28 02 20**
Purnama duduk di meja kerja nya refleks melihat jam tangan nya, lalu tersenyum entah kenapa. Satu ide terlintas di pikiran nya. Dia meraih ponsel di meja nya.
Mengirim pesan untuk istri tercinta yang ada di rumah. Setelah itu dia berdiri tegak sambil membenarkan jas nya. Dia melangkah perlahan dengan senyum yang terukir di wajah nya.
Bulan di sebrang yang sedang memainkan game merias kesukaannya mendapatkan pesan masuk. Dia membuka nya lalu tersenyum lebar begitu bahagia.
Suami tampan
|Jam 7 saya tunggu di cafe roman.
|Dandan yang cantik jangan bikin saya malu!
You
Oke. |
Bulan segera beranjak dari tempat tidur nya untuk menuju almari. Dia membuka nya, mengamati satu per satu pakaian yang ada. Mata nya berbinar ketika mendapati dress berwarna hitam. "Bagus," gumam nya. "Tapi warna hitam, memangnya aku mau melayat?" lanjut nya dengan kesal.
Tok tok tok
"Ini, ada paket," ucap nya seperti meledek.
"Dari siapa, Ma?" tanya Bulan.
"Lihat saja dulu isinya," ujar nya.
"Mama tinggal, ya. Have fun!" Mama Sinta pun melangkah pergi ke luar kamar.
Bulan yang penasaran segera membuka isi tas itu. Tas pink dengan gambar love yang terlihat sangat lucu. Bulan mendapati kertas yang seperti nya surat. Bulan membuka nya.
Nanti pakai ini! Semoga kamu suka. P
Rambut yang terurai panjang ia bentuk menjadi sebuah gelungan. Dress yang menempel di tubuh nya membuat nya terlihat cantik. Apapun yang digunakannya pasti terlihat indah. Juga jangan lupakan bibir berwarna pink yang menunjukkan jati diri nya yang sebenarnya.
Bulan segera bergegas masuk. Dari nama nya saja sudah cafe roman yang pasti disini banyak sepasang kekasih yang sedang berkencan.
Bulan berjalan dengan anggun layaknya seorang perempuan. Hingga dia sampai di ruangan outdoor yang terdapat cahaya lampu-lampu yang indah menyinari. Mata nya berbinar ketika mengedarkan pandangan nya, Bulan merasa sangat senang.
Senyum lebar Bulan sirna seketika. Sepasang kekasih yang saling berpelukan membuat hati nya hancur. Wajah pria dan wanita yang tidak asing bagi nya.
"Mas Purnama?" ucap nya lirih.
Jarak yang lumayan jauh tidak membuat pria itu mendengar nya. Seperti sepasang kekasih yang saling mengobati rindu, sedangkan gadis itu sedang sakit hati. Dia korban bukan pelaku. Manik mata Bulan memanas begitu juga hati nya, tanpa sadar ia meneteskan air mata.
Dia yang tersakiti diselimuti banyak nya sepasang kekasih. Bulan, wanita yang dikhianati. Bulan berbalik berniat untuk pulang saja. Namun, langkah nya itu terhenti ketika melihat tubuh seorang pria menghalangi tubuh nya.
Bulan mendongak. "Bintang?"
Bintang tau, dia segera membawa Bulan kedalam pelukan nya. Hangat, rasa yang belum Bulan dapatkan dari suami nya kini ia dapatkan dari pria yang hanya berstatuskan teman.
Bulan terisak di dalam pelukan Bintang. Baju Bintang basah tapi ia sang pemilik nya tidak peduli. Hal yang terpenting baginya sekarang adalah membuat gadis yang ia cintai tidak merasa sebagai wanita yang tersakiti.
Bulan dan Bintang saling melepas pelukan lalu saling melemparkan senyum palsu. Kedua nya memutuskan untuk pergi meninggalkan tempat yang membuat mata panas ini.
Tanpa kedua nya sadari,Purnama melihat punggung kedua nya. Istri nya yang mengenakan baju yang ia berikan tadi sekarang pergi dengan seorang pria.
Bulan lihat tidak, ya? tanya nya pada dirinya sendiri.
Tanpa merasa bersalah kedua nya malah melanjutkan pelukan itu tadi.
Bintang menatap Bulan yang duduk di kursi dengan sendu. "Ini!" Bintang menyodorkan botol air mineral pada Bulan.
