Setengah jam sudah berlalu.
Hukuman Aruna pun sudah selesai dilaksanakan, buru-buru dia masuk ke kelas dengan langkah gontai. Menyelonong masuk padahal Pak Kumar sedang mengajar di kelas.
"Siapa yang menyuruhmu masuk?" suara yang membahana bak halilintar menyambar membuat suasana menjadi merinding, tapi Aruna membalasnya dengan cengiran, sembari menggaruk tengkuknya yang tidak gatal.
"Maaf Pak, saya lupa mengucapkan salam." katanya yang masih menyengir, lalu menyampirkan tas ransel ke pundak kirinya yang sempat melorot.
"Lupa-lupa! Memangnya badan saya yang sebesar ini kamu tidak lihat? Apa badan saya kurang besar?" sergah Pak Kumar.
Badan Pak Kumar hampir sebesar gajah hutan, mungkin. Belum lagi perutnya yang seperti bumil alias ibu-ibu bunting. Eh, hamil.
Suasana di kelas XII IPS 1 itu menjadi sedikit terhibur karena ucapan gadis cuek itu. Namun Yudha si ketua kelas hanya menatapnya datar bak tembok sekolah. Tak ada raut wajah untuk tertawa. Jangankan Tertawa, tersenyum sedikit saja tidak ada!
“Udah besar banget itu Pak, jangan ditambah lagi.” kata Aruna ngasal, tanpa sadar.
“Berani kamu ya,” Pak Kumar melotot ke arahnya.
“Ampun Pak.” Aruna menyatukan kedua tangannya, dia sungguh tak mau lagi berurusan dengan Pak Kumar.
Pak Kumar menggeleng-gelengkan kepalanya, "Sudah, sana duduk!" dielusnya dadanya agar tidak meluapkan emosinya lagi, menghadapi Aruna dua kali dalam seminggu itu cukup membuatnya lekas tua, heran entah kenapa perempuan itu bisa bersikap seperti itu laki-laki. Lebih dari laki-laki!
Aruna berjalan ke bangku yang paling belakang ujung kanan dekat dengan jendela. Namun, bangku yang di sebelahnya terisi oleh sosok cowok yang tak dikenalnya. Seperti yang diduga, pasti dia anak baru.
Namun dia merasa risih dengan adanya murid baru di sebelahnya itu, karena selama ini Aruna selalu duduk sendiri.
Aruna berjalan santai menuju bangku yang paling belakang ujung kiri dekat jendela. Namun bangku yang di sebelahnya dihuni oleh sosok cowok tak kenal rupa di warna. Seperti yang ia duga pria itu pasti anak baru di SMA Gradien.
Namun keberadaan cowok satu itu hanya membuat Aruna merasa risi karena selama ini ia selalu duduk sendirian.
"Eh, lo! Ngapain duduk di sini? Pindah sono!" usir Aruna dengan nada tinggi, mendadak seisi kelas kembali hening dan berpindah arah ke kanan kursi nomor lima.
Namun Aruna tetaplah Aruna yang cuek bagai bebek sekalipun banyak mata yang melotot marah dan jengkel. Namun ia justru asyik berkutat dengan suara batinnya. Ngapain dia duduk di sini sih? Padahal di sebelah sana ada si Goon Dook yang juga duduk sendirian. Wah! Modus nih cowok.
Nama yang di maksud Aruna adalah cowok gendut berkulit lesi yang duduk di dekat jendela paling kanan pojok, sebenarnya namanya Delta Ferrien. Hidup gadis ini memang sesuka-sukanya memanggil nama orang pun sering asal-asalan dan tidak peduli dengan mereka yang akan memarahinya nanti.
Laki-laki dicap sebagai anak baru itu menatap Aruna sejenak seperti memikirkan sesuatu hal. Cewek ini bukannya yang ada di lapangan tadi ya?
Ratapan mereka sama-sama terkunci dengan pemikiran yang sibuk bergulat di atas kepala, suasana kelas terasa beda dan hening di kala diamnya dua orang ini.
Suasana kelas masih hening, menyaksikan dua orang yang sedang melakukan drama singkat yang kurang waktunya kurang tepat. Perkataan laki-laki itu membuat Aruna sontak menendang kursinya hingga terjatuh.
"Aruna!" Pak Kumar membentak, dia mendelik sembari berkacak pinggang. Dia sudah cukup membiarkan mereka terus berdebat di jam pelajaran berlangsung.
“Kamu ini ya, bisa tidak diam mendengarkan saya mengajar. Kamu tidak menghargai saja berada di kelas ini.” keluhnya, seperti sudah menyerah menghadapi Aruna. "Sekali lagi kamu berulah, kamu tak usah masuk di jam pelajaran saya lagi, atau Bapak yang tidak usah masuk lagi ke kelas ini." katanya terdengar mengancam.
