...“Kebebasan yang mereka ambil terlalu independen bisa mengancam masa depan dengan cara membolos.”...
...🍦 🍦🍦...
Cuaca di hari rabu minggu ke dua jelas sangat mendukung atmosfer yang tidak terlalu panas. Namun sebagian dari para siswa tetap memiliki dalih masing-masing untuk membolos saja di siang itu.
Aruna tertarik untuk melihat ke beberapa orang yang melakukan aksi kabur dari sekolah melalui jendela kelasnya, ia tersenyum kecil.
“Pak Kumar nanti masuk ya?” melelahkan. Begitu pikirnya.
Aruna juga berandai untuk bisa segera pergi dari sekolah, mencari kebebasan dan berhura-hura di luar sana. Diliriknya kaca jendela terbuka, merasakan angin yang berembus masuk menerpai langsung wajahnya.
Sebuah senyuman terukir ketika ide bermunculan di otaknya. Segera ia berdiri dan mencangklong tas ke pundaknya, mengabaikan beberapa teman sekelas yang mulai meliriknya dengan tatapan sinis, heran dan benci.
Tapi ia tidak peduli, ia hanya ingin segera mewujudkan keinginannya. Namun sebelum ia keluar kelas dengan selamat, seseorang tiba-tiba muncul di ambang pintu. Raut muka yang selalu membuatnya malas.
"Ke mana?” tanyanya dengan suara tegas. Memang tegas, lihatlah bagaimana rahangnya yang terlihat kokoh.
“Minggir!”
“Lo mau cabut?” cowok itu menahan lengan Aruna dengan erat, bermaksud untuk mencegah gadis itu pergi.
“Situ siapa? Jangan ikut campur! Lepasin!” Aruna berusaha untuk melepas diri dari cowok jangkung itu.
Dengan sigapnya Aruna menendang perut cowok itu dengan keras menggunakan lututnya, ia sangat tidak suka melakukan ini tapi karena menginginkan freedom ia harus melakukannya. Maafin gua,Yu.
Aruna segera melarikan diri sebelum Yudha kembali mencengkeram lengannya.
“Aruna! Balik ke kelas!” sergah cowok itu yang membuat beberapa siswa di sekitar itu melihatnya dengan kaget. Yudha masih memegangi perutnya yang dirasakan ngilu akibat kelakuan gadis tomboi itu.
Namun sayang, cewek bernama Aruna Fea Andromeda itu sudah terlalu jauh dengan sang ketua. Ia tetap berlari keluar dari gedung sekolah menuju taman tepatnya di belakang gudang.
Yudha terdiam sesaat melepas emosi yang sempat memuncak, ia menghela napas lalu duduk di atas mejanya dengan bersedekap dada. Meski bergaya kaku seperti itu, rupa-rupanya banyak yang menyukai cowok itu terutama teman sekelasnya, Frivia.
“Hai, Yudha, kita kantin bareng yuk?” ajaknya dengan suara lemah lembut, sengaja mendesah kecil karena ingin menggoda cowok berseragam rapi itu.
“Pergi sana, mau gue tendang ha?!” bentak Yudha yang akhirnya melampiaskan kemarahannya kepada gadis itu.
Frivia mendengus sebal, ia beringsut pergi meski tak rela. Ia hanya tidak ingin mempermalukan dirinya di depan teman-temannya seperti di hari itu. Meski bermulut tajam, nyatanya ia masih tidak bisa melupakan si ketua yang tampan, ia merasa tidak rela jika ada cewek yang mampu mendapatkan Yudha dan itu bukanlah dirinya.
“Gue nggak rela itu terjadi.” umpatnya dengan suara kecil.
...🍦 🍦 🍦...
“Hati-hati, jangan sampai ketahuan Pak Kumar.” bisik seorang cowok berkulit sawo matang ke beberapa geng yang ikut mengendap di belakang. Dia berjalan tersuruk-suruk kemudian melompati pagar pembatas sekolah hingga berhasil berjejak di rerumputan yang mulai sedikit memanjang. Setelahnya diikuti oleh beberapa temannya dengan santainya melompati pagar sekolah.
Sekumpulan para geng yang suka bolos itu akhirnya dapat tersenyum puas, nyatanya setengah dari mereka sudah berhasil melompati tembok sekolah yang cukup menjulang tinggi, dan sebagiannya lagi masih mencari jalan lain lewat gedung belakang karena suara geraman Pak Kumar terdengar semakin mendekat ke pagar sekolah.
“Cepat woi! Jangan sampai ke tangkep.” lirih seorang laki-laki berbadan atletis berambut cepak, kemejanya sudah keluar dari lingkaran celana abu-abunya, sudah tidak rapi lagi. Tetapi dia lumayan keren. Namanya Zian, anak kelas XII IPS 5.
Dia menunggu beberapa teman lainnya berhasil memanjat pohon mangga yang cukup lebat daunnya hingga tidak bisa dilihat oleh Pak Kumar lantas pergi dari sana karena tidak menemukan siapa-siapa, selepas kepergiannya barulah dua cowok itu turun dan melompati pembatas sekolah.
Tujuan mereka saat ini yang tak lain adalah karena tawuran di persimpangan jalan sepi, tempat yang dirahasiakan.
Seorang gadis tomboi juga ikut membolos, eksklusif untuk dia yang tujuannya bukan karena ikut tawuran tetapi hanya malas mengikuti pelajaran hari ini. Percuma saja duduk di kelas cuma diam sampai pulang sekolah, ah, itu cukup membosankan baginya. Andaikan saja ibunya tahu dan memahami sikapnya yang sebenarnya lebih suka homeschooling daripada sekolah umum.
