🌹
🌹
Dimitri telah siap dengan jas hitam dan penampilan rapinya. Tidak lupa rambutnya yang dia tata sedemikian rupa hingga membuat wajah rupawannya semakin mempesona. Perpaduan antara darah Jawa-Rusia dan Sunda, hal yang diwariskan dari kedua orang tuanya.
Tubuh tinggi bak model profesional, dengan hidung mancung dan alis tebal juga wajah tegas milik Satria, berpadu dengan mata coklat dan bulu mata lentik, juga bibir merah milik Sofia. Pahatan Tuhan yang sungguh sempurna, membuat siapa saja yang memandangnya terpesona.
"Oh, ... anakku sayang." Sofia merangkul pundaknya, kemudian mengecup kening pemuda itu dengan segenap hati.
"Gantengnya anakku. Mama jadi bertanya-tanya bagaimana kamu menjalani sekolah dan kuliahmu hingga hari ini?"
"Mama ngomong apa sih?" Dimitri menaham senyum. Ini yang paling dia rindukan dari sang ibu, segala ucapan dan sikapnya yang selalu manis pada semua anak-anaknya.
"Bagaimana para gadis masih bisa bernapas setelah menatap wajahmu yang seperti malaikat ini." ucap Sofia, dan dia kembali mencium wajah putra pertamanya itu.
"Mama lebay." Daryl muncul dari kamarnya, diikuti Darren sang adik seperti biasa. Mereka masih tak terpisahkan seperti waktu masih kecil.
"Malaikat apanya? banyak gadis-gadis patah hati gara-gara ditolak cintanya." Darren menimpali.
"Oh ya?" Sofia menoleh.
"Kalian hanya iri." cibir Dimitri.
"Iri apanya?"
"Mama tidak memperlakukan kalian seperti aku." Dimitri dengan bangganya.
"Ish, ... aku nggak iri. Masa laki-laki dewasa pasrah saja di cium ibu-ibu?" Darren menyela. Membuat tawa Darryl pecah seketika.
"Jaga ucapanmu, yang menciumi ini mama kita tahu!" Dimitri maju satu langkah Kemudian menepuk kepala adiknya yang satu itu.
"Aw!! sakit kak!" Darren memegangi kepalanya. "Mama! kak Dim selalu begitu!" dia mengadu kepada ibunya.
"Kalian ini, kalau bertemu pasti selalu ribut. Kasihan kan Ded setiap hari pasti pusing mendengar kalian seperti ini?"
"Tidak dengan aku, Ded hanya pusing mendengar keributan mereka berdua Ma." sergah Dimitri.
"Mama lupa ya? kakak kan kabur dari sini gara-gara dimarahi Ded karena selalu pulang malam." ucap Darryl.
"Oh iya, lupa. Sesekali harus Mama jewer ya, biar tidak nakal lagi." Sofia menarik ujung telinga Dimitri.
"Aw aw Aw, ... ampun. Aku nggak senakal itu, aku kan sangat sibuk makanya tinggal dengan teman satu grup ku. Dan sudah aku bilang kan kalau mereka mefitnah aku karean iri!" pemuda itu memegangi telinganya yang terasa panas.
"Kenapa harus iri? cuma ciuman." Darryl memutar bola matanya.
"Oh, ... kalian mau juga Mama cium? sini giliran siapa sekarang?" Sofia mengulurkan tangannya kearah kedua anak kembarnya.
"Ah, ... nggak usah. Aku ngga butuh. Lagian nanti baju aku kusut, dan aku harus ganti lagi." tolak Darryl.
"Kamu?" Sofia kepada putranya yang satu lagi.
"Nggak juga Ma. Makasih." Darren mundur dua langkah ke belakang.
"Ish, ... kalian ini!"
"Sudah diwakili kan sama anak kesayangan Mama?" si kembar kemudian tertawa.