Siswa-siswi di kelas seketika mendelik ke Aruna, tentu mereka tidak akan mau jika itu terjadi. Aruna menatap ke teman-teman sekelasnya yang masih melotot meminta pertanggungjawaban, dia mengembuskan napasnya pelan.
"Iya. Maaf Pak, saya tidak akan nakal lagi," kata Aruna.
Tidak ada jawaban dari Pak Kumar, dia kembali berjalan ke depan kelas dan mulai mengajar. Sementara anak-anak lain masih menyoroti Aruna.
"Dasar pembuat masalah." umpat salah satu dari mereka. Tapi sayangnya Aruna tidak mendengarnya.
Dia kembali sibuk dengan anak baru itu.
Saat pelajaran telah usai tak ada perkenalan ataupun saling menyapa. Perkataan si murid baru membuat Aruna mengamuk seperti banteng, ingin segera memangsanya hidup-hidup.
"Nama lo Aruna, kan? Lo mau nggak jadi pacar gue?" tanya cowok itu sambil tersenyum tanpa ada bimbang.
Pacar? Mengajak cewek yang baru saja dikenalnya pacaran? Bahkan Aruna pun belum tahu namanya siapa? Apakah ada orang seperti itu di dunia nyata atau dirinya yang sedang tidur?
"Sialan! Sekali lagi lo bilang hal bodoh itu lagi, jangan harap lo hidup aman damai di sekolah ini!" balasnya dengan kejam.
"Dasar cewek absurd!" teriak seseorang berhasil meluapkan kekesalannya yang sempat tertunda.
Bentakan itu cukup menyita perhatian sebagian teman-teman di kelas, begitu juga dengan Aruna dan murid baru itu sontak menoleh ke sumber suara bariton berat dari ujung kelas, dia lumayan rapi tapi cupu. Namanya Daron.
Laki-laki itu masih ingin menghujatnya dengan tatapan remeh, Aruna rasa cowok itu sedang mengajaknya pemanasan. "Lo mending keluar aja deh dari sekolah, percuma datang buat masalah. Tau nggak? Lo itu cuma sampah masyarakat, datang ke sekolah kayak setan dan lo sadar nggak? Lo itu baru aja buat kami bermasalah!”
Sementara anak-anak lain tidak ada yang berani berujar karena tahu konsekuensinya cukup berbahaya meski perempuan berparas cantik dengan mata indahnya itu namun ditakuti oleh warga di kelas XII IPS 1 tidak ada satu pun dari mereka yang berani mencari masalah dengannya atau pulang nanti bisa jadi kaki atau leher mereka yang bengkok.
Aruna menatapnya dengan tatapan tidak suka. Cowok itu berani mendekatinya dengan menantang saat sampai di depan wajahnya. Daron berkata:
“Dasar pembuat onar ....”
Brak!
“Hebat juga nyali lo bangs*t!”
Inilah alasannya mereka tidak mau cari masalah! Sekali tendang, laki-laki lembek macam tapai itu jatuh terpental ke marmer putih, punggungnya sampai menabrak banyak bangku dan kursi kayu hingga kini kondisinya amburadul, jangan salahkan siapapun. Itu hanya refleks kerja otak Aruna yang merespons hatinya yang memanas lalu saraf berjalan amat cepat ke tangannya untuk bertindak.
Keadaan justru semakin menegang, sebagian dari siswa-siswi terperangah kaget. beberapa para cowok-cowok termasuk anak baru ikut menahan Aruna yang hendak kembali mendekati Daron. Dia ibarat seperti sedang kesurupan tidak melihat ke sekitarnya.
“Udah nggak usah dengerin dia, Na.” Nazih selaku teman sekelas yang baik memegangi pergelangan tangan Aruna agar tetap tenang.
"Sekali lagi lo bilang kayak gitu, nyawa lu gue gantung ya. Jangan harap mati dengan damai sebelum itu gue bakal nyiksa lo lebih kejam lagi, ngerti nggak lo, monyet!" katanya dengan sadis. Meluapkan semua emosi. “Jangan main-main sama gue, kesabaran gue itu rata-rata cuma 70% dan selebihnya gue bakal ancang-ancang buat mecahin mulut selebar lubang tikus lu itu atau otak lo yang gue bakar tengah malam nanti!”
Daron berusaha bangkit dengan raut muka marah sebenarnya dia sudah menyerah tapi karena banyak pasang mata yang memerhatikan dia tanpa ada satu pun mau membantu karena takutnya mendapat sergapan dari Aruna maka dia berusaha kembali bangkit walau berkali-kali jatuh. Sekujur tubuhnya terasa sakit. Benar-benar lembek.
"Jangan ada yang ngadu ke BK, kalian mau kelas jadi tercoreng? Tutup mulut kalian semua!"