Keduanya sedang berteduh dari langit malam di halte bus yang sepi. Hanya ada suara motor dan mobil yang lewat. Bulan meneguk air itu dengan puas. Dia menangis hingga kantung matanya membesar dan mata nya yang memerah. Begitu banyak air mata yang Bulan buang hari ini.
"Jangan sedih!" kata Bintang, dijawab anggukan singkat oleh Bulan.
"Makasih." Bulan terlalu lama menangis hingga suara nya ikut serak.
"Selesaikan semua nya dengan baik. Jangan sampai menyesal." Bintang begitu dewasa melebihi suaminya.
Bukankah pria dewasa tidak akan melukai hati seorang wanita? Jadi Purnama itu masih belum dewasa.
Malam yang begitu panas meski udara terasa dingin. Bulan pulang dan tidak mendapati siapa pun di rumah, seperti nya Mama Sinta sudah tidur. Bulan berjalan lurus menuju kamar nya.
Mata nya membulat lebar ketika melihat Purnama yang duduk di kasur sambil menatap ke arah pintu. Kedua nya saling menatap. Bulan berdiri, Bulan tersenyum ke arah Purnama sebelum melewati nya begitu saja.
"Bulan!" panggil nya.
Bulan menghentikan langkah nya, lalu berbalik. Purnama mendekat ke arah Bulan.
"Kamu, lihat?" Pertanyaan itu tentu saja membuat Bulan kembali mengingat hal itu tadi.
Bulan menghembuskan nafas berat nya, lalu membuang muka. Untuk pertama kali nya dia malas melihat wajah suami nya itu.
"Bulan," panggil Purnama sekali lagi, tetapi dengan suara yang terdengar lembut.
"Kamu pikir bagaimana?" sarkas Bulan sudah tidak tahan.
"Sakit, mas!"
"Bulan tau kalau Mas emang enggak cinta sama Bulan karena pernikahan ini terpaksa. Seenggaknya Mas hargai aku! Ajak aku jalan tapi waktu aku sampai di sana, Mas malah pelukan sama wanita lain."
"Aku sudah curiga tapi aku selalu berpikiran baik tentang kedekatan kamu sama Helen!"
"Sekarang terserah kamu. Aku ikut aja." Bulan pasrah, dia naik ke tempat tidur dan menutupi seluruh tubuh nya dengan selimut.
Purnama hanya terdiam, meski Bulan marah tapi tetap saja suara nya terdengar pelan. Purnama mencoba untuk tidak menganggu istri nya untuk saat ini. Dia memilih tidur sambil memandangi tubuh istri nya yang tertutup selimut.
. . .
"Maaf, sudah sembunyikan ini dari kamu," ucap Mama Sinta menghampiri Bulan yang sedang mencuci piring.
Bulan menghela nafas panjang lalu mengelap tangan nya yang basah. Dia menatap wanita yang merasa bersalah di hadapan nya itu. "Ma, ini bukan salah Mama. Bukan salah siapa-siapa. Memang dari awal aku yang datang dan aku penyebab ini semua." Bulan berucap dengan mudah membuat Mama Sinta mendongak menatap Bulan dengan dalam.
Perasaan bersalah nya semakin besar, andai saja dia mengatakan semua nya sejak awal. "Mama, akan bantu, kamu," kata nya sambil tersenyum.
"Bantu apa, ma?" tanya Bulan.
"Bantu untuk memisahkan Purnama dan Helen." Dengan bangga Bulan menggeleng.
Dia tersenyum ke arah mertua nya. "Enggak ada yang perlu dipisahkan, ma."
"Artinya kamu setuju?" tanya Mama Sinta tidak menyangka.
"Dari awal aku adalah orang ketiga nya, bukan dia. Hubungan mereka sudah ada sebelum Mas Purnama menikah sama aku, kan. Jadi Helen bukan perebut tapi ini adalah hak Mas Purnama untuk memutuskan. Aku sih ikut, aja."
Mama Sinta tersenyum ke arah Bulan. Menantu nya itu sangat baik padahal sudah menyaksikan perselingkuhan itu dengan kedua mata nya sendiri.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 43 Episodes
Comments
Jupilin Kaitang
kesalahan yang terjadi disini adalah purnama kernah tidak membanta menika yah.. mau menjadi anak menurut kehandak mamanya tidak mau mamanya keciwa. tapi lebih baik jangan menika agar tidak banyak yang tersakiti
2022-04-30
1