Pesta pernikahan megah pun akhirnya dilakukan. Setelah kurang lebih tiga hari gadis itu mencoba bersabar untuk menghadapi semua kelakuan orang di rumah itu akhirnya dia pun memulai permainannya sendiri.
Untungnya sebelum pernikahan Jea sempat mengajukan beberapa syarat kepada kedua keluarga sebagai mahar pernikahan. Karena jika tidak, maka bukan tidak mungkin jika dia terperangkap dalam permainannya sendiri.
“Aku akan mengajukan beberapa syarat sebagai mahar.” Pintanya tegas.
“Dari mana anak semuda dirimu mempelajari hal semacam itu?” tanya Nyonya Akeno gemas.
“Bukankah aku pantas mendapatkannya, sebagai seorang pengantin?” tanya gadis itu lagi.
“Baiklah, ayo katakan! Apa yang harus kami berikan kepada menantu cantik kami.” Tanya Tn Akeno ramah.
Kedua orang tua mertua gadis itu terlihat ramah. Berbeda dari kedua walinya yang menatapnya dengan tatapan tak suka, terutama bagi Clara.
“Apa yang diinginkan gadis sialan ini? Andai saja anakku adalah seorang perempuan dan bukan laki-laki maka aku tak perlu memintanya untuk kembali." gumam nenek sihir itu.
Memang benar bahwa yang tertarik dengan pernikahan ini sejak awal adalah Clara. dia begitu ambisius soal takhta dan masih ingin menjilat lebih banyak lagi demi bisa merangkak naik. Terlebih lagi dengan statusnya sebagai model, sekaligus fashion designer lokal terbaik. Hal ini akan sangat berguna untuk mendongkrak popularitasnya.
"Ini adalah saat terbaik untuk memperkenalkannya sebagai Ny. Goksel sekaligus kolega dari Akeno Media." pikirnya.
Karena itulah dia mengambil risiko untuk membawa gadis itu kembali masuk ke kediaman Goksel. Toh, Tn. Sanjaya juga sudah membuangnya. Jadi posisinya di dalam rumah besar itu tak akan pernah tergantikan.
(Syarat pertama, adalah mereka akan tinggal di kediaman Goksel setelah menikah. Syarat ini dia tujukan agar dia bisa melindungi Rayden dan juga Raga dari dekat. Secara Clara tidak mungkin menyakitinya dan juga saudaranya jika di depan menantu mereka.)
(Kedua, karena pernikahan ini dilakukan tanpa mendaftarkannya secara resmi di mata hukum, maka mereka akan memiliki hak untuk memilih setelah dewasa. Apakah pernikahan akan tetap dilanjutkan dan di sahkan di mata hukum atau justru malah diakhiri setelah mereka berusia dewasa.)
“Kita tidak bisa mendaftarkan pernikahan ini karena mereka masih di bawah umur. Satu-satunya jalan adalah dengan menikah secara siri dan meresmikannya di antara keluarga.” Ujar Natasha Akeno, Nyonya besar keluarga Akeno.
(Dan syarat Ketiga, mereka tidak akan mempublikasikan identitas mereka di depan umum. Wajah asli mereka tidak akan benar-benar di ekspose di depan umum.)
“Riasan ini akan sedikit menyamarkan wajah kami bukan? Aku tidak ingin jika kehidupan pribadi kami terganggu karena masalah politik ini.” Tegas Jea di depan kedua mertuanya.
“Ternyata rumor yang kami dengar tentang kecerdasanmu itu benar. Kau bahkan berpikir selangkah lebih jauh dari kami.”puji ibu mertuanya.
“Bagaimana jika kau sekolah di tempat yang sama dengan Aksa? Aku dengar kau mendapat kelas akselerasi sebelumnya. Bukankah seharusnya kalian berada di kelas yang sama?” ujar Tn. Akeno kepada menantunya.
“Aku tidak keberatan. Dan aku akan mencoba untuk bersikap senormal mungkin di sekolah agar tidak menyulitkannya.” Ujar Jea menyanggupi.
“Baiklah, kalau begitu kami akan mengantarkan barang-barang Aksa besok pagi. Untuk hari ini aku akan meminta pelayan untuk membawa pakaianmu secukupnya. Beristirahatlah! Dan nikmati waktu kalian.”
Keluarga besar Akeno pun pergi meninggalkan kediaman Goksel usai acara. Termasuk dengan pertemuan keluarga yang baru saja diadakan untuk ajang cari muka antar dua keluarga.
****
“Bolehkah aku menumpang ke kamar mandi?” tanya Aksa sopan ketika mereka sudah berada di kamar yang sama.
“Sebentar!” jawab gadis itu yang masih sibuk menghapus riasannya.
“mengapa? Apa kau menyembunyikan sesuatu di kamar mandimu?” ledek Aksa.
