADI GEMBEL AJA NGGA USAH SEKOLAH!”
Teriakan itu menggema ke segala penjuru. Wine yang sudah melihat ibunya berjalan mendekat buru-buru bersembunyi dibelakang bang Akhtar. Kalau sama Wine pukulan ibu benar adanya, tapi ngga mungkinkan kalau ibu memukul pacar anaknya sendiri?.
“Akhtar minggir!” titahnya tegas dan tajam.
“ Mas jangan minggir mas. Kalau minggir Wine ogah jadi adik mas lagi”acam Wine yang jelas tak berbuah hasil apapun.
Akhtar menggeser badannya hingga sosok wanita paruh baya yang sudah menggenggam sapu terlihat jelas dihadapan Wine. Dengan jurus tenaga dalamnya Wine kini langsung melesat lari ke teras dan bersembunyi di balik badan tegap ayah.
“ Mah anak orang ini”
“ Bukan, Itu anak saya. Minggir kamu juga”
Tak ada yang bisa mengalahkan sosok ibu didepannya ini, ayah mencium kening Wine kemudian perlahan minggir dan bergabung dengan mas Akhtar di depan mobil. Oh, sungguh Wine menyesali keputusannya untuk datang kerumah pertamanya ini.
“ KALO BOLOS TERUS PADAHAL UDAH KELAS 3, MAU JADI APA KAMU HAH!!”
“Wine? Mau ngumpulin tenaga dalam mah, sama sekalian belajar ilmu hitam sama pak Bondan. Jadi nanti tinggal buka tempat bimbel ilmu hitam dan tenaga dalam bu”
Wine sadar jika jawabannya barusan akan membuat darah ibu semakin tinggi. Tapi mulutnya yang sudah biasa mengeluarkan hal nyeleneh ini mengeluarkan kalimat barusan begitu saja. Mata ibu semakin mendelik sedangkan mas Akhtar dan ayah tertawa mendengarnya.
“ Siapa itu pak Bondan?”
“ Pak polisi yang nilang Wine tadi bu”
“ Bocah Edan!!”
Wine langsung lari ketika ibu mulai mengejarnya. Entah sudah berapa kali mereka memutari kursi kayu di teras, ibu masih dengan semangatnya sementara Wine sudah hampir kelelahan.
“ Ibu maaf. Wine janji ngga lagi-lagi deh”
“ Kamu pikir ibu percaya? Ngga bakal. Jadi sinih kamu”
“ Ya jangan lah bu, percaya sama Allah bu, jangan sama manusia”
“Yak!!!”
Wine kembali menghindar saat sapu yang di pegang ibu melayang tepat kearahnya. Dulu saat masih kecil Wine dititipkan disini, berbagai ulah Wine buat namun ibu, ayah dan mbak Alin selalu menerimanya tanpa banyak komentar.
Bukan hanya 5 hari dalam seminggu, Wine bahkan sempat menginap disini hingga 2 minggu lamanya ketika Baba memiliki banyak pekerjaan. Hanya disini Wine mau dititipkan, selainnya tidak dan memang diusahakan oleh Wine kecil tak ada tempat selain rumah ibu.
“ Udah makan belum kamu dek?”
Ayah yang sepertinya mulai kasihan kepada Wine menggambil sapu dari tangan ibu paksa, setelah itu mengajak Wine yang langsung bergelayut dilengan untuk masuk kedalam. sedangkan ibu melepas kepergian bang Akhtar sebelum akhirnya ikut masuk kedalam.
“ Ibu Wine yang cantik jelita, baik hatinya, ngga suka marah”
“ Apa?!”
Wine nyengir kemudian mencium kedua pipi ibunya “ Mau soto boleh?” lanjut Wine.
Apapun permintaan Wine, tak ada satupun yang menolak di rumah ini jika permintaannya masih sebatas hal normal. Mbak Alin adalah anak sematawayang di rumah ini, karena itu saat Wine kecil data dulu, semua tangan terbuka dan mempersilahkannya.
“ Udah ketemu baba-mu?”
Wine mengangguk menjawab pertanyaan ayah yang kini sedang mengelap batu giok koleksinya.
“ Terus gimana?”
“ Ngga gimana-gimana, cuman disuruh makan gado-gado sama minum jus alpukat”
Ayah langsung menoleh dengan dahi berkerut penuh khawatir “ Terus Kamu muntah dek?”
Wine kembali menggeleng. Semua yang mengenalnya tahu jika Wine tak suka dengan jus, kecuali babanya.
“ Kenapa ngga kasih tahu ke baba mu, kalau kamu ngga suka dan ngga bisa minum jus?”
Wine tak menjawab, biarkan, biarkan semua berlalu seperti itu. Lebih menarik jika babanya tidak tahu hingga Wine hilang dari muka bumi ini.
***
Bekasi
25 November 2021
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 76 Episodes
Comments
Erni Nofiyanti
kasian wine,sama waktu aku kecil hidupnya.
2024-11-19
0
Is Wanthi
tambah ngaco aja Wine,🤦🤦🤦
2022-09-01
0
Is Wanthi
wine ternyata baba kamu tuh perhatian banget sampai kamupelajaran MTK kesukaan ocha yg sahabat kamu ,baba tau ,kamunya aja x yg selalu caper
2022-09-01
0