Di saat hendak memanjat tembok sekolah yang lumayan tinggi, kakinya sudah lebih dulu ditarik seseorang yang tangannya lebih kekar dari tangan teman laki-laki seusianya, terpaksa ia melihat apa yang terjadi di bawah.
Cukup mengesankan, sayang seribu sayang. Tak sesuai rencana pak guru BK dengan perut tambunnya menjewer telinganya tanpa ampun ia jadi terenyak ke rerumputan hijau muda yang mulai memanjang.
“Pak ... Pak! Ampun Pak, awss ....” Aruna meringis kesakitan. Sudah ditebak gadis tomboi ini sudah gagal minggat dari sekolah, komplotan siswa tadi sudah melarikan diri sejauh mungkin.
Barangkali saat ini mereka sudah dalam keadaan babak belur karena tawuran. Idiih, ngapain juga gue mikirin mereka? Nasib gue nih ... Aruna menggelengkan kepalanya, keadaannya sekarang sudah cukup meyakinkan kalau dirinya pasti dihukum setelah ini.
Diseret ke ruang BK, Aruna duduk berhadapan dengan guru BK yang kini tengah membelalangkan matanya, terlihat mengerikan. Ada apa gerangan? Sudahlah pasti ia dimarahi habis-habisan karena telah melanggar aturan sekolah, siapa yang peduli? Aruna sudah biasa di ruangan itu atau lebih tepatnya ia langganan dari guru tersebut.
"Kamu ini bagaimana Aruna? Kamu itu sudah kelas 3 dan sebentar lagi akan tamat, kamu masih saja sering bolos. Pikirkan kedua orang tuamu ...."
Inilah awal pagi dari seorang gadis tomboi namun memiliki daya tarik yang cukup memesona, dia bernama Aruna Fea Andromeda yang selalu mendapat kemarahan dari Pak Kumar, sang guru BK.
Pak Kumar selalu saja mengomel panjang lebar setiap harinya. Dan ya, Aruna memang suka bolos, pemalas dan tukang tidur di kelas menunggu pelajaran Pak Kumar selesai. Begitu pun setiap harinya tanpa ada semangat belajar, yang dia mau hanya kesenangan belaka.
"Sekarang kamu pergi mengelilingi lapangan sepuluh kali putaran," perintah Pak Kumar. Dia sudah kehilangan kesabaran karena sikap perempuan satu ini yang sungguh berbeda dengan siswi lain.
Aruna terlonjak kaget, sepuluh kali? satu kali putaran saja sudah membuat jantungnya berdebar tak keruan apa lagi sepuluh?
"Tapi Pak ...."
"Sekarang!" teriak Pak Kumar. Dia sudah tidak mau lagi mendengar alasannya.
Dengan berat melangkah Aruna keluar dari ruangan Pak Kumar dengan tatapan gelabah. Hidupku benar-benar miris banget, ya ampun ... bisa-bisanya aku mendongkol dalam hati.
"Halo, permisi?" seorang laki-laki yang tampaknya seperti murid baru mendekati Aruna.
"Alah berisik, lagi bad mood nih." ia mengabaikan lelaki itu yang tampak kaget mendengar perkataannya.
Tanpa menoleh sedikitpun, Aruna berlari ke lapangan. Laki-laki itu menatap kepergian Aruna, bingung.
"Cantik," ujarnya sekilas.
"Hai, anak baru ya?" tanya seorang gadis berhijab putih dengan tag bernama Silvina. Gadis itu tampak anggun, disertai senyuman yang mekar di wajahnya.
"Iya, kenalin gue Haris," cowok bernama Haris itu mengulurkan tangannya.
Cewek bernama Vina itu tersenyum sekilas, "Vina," jawabnya dengan kedua tangannya terkatup di depan dada. Haris tersenyum canggung.
"Lo tau di mana ruang guru?" tanyanya, Haris tersenyum simpul.
"Oh, dekat kok dari sini. Gue juga mau ke sana, ayo sekalian gue tunjukin jalannya." katanya dengan ramah.
"Makasih ya,"
"Sama-sama." jawab Vina dengan senyumannya yang manis.
Sementara di lapangan, Aruna masih mengatur napasnya yang tersengal-sengal. Masih ada 5 putaran lagi. Sejenak dia mengerlingkan matanya, melihat betapa luasnya lapangan sekolah ini. Bagaimana bisa dia menyelesaikan hukuman ini?
"Semangat! Aruna nggak kenal lelah!" teriaknya dengan tangan kanan terkepal ke udara. Lalu berlari sekuat tenaga mengelilingi lapangan dengan napas yang memburu. Detak jantungnya kembali terpadu dengan cepat.
Tanpa disadarinya ada seseorang yang sejak tadi tengah memerhatikannya dengan tatapan datarnya.
Ya, dia adalah ketua kelas Aruna. Yudha Alashka. Dalam hati ia berkata ketus, gadis itu sama sekali tidak mau mendengarkannya.
"Bodoh ...."
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 72 Episodes
Comments
Caramelatte
jangan kasi kendor thorr
semangat terosss
2020-11-24
0
Nur Hidayanti
Haris... anak baru tapi Nekad abis
2020-11-22
0
📚 Inem tak di anggap (HIATUS)
Semangat lagi ya, Ina kasih boom like dulu 😄
2020-11-22
0