Seharian penuh kami jalan-jalan menyusuri kota Jogjakarta, dari mulai kulineran sampai aku belajar tarian Jawa Tengah. Dehan juga tak henti-hentinya mengambil foto serta video ku saat pentas menari
"Nak, Itu pacarnya ?" tanya seseorang di sebelah Dehan
"Istri saya pak"
"Waahh... Cantik sekali ya, masih seperti anak muda"
Dehan tersenyum melihat ke arah Rania yang sedang menari.
"Makasih, tapi kami belum punya momongan selama dua tahun menikah pak"
Bapak-bapak itu langsung menepuk bahu Dehan, karena dulu dia pernah di posisi Dehan yang menantikan kehadiran anak.
"Nak, bapak juga dulu pernah seperti mu menikah selama sepuluh tahun dan belum dikaruniai seorang anak."
Dehan langsung tertegun dan mendengarkan ucapan pria di sebelahnya.
"Saya memutuskan bercerai dengannya, lalu menikah lagi dengan wanita lain yang bisa mengandung. Lalu saya hidup bahagia dengan seorang anak"
Kata pria itu sambil menunjuk salah satu wanita setengah tua di panggung.
"Pelatih tari di sana istri saya yang sekarang. Dulu saya sempat depresi karena ingin anak dan membuang wanita cantik demi keturunan, tapi setelahnya aku memang hidup bahagia namun mantan istriku malah bunuh diri. Padahal dia cinta pertamaku dan sampai sekarang aku masih mencintainya"
Dehan tidak tahu harus menjawab apa, dia hanya memperhatikan bapak ini cerita.
"Tolong nak.. Jangan ikuti ego mu, cukup ikuti kata hatimu. Lihatlah, istrimu sangat cantik apa kau ingin istri yang kau cintai bernasib sama sepertiku ?"
Dehan menggelengkan kepalanya
"Tidak pak. Sampai kapanpun aku tidak ingin berpisah dengan Rania! Dia wanita yang baik dan bisa memuaskan ku"
Pria itu hanya tertawa kecil melihat tingkah Dehan yang ketakutan.
"Hahahaha... Aku melihat cinta tulus mu dari matanya, jangan dianggap serius aku memiliki kelebihan di bidang spiritual tapi jangan terlalu mempercayai ku"
Bapak tadi beranjak dari duduknya karena dipanggil oleh pelatih tari (istrinya), tak terasa ternyata pentas itu sudah selesai. Dehan masih mematung oleh ucapan bapaknya, hingga Rania menyentuh bahu Dehan lembut.
"Mas Dehan?"
Dehan terkejut dengan kedatangan Rania
"Sudah selesai? Kau lapar? Ingin makan apa?"
"Aku ingin makan gudeg"
Dehan menuruti ku, kami mampir di salah satu rumah makan dengan suasana khas Jogja. Saat kami sedang menyantap hidangan, tiba-tiba saja handphone Dehan berdering suara notifikasi pesan. Berhubung Dehan sedang ke toilet aku membacanya.
DEG!
Hatiku tiba-tiba merasakan sesak ketika membaca pesan masuk di handphone Dehan. Siapa wanita dengan sebutan baby sinner ini ? Mengapa dia memanggilku dengan sebutan mandul? Dia seharusnya mengerti akan perasaanku, dia juga wanita.
Dehan kembali dari toilet lalu memandangku dengan tatapan aneh. Semula aku sangat senang makan malam bersama Dehan tapj tiba-tiba mood ku hancur! Aku berhenti menyuapi makanan di piring dan pikiranku kalut entah kemana.
"Kenapa ga di makan?" tanya Dehan
Aku malas melihat wajah Dehan, kemudian dia memegang pipiku.
"Kenapa? Apa aku salah?"
"JELAS SALAH!"
Kataku sambil berteriak hingga membuat semua mata tertuju pada kami.
"Sayang... Jangan marah di sini, lanjut di penginapan aja ya? Maafkan istriku semuanya" Dehan meminta maaf pada pengunjung rumah makan sambil tersenyum.
Setelah Dehan makan, ia menarik tanganku untuk keluar tapi aku menepisnya dan berjalan sendiri hingga masuk ke dalam mobil kami.
"Sayang kamu kenapa marah? PMS ya?"
Aku tak membalas perkataannya hingga aku merebut handphone yang ada di saku celana Dehan. Tadinya dia menolak, tapi karena melotot Dehan terima dengan pasrah. Aku membuka chatting wanita yang tadi namun saat aku mencarinya kontak itu sudah tidak ada di daftar nomor telepon Dehan beserta isi pesannya. Diriku tak menyerah begitu saja, aku terus-terusan mencari semua kontak di ponsel Dehan bahkan memeriksa google nya tapi nihil, username baby sinner tidak ditemukan.
