PART 4 - RAKSASA HITAM

Mataku terpejam namun aku bisa melihat semuanya, seolah penglihatanku lebih tajam ketika aku menutup mata.

Aku berbaring, dan diatas sana aku melihat sesosok yang sangat besar. Sangat sangat sangat besar. Aku tidak tau sebenarnya makhluk apa itu. Yang bisa aku lihat hanya ia warna hitam.

Dia yang jauh diatas dari tempatku berbaring, perlahan mendekat dan seperti ingin menikamku. Ya Tuhan. Dadaku terasa sangat sesak seolah tak mampu menghirup oksigen.

Aku berusaha berteriak dan berusaha melepaskan cengkramannya, namun kini tangan besar itu menindih tubuhku. Hanya satu tangannya saja, dan berhasil membuatku tak bisa bernapas, tak bisa bergerak, tak bisa bersuara.

Aku terus berusaha untuk menyingkirkan tangan raksasa itu dari atas tubuhku, namun semakin aku mencoba semakin tenagaku terkuras sia-sia. Tak berhasil. Tak bergeser walau satu milimeterpun. Akhirnya aku hanya bisa pasrah. Dalam hati aku terus berdoa dan memohon pertolongan pada yang maha memberiku kehidupan.

Aku terus memanjatkan permohonan, kemudian mata merah menyala itu menyorot tajam padaku, dan tak lama kemudian sosok hitam yang menyerupai raksasa itu menghilang tanpa jejak. Aku pun terbangun.

Mataku terbuka. Aku melihat Fara dan Sasi yang tertidur sambil duduk ditepi ranjang. Mengapa mereka tidur sambil duduk seperti itu? Ah benar. Aku ingat tadi aku pingsan saat listrik masih padam. Dan ketika aku bangun kini lampu sudah kembali menyala.

Aku turun dari ranjang dan perlahan membangunkan Fara juga Sasi agar tidur di ranjang. Posisi tidur mereka saat ini bisa membuat badan pegal-pegal setelah bangun nanti.

Mereka ikut berbaring dikasur bersamaku. Namun mereka bersikeras agar aku berada di tengah-tengah mereka. Supaya mereka bisa sama-sama menjangkauku katanya.

Syukurlah aku bisa memiliki teman yang begitu peduli padaku dalam waktu singkat ini.

*****

Hingga tengah malam mataku masih terus terjaga. Aku sama sekali tidak bisa tidur. Atau tepatnya aku takut untuk kembali tidur.

Aku merangkai semua kejadian yang kualami malam ini. Ketika pintu diketuk tanpa ada orang. Ketika listrik padam dan makhluk astral itu seolah bebas bermunculan. Hingga akhirnya aku pingsanpun mereka masih menggangguku. Sosok hitam itu benar-benar menakutiku. Aku tak punya sedikitpun keberanian untuk memejamkan mata walau mataku sudah mulai terasa pedih dan berat karena ngantuk. Aku sangat takut jika aku tidur sosok itu akan datang lagi.

Kenapa harus aku yang bisa melihat mereka? Oh, tunggu dulu! Sejak kapan aku jadi bisa melihat makhluk-makhluk itu? Seingatku aku bukanlah anak indigo.

Aku terus memikirkan hal-hal yang tak masuk akal itu. Membuat kepalaku pening, hingga tanpa sadar aku tertidur dengan sendirinya karena terlalu lelah. Terutama otakku yang teramat lelah.

*****

Aku tidak tahu aku baru bisa tidur jam berapa semalam. Namun nyatanya hari ini aku kesiangan. Aku baru bangun ketika Sasi dan Fara sudah siap untuk berangkat. Yaa, Sasi dan Fara memang satu shift denganku. Namun aku tak tau kapan tepatnya barang-barang Sasi berpindah ke kamar ini. Kamarku dan Fara.

Memang kamar Sasi sebelumnya ditempati lima orang. Disana sudah pasti sangat sesak. Jadi, apakah Sasi memutuskan untuk pindah tinggal bersama kami? Tak masalah jika memang begitu.

"Ay, kamu udah bangun? Syukurlah. Tadi kami juga agak kesiangan makanya ini buru-buru." Kata Fara seraya mengenakan sepatu.

Kasian mereka. Menungguiku tersadar hingga mereka sendiri terkantuk dan pagi ini kesiangan.

"Kalian berangkat dulu aja nggak usah tunggu aku. Aku akan mandi cepat-cepat dan segera nyusul kalian. Jangan lupa tutup pintunya." Kataku sambil masuk kedalam kamar mandi.

"Jangan sampai telat, Ay." Samar namun terdengar, suara Sasi melengking dibalik pintu.

Cepat-cepat aku membersihkan diri, berganti pakaian dan berangkat. Oh aku belum memberi tau kalian kalau aku tidak suka berdandan. Begitu selesai mandi, aku berganti pakaian dan menyisir rambut itu sudah cukup bagiku. Maka tak butuh waktu lama untuk menyusul teman-teman yang sudah berangkat. Namun sayang, secepat apapun aku berjalan aku tak bisa menyusul mereka. Mereka berjalan seperti kilat.

Ya sudah lah, aku bisa berjalan sendiri, aku harus menghemat tenaga apalagi aku tidak sempat membeli sarapan. Untung tadi aku sempat mengisi botol minumku. Tak makan bukan masalah besar sekarang. Yang penting ada minum, itu sudah cukup. Daripada harus benar-benar puasa.