"Anak kesayangan apanya? kalian bertiga sama saja buat Mama. Cinta Mama sama besarnya." perempuan itu menghambur kepelukan dua putranya, yang tentu saja tak bisa menolak hal tersebut.
"Malaikatku, cahaya hidupku, kesayanganku!" dia mengecup pipi kedua putranya secara bergantian. Membuat dua pemuda yang masing-masing mewarisi hal yang sama seperti Dimitri itu tersenyum bahagia.
"Masih berpelukan disini? Ded sudah menunggu di mobil, Hey!" suara khas milik ayah mereka itu menginterupsi.
"Sayang, lihatlah putra kita ini. Bukankah mereka sangat tampan?" Sofia memamerkan ketiga putranya.
"Tentu saja tampan, tidak lihat mereka dapat dari siapa?" pria yang masih terlihat gagah di usia paruh bayanya itu menggendikkan bahu.
"Ah, ... iya aku lupa." Sofia berlagak menepuk keningnya. Dia tahu suaminya sedang mencari perhatian. Dan dia kemudian segera menghampirinya.
"Bukankah aku tak kalah tampan dari mereka?" Satria berucap.
"Oh, tentu saja. Kamu yang paling tampan di dunia. Tidak ada yang lain lagi." perempuan itu mengamini bualan suaminya.
"Eh, ... tapi aku kan sudah tua." Satria meralat ucapannya.
"Mmm... memang." ucap Sofia.
Namun Satria mengerutkan dahinya.
"Pria tua yang tampan." lanjut Sofia dengan senyum manisnya. Dia kemudian merangkul pundak suaminya, lalu mengecup sudut bibir pria itu dengan manisnya, membuat pipi Satria merona seketika.
"Kamu selalu melupakanku kalau sudah bertemu anak-anak" Satria menggerutu.
"Tidak begitu."
"Tapi kamu selalu meninggalkan aku dan mendatangi anak-anak."
"Ish, Papa Bear ... aku kan jarang bertemu anak-anak."
"Sudah siang, nanti kita terlambat. Ayo pergi?" ajak Sofia, dan dia merangkul lengan suaminya, kemudian segera keluar dari rumah besar itu. Diikuti ketiga putra mereka yang tertawa sambil menggelengkan kepala.
🌹
🌹
Acara seremonial dimulai berurutan, dari mulai upacara penyambutan, pidato para petinggi kampus, dan pembicaraan-pembicaraan lainnya yanh dilakukan oleh beberapa orang. Alumni yang telah sukses begitu mereka lulus dari universitas tersebut, dan tidak lupa mahasiswa lulusan terbaik yang juga menjadi pembicara hari itu.
Suara tepuk tangan tentu saja membahana di area kampus begitu sang lulusan terbaik naik ke podium untuk berpidato. Siapa lagi kalau bukan Dimitri Alexei Nikolai, yang telah mempersiapkan pidato terbaiknya hari itu.
"Oh, ... anakku sayang." Sofia bergumam, air mata terus mengalir dari kedua netranya, dia merasa bangga dan bahagia dengan prestasi sang putra.
Begitu juga Satria, yang tak pernah menghilangkan senyuman dari bibirnya.
"Bukankah dia luar biasa?" ucap Sofia.
"Tentu saja dia luar biasa. Dia anakku." Satria menyahut.
"Iya, ... dia hebat sekali kan?" perempuan itu menyeka sudut matanya yang basah.
"Dan terakhir, terimakasih kepada para orang tua yang selalu mendukung kami. Mempercayai kami sehingga bisa melakukan banya hal. Semoga jerih payah kalian tidak sia-siah ayah, ibu... " Dimitri berbicara dalam bahasa Rusia, dan dia menunjuk kedua orang tuanya yang duduk paling depan.
Tepuk tangan kembali bergemuruh di halaman universitas Lomonosov, Moscow pada siang di musim semi itu. Semua orang berdiri memberikan penghormatan dengan tatapan sebagian besar dari mereka mengarah kepada Satria dan Sofia.