“Aku akan menyiapkan air panas untukmu mandi. Tunggulah sebentar.” Jea pun berjalan ke arah kamar mandi dan mengisi bathtub dengan air panas, beserta aromatherapy untuk Aksa.
Meskipun dia memaksakan pernikahan itu demi melancarkan rencananya, tetapi dia masih sadar akan statusnya sebagai seorang istri.
Pada dasarnya Jea mungkin masih berusia dua belas tahun, dia masih terlalu muda untuk bisa memahami hal-hal kecil seputar rumah tangga seperti ini. Tetapi berhubung selama dua belas tahun terakhir dia sudah hidup bersama kakak laki-lakinya dan terbiasa mengurusi semua keperluannya. Perhatian-perhatian kecil seperti bukanlah lagi hal baru untuknya.
“Mandilah, semuanya sudah ku siapkan.” Ujar Jea masih dengan ekspresi wajah yang datar.
Aksa pun merasakan ada sesuatu yang aneh pada dirinya. Usianya kini sudah menginjak lima belas tahun. Dia baru saja menginjak usia remaja dan belum pernah mengenal apapun tentang cinta. Hidupnya selama ini selalu teratur dan disesuaikan dengan peraturan ketat keluarga Akeno.
Tetapi melihat sikap Jea kepadanya hari ini, dengan menyiapkan air mandi untuknya. dia bahkan juga menyiapkan pakaiannya dan membantu Aksa untuk merapikan tempat tidur. Hal yang bahkan tak pernah dia lakukan sendiri sekalipun di kediamannya.
Hatinya menghangat. dia seakan merasakan hatinya jatuh untuk pertama kalinya kepada seorang gadis.
Berhubung mereka masih memiliki usia yang sangat muda, Keluarga besar mengatur kamar mereka dengan dua tempat tidur yang terpisah di setiap sudut ruangan. Kamar itu dibuat menjadi dua bagian, seperti sudut Aksa dan sudut Jea. Namun mereka tetap di tempatkan dalam satu kamar.
Intinya pihak keluarga sama sekali tidak membatasi mereka untuk terlalu dekat dan juga tidak membuat mereka terlalu jauh. Mereka membuat pernikahan ini berjalan secara normal dan perlahan. Agar mereka bisa saling mengisi dan melengkapi satu sama lain.
Mereka berharap agar pernikahan ini bisa mereka pertahankan karena landasan cinta dan kasih sayang mereka sendiri bukan karena adanya paksaan.
“Apa kau memiliki kebiasaan khusus sebelum tidur?” tanya Aksa ketika mereka hendak pergi tidur setelah sama-sama membersihkan diri.
“Biasanya kakakku akan mengelus kepalaku dan menyanyikan lagu tidur untukku. tetapi sekarang tidak lagi, setelah aku di bawa masuk ke rumah ini aku sudah mulai terbiasa.” Jawabnya.
“Memangnya kau tidak dibesarkan di rumah ini?” Aksa memiringkan tubuhnya agar bisa menghadap ke arah Jea. di antara mereka ada jarak yang begitu kentara di selingi oleh dua buah nakas dan jarak sekitar 1 Depa diantaranya.
“Tidak, aku di besarkan di rumah orang kepercayaan Papa, namanya Bang Lio. Aku baru datang ke rumah ini tiga hari yang lalu.” Ujarnya sembari menatap langit-langit kamar.
“Jadi, karena kau sudah membantuku. Haruskah aku membantumu juga? Apa kau ingin aku membantumu untuk tidur?” tanya Aksa menawarkan diri.
“Tidak. Cukup matikan saja lampunya maka aku akan bisa tidur dengan nyenyak.”
Jea menarik selimutnya dan berbalik menghadap dinding. dia memunggungi Aksa yang tengah menghadap ke arahnya. Bukan hanya itu, dia juga menarik selimut hingga menutupi hampir setengah wajahnya. dia menenggelamkan dirinya disana, hingga akhirnya Aksa mengalah, mematikan lampu dan ikut memejamkan matanya untuk beristirahat.
Sementara Jea, dia masih larut dalam angannya sendiri.
“Dia bukan topikku untuk balas dendam. Aku tidak bisa menyakitinya. Lagi pula dengan statusnya sebagai suamiku bukankah itu berarti bahwa dia adalah keluargaku sekarang?”
“Baiklah, aku akan memikirkannya. Asalkan dia tidak membuat masalah, maka aku pun bisa melindunginya.” Gumam gadis itu membatin.
Malam pernikahan itu pun berlangsung dengan sangat hening di antara keduanya. Keduanya larut dalam mimpi masing-masing. Terutama bagi Aksa yang masih mencoba menerka karakter gadis di hadapannya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 70 Episodes
Comments