*****

Aku masuk gerbang pabrik. Langkahku cepat namun terasa kurang semangat. Ya ampun! Baru hari kedua kerja dan tampangku terlihat lesu begini? Bagaimana mereka akan berkomentar nanti?

Aku melupakan semua masalah, terlebih masalah kesiangan tadi. Tidak akan ada yang tersentuh jika aku bercerita bangunku kesiangan, bukan? Makanya aku memilih untuk mengkondisikan diri, mensugesti diri agar bisa semangat. Hanya itu yang bisa kulakukan sekarang.

Aku merapikan letak tali tas di bahuku, dan seorang berjalan mensejajari langkahku.

"Hai, selamat pagi." Sapa seorang itu.

Entah bagaimana, melihat keberadaannya didekatku dan melangkah disebelahku membuatku bernapas lega.

Setelah membuang napas panjang, aku tersenyum kearahnya. "Pagi." Balasku pada Zaki.

Zaki menyodorkan sebuah tas yang kuketahui bahwa itu adalah tas bekalnya.

"Aku udah sarapan dirumah. Ini buat kamu." Katanya terdengar hangat.

"Nggak usah repot-repot, Zak, ini kan bekal kamu."

Zaki menggeleng.

"Ada coklat hangat di dalam botol itu. Kalau buat nanti siang udah nggak enak lagi." Katanya lagi sambil menggandeng tanganku tanpa aba-aba.

Aku sempat terhenyak karena kulit hangat Zaki bersentuhan dengan kulit tanganku.

Zaki terus menggandeng tanganku lembut, ternyata dia membawaku ke kantin.

Zaki menuntunku untuk duduk disalah satu kursi disana. Kemudian Zaki memutari setengah meja dan duduk berseberangan denganku.

"Ayo makan." Pintanya padaku.

"Zak, aku_"

Aku tak melanjutkan kata-kataku karena Zaki mengambil tas bekal itu dan mengeluarkan kotak makan beserta botolnya dari sana. Zaki membukakan botol minum itu dan kembali memberikannya padaku.

"Diminum mumpung masih hangat." Seperti terhipnotis, aku menurut pada kata-katanya.

"Terimakasih." Kataku setelah meminum cokelat hangat itu beberapa teguk.

Zaki kembali memberikanku sandwich yang ada didalam kotak makan yang sudah dibukakan olehnya. Aku mengambil sebuah dan memakannya cepat. Disamping perutku yang lapar, aku juga buru-buru agar tidak terlambat masuk kerja nanti.

"Kamu nggak ikut makan?" Tanyaku.

Mataku melihat sekitar. Tanpa aku duga, sebagian besar pasang mata tengah memandang meja kami. Aku celingukan ke sebelah-sebelahku, dan benar bahwa di area ini adalah tempat para atasan. Setingkat manager keatas.

Aku menatap Zaki, dan Zaki seperti tau apa yang aku pikirkan.

"Jangan hiraukan mereka." Katanya lembut.

Bagaiman aku tidak menghiraukan mereka? Aku adalah karyawan baru dan dengan lancangnya duduk di area atasan. Pasti aku akan di cap orang tidak tau aturan setelah ini.

"Aku udah bilang kan tadi. Aku udah makan dirumah." Zaki berkata lagi, membuatku sedikit tersentak karena aku terbang oleh lamunanku sendiri.

"Terus kenapa bawa bekal beginian kalau udah makan dari rumah?"

"Sengaja aku bawa buat kamu."

"Kenapa?" Tanyaku mengerutkan kening.

"Apanya?"

"Kenapa kamu bawain aku bekal?"

"Karena kamu mau makan bekal dari aku."

Aku mendengus kesal. "Kalau tadi aku udah sarapan juga nggak mau makan lagi. Nanti gendut."

Aku mendengar Zaki terkekeh. "Nyatanya kamu belum sarapan kan?"

Aku kembali mendengus. Apa-apaan dia? Kenapa bisa tau kalau aku belum sarapan?

"Mau cerita?" Tanya Zaki menatap tepat pada mataku. Manik mata kami bertemu. Entah kenapa aku merasa Zaki sedang menyelam hingga ke dasar lewat tatapan matanya. Seolah tanpa aku bercerita dia akan tau dengan hanya melihat mataku.

Aku menggeleng samar. "Apa kita pernah ketemu? Atau pernah saling kenal sebelumnya?" Pertanyaanku keluar begitu saja.

"Kamu ngerasa kita pernah kenal sebelumnya?" Zaki berbalik menanyaiku.

"Enggak sama sekali. Tapi aneh aja, aku ngerasa kita pernah dekat." Jawabku sambil mengangkat bahu.

"Kita akan deket terus mulai sekarang."

*****

Hayooo baru dua hari kerja udah makan bareng cowok nih si Ayri. Pasti banyak yang iri kannnn. Dibawain bekal lagi. Eh jangan-jangan Zaki punya Indra keenam ya? Kok bisa serba tau gitu?

Kenapa ya Zaki baik banget gitu ke Ayri? Kira-kira Zaki orangnya ganteng nggak? Yuk tulis komentar kalian dan jangan lupa klik suka. Terimakasih sebelumnya. See yaaaa...

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!