Aruna pergi dengan angkuh, sebelum itu dia memukul dinding hingga bergetar membuat vas bunga di meja guru terjatuh. Semua murid-murid kelas XII IPS 1 menjadi termangu, masih mencerna apa yang baru saja terjadi. Si iblis baru saja mengamuk untung saja mereka tidak dalam keadaan slebor dan anggota badan mereka masih utuh total plus nyawa.
Duta bernapas lega lalu meregangkan otot lengannya. “Gue kalah hebat dari dia, benar-benar keren tapi seram.”
Andre yang sedari tadi masih tetap tenang di antara dua temannya, ia menoleh ke sekeliling yang keadaannya acakadut. “Udah, bubar semua. Jangan ada yang lapor BK apalagi polisi, masih sayang nyawa diam adalah cara yang terbaik.”
Satu persatu dari sebagian teman-teman mereka keluar dari kelas dengan terheran-heran. Baru sekali itu mereka menyaksikan Aruna sebrutal itu dan semenjak kejadian di kelas, mereka benar-benar tidak ingin mengusik gadis tomboi itu yang ternyata memiliki kekuatan lebih dari laki-laki. Mungkin saja kekuatan galaksi yang dia dapat dari dewa Yunani.
Namanya aja Aruna, tapi sikapnya nauzubillah min dzalik. Ganti aja namanya jadi devil. Haris hanya terdiam tak tahu harus berbuat apa. Hari ini menempati kelas baru, namun kejadian mengejutkan sudah menjadi prasejarah baginya.
“Kalau lo nggak mau duduk bareng Aruna, mending pindah aja di sana.” Andre menunjuk meja nomor lima sebelah kanan dekat jendela, meja yang ditempati Delta Ferrien yang di bangku sebelahnya kosong.
“Nggak deh, gue tetap di awal aja. Ya udah gue pergi dulu ya, bye.” Haris Beranjak pergi dari kelas untuk pergi ke suatu tempat.
“Gila! Orang mau jauh-jauh tuh sama si iblis, nah, dia malah ngejar?” rasa penasaran Duta tidak sendiri, kedua temannya juga ikut memikirkan. Memang mereka bertiga bisa mengakui kalau gadis itu sangat cantik karena blasteran Irlandia, tapi sikapnya?
“Udahlah, yuk pergi.” ajak Duta segera berbalik keluar dari kelas menuju kantin belakang, tempat perkumpulan para cowok-cowok ganteng Gradien.
Sementara kelas mulai sepi, hanya tinggal beberapa orang yang mungkin membawa bekal atau semacamnya termasuk korban yang baru saja dihajar seorang gadis jutek.
Rinto selaku teman sebangku melirik ke Daron yang duduk kembali di bangkunya, mengambil tisu di dalam tas lalu menyumbat ke lubang hidung untuk menghentikan pendarahan.
“Lo sih Dar, nyari mati? Udah tau cewek itu absurd masih aja nyari masalah,” ucap Rinto keki, sungguh tidak bisa dibayangkan lagi entah apa yang terjadi kalau sempat Daron masih nekat untuk melawan. Kali aja patah pinggang, gue turut bersuka ngantar dia pulang pake gerobak segitiga.
“Psikopat itu harusnya berada di rumah sakit jiwa, mana ada cewek yang sikapnya kayak iblis?” Vano ikut bersuara. Dari pertama kali melihat Aruna dia memang tidak suka melihat tingkah laku gadis itu. Apatis tapi mengerikan. Cantik tapi iblis.
Yudha sedari tadi hanya diam mendengar beberapa dari mereka ikut mencercah gadis itu, sudahlah apatis, melawan guru, suka bolos pula. Tampaknya dari mata SMA Gradien sudah mengecap Aruna sebagai cewek yang tidak baik.
Yudha hanya bisa menghela napas dalam satu entakkan, lelah dengan tiap harinya mereka selalu saja membicarakan keburukan gadis itu. Memangnya mereka sudah sempurna hingga kerjaan saban harinya menggunjing orang lain?
Dari setiap koridor yang dilewati pun tidak seperti Aruna yang dipandang sebelah mata oleh orang-orang. Justru Yudha disanjung seperti layaknya seorang artis. Dia disapa cewek-cewek, melambaikan tangan dan memberikan senyuman terbaiknya agar cowok itu merasa tertarik kepada mereka.
Nyatanya tidak ada yang membuatnya tertarik, cukup melelahkan mendengar sanjungan mereka. Padahal gue nggak sesempurna itu.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 72 Episodes
Comments
Isma Aji
Hai Thor semangat 🤗
2021-06-19
0
Ace
semangattttt 💪💪💪
2020-11-28
0
Caramelatte
semangat thor!
Salam dari "Belong to Esme"
2020-11-24
0