...'Perasaan aku tadi melihatnya di WhatsApp. Kok ga ada sih?' batinku...
"Cari apa? Serius amat sampe deket mata gitu" ucap Dehan santai sambil tertawa kecil
"DIEM!!" kataku sambil membentaknya keras
Dehan tetap sabar dia bahkan tak membalas bentakan ku. Daripada seperti ini terus lebih baik aku bertanya to the point
"Aku mencari kontak bernama baby sinner"
Mobil kami yang tadinya sedang jalan tiba-tiba Dehan mengerem mendadak, untung saja tidak ada kendaraan lain di belakang kami. Hal itu menyebabkan kepalaku sedikit terbentur pada dashboard mobil.
"Aaahhh sakit" kataku sambil memegang kepala
Dehan langsung tertegun sejenak lalu melihat ke arahku, kemudian dia merebut ponselnya.
"Kau tidak boleh membaca apapun. Ini privasi, bahkan aku juga tak pernah memeriksa ponselmu" jawab Dehan dengan nada sedikit kesal
"Itu siapa mas? Kenapa dia bilang bahwa aku istri yang mandul? Sejak kapan hah?? Sejak kapan aku mandul! Aku masih bisa hamil"
Setelah mengatakan itu aku langsung menangis kencang di hadapan Dehan. Aku sangat ingat pesan terakhir wanita itu menyebutkan mandul, otomatis Dehan juga sudah ikut serta menyebut ku seperti itu apalagi di pesan tadi sepertinya mereka sudah sangat dekat.
"Jangan di bahas lagi, kita sedang berlibur!"
Tanpa ekspresi dia melajukan mobilnya kembali untuk pulang ke penginapan kami. Aku tidak mau membuka mulut sama sekali, Dehan juga tak ada usahanya untuk memberitahuku siapa wanita yang tega berbicara buruk padaku.
Akhirnya kami sampai juga, aku langsung masuk kamar dan mengunci pintunya tak lama air mataku menetes lalu menangis sesenggukan sambil menutup wajah dengan bantal agar suaranya tak terlalu terdengar oleh Dehan.
Matahari menyambut ku dari mimpi, aku kebablasan akibat mata sembab jadinya tidak solat subuh. Aku keluar kamar dan melihat Dehan yang masih tidur pulas, bahkan dia sedang mengorok. Karena aku masih penasaran dengan pesan semalam, jadi aku mencuri ponsel Dehan yang ia simpan di meja. Saat aku hendak membukanya kembali tapi gagal karena Dehan telah mengganti password nya, sontak aku membanting nya ke dada bidang Dehan.
"Aarggh"
Dehan terbangun dengan muka bantal sambil memegang ponsel di atas dadanya.
"Tega sekali membangunkan ku dengan kasar"
Tak pedulikan ucapan Dehan, aku langsung keluar guna mencari sarapan dan menghirup udara segar. Aku bertemu beberapa orang di sini mereka tersenyum padaku sangat ramah, sepertinya aku betah jika tinggal di sini. Hingga kedua mataku menangkap pedagang yang menjual bubur khas Jogja *Burang (bubur rang-rang*)
"Pak saya mau satu ya? Yang satu lagi minta di bungkus"
"Nggeh mbak"
Se-kesal apapun aku terhadap Dehan, dia tetaplah suamiku. Jadi aku akan tetap melayaninya meskipun Dehan sudah menyakiti hatiku kali ini. Aku menikmati bubur manis untuk sarapan pagi sendirian sambil menghirup udara segar yang ada di Jogja, banyak orang berlalu lalang untuk berolahraga bahkan ada yang hanya santai-santai saja. Tapi di saat aku melihat ke arah penginapan, tiba-tiba saja Dehan sedang berlari menuju ke arahku sambil melambaikan tangannya. Tentu saja aku membuang muka.
"Mengapa tak mengajakku sarapan bersama sayang? Kau masih marah karena pesan itu?" tanya Dehan
Aku tidak ingin membalas ucapannya, aku ingin sarapan dengan tenang dan melihat pemandangan yang lebih indah.
"Pak, bubur yang tadi diminta cewek ini gak jadi di bungkus. Makan di sini saja"
"Nggeh mas"
Pagi ini aku awali dengan gombalan Dehan dengan jurus seribu bahasa cinta, padahal aku ingin menenangkan pikiranku yang kalut. Tapi sepertinya rencana ku gagal karena Dehan tidak ingin jauh dariku.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 77 Episodes
Comments