"Sayang, putramu bicara apa?" perempuan itu menatap sekeliling. Dia masih belum terlalu memahami apa yang dikatakan putra mereka.
"Dia bangga telah menjadi bagian dari kampus ini, dan berterimakasih kepada orang tua." Satria berbicara di dekat telinganya.
"Ah, ... anakku." Sofia kembali menatap putranya yang turun setelah pidatonya selesai.
"Anakku juga." bisik Satria.
"Iya iya... anak kita."
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...
Acara hampir saja usai ketika beberapa orang temannya datang menghampiri dan saling memberi ucapan selamat.
"Siap untuk pesta kita yang terakhir, Bro?" ucap salah satu diantara mereka.
"Yeah, ... sebelum kebebasanmu direnggut sebentar lagi. Dan kita akan terjebak di tempat kerja atau perusahaan keluargamu yang membosankan." sahut satu teman lainnya.
Lalu mereka tertawa.
"Ada seseorang yang menanyakanmu Dim." yang lainnya berbicara lagi.
"Siapa?"
"Irina."
"Irina?"
"Iya. DJ yang membawamu pulang waktu pesta kita tempo hari."
Dimitri mengingat dengan keras.
"Nanti malam dia yang mengisi acara terakhir kita, dan berharap kau datang untuknya."
"Mmm
"Sayang, apa yang mereka bicarakan? siapa Irina?" Sofia sedikit mahami percakapan para pemuda ini.
"Tidak perlu tahu, dan kamu sebaiknya tidak usah tahu." Satria menjawab.
"Kenapa?"
"Urusan anak muda."
"Apa serius?"
"Tidak juga. Ini soal kesenangan."
"Kesenangan?"
"Yeah, ...
"Pesta?"
"Begitulah."
"Ish, ...aku curiga ada sesuatu di pesta mereka."
"Apa? itu biasa di kalangan anak muda."
"Biasa apanya? anakku pasti akan melakukan sesuatu setelah ini."
"Sesuatu apa?"
"Entahlan, pembicaraan mereka mencurigakan. Apalagi membahas pesta dan gadis-gadis."
"Hmmm... begitulah."
"Benar kan? kamu tahu sesuatu? pasti tahu kan? kamu selalu mengawasi mereka."
"Sedikit."
"Apa mereka akan melakukan sesuatu yang buruk?"
"Tidak tahu."
"Ish, seharusnya kamu tahu!"
"Dimitri sudah dewasa."
"Tidak bagiku. Dia masih anakku."
"Ya, tapi dia sudah dewasa."
Sofia terdiam.
"Acaranya sudah selesai sayang, ayo kita pulang?"
"Sebentar, aku mau ajak Dimitri pulang juga."
"Tidak usah, dia masih punya acara."
"Tidak boleh, dia harus pulang." perempuan itu menghampiri putranya.
"Dim." dia menepuk bahu pemuda itu.
"Ya?"
"Ayo pulang?"
"Aku nanti, ada satu acara lagi."
Sofia menggelengkan kepala.
"Kami mau pulang ke Indonesia. Sekalian saja kita pulang sama-sama."
"Tapi Ma?"
"Pulang Dim. Kamu sudah selesai disini." katanya dengan suara lembut, namun terdengar menekan.
🌹
🌹
🌹
Bersambung...
cus de, pulang! ibu ratu memberi perintah 😂😂😂
like, komen, hadiah, votenya dong gaess
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 178 Episodes
Comments
Borahe 🍉🧡
kisah arfan dan Dygta di mn ya?
2025-01-14
0
gerakan tambahan🤸🍋🌶️🥒🥕
sdh ganti ya panggilannya? mama dan ded? nyambungnya dimana? masih mending mama papi (a)
2024-01-10
0
fifid dwi ariani
trus sabar
2023-03-03
1