🌹
🌹
"Rania gimana?" Angga yang telah merebahkan tubuhnya di tempat tidur, mencoba kembali memejamkan mata setelah beberapa jam yang lalu di kagetkan oleh panggilan dari kantor polisi.
"Sudah masuk ke kamarnya." Maharani naik ke tempat tidur kemudian berbaring di sisinya.
"Nggk akan kabur?"
"Nggak akan, mana mungkin dia kabur? sekeras apa juga kamu memarahinya dia tetap secuek itu kan? nggak ada pengaruhnya untuk dia."
"Hhh...
"Jangan suka marah-marah papa, nanti cepet tua." Maharani menepuk dada suaminya.
"Aku ngga marah-marah, cuma sedang mendidik dia."
"Nggak usah pakai bentak-bentak juga, dia hanya perlu di arahkan."
"Kan aku lagi cari sponsor, juga menghubungi beberapa orang biar dia bisa menyalurkan hobbynya. Tapi dianya nggak sabaran, apa-apa gasak-grusuk aja." keluh Angga.
"Duh, mirip siapa ya? jadi ingat seseorang yang suka begitu juga." Maharani bergumam.
"Siapa?"
"Ngga tahu, lupa." perempuan itu sedikit menggendikan bahu.
Sementara Angga menaikam satu sudut bibirnya keatas.
"Bobo lagi lah, pagi masih lama." Maharani menguap, rasa ngantuk memang terus menderanya, beberapa jam menunggu anak peetama dan suaminya dari kantor polisi sejak tengah malam memang membuatnya tak tenang.
"Baru jam tiga." Angga melirik jam dinding.
"Memang, ..." perempuan itu mengulurkan tangannya untuk memeluk tubuh suaminya.
"Nggak gapain dulu gitu?" Angga bergumam.
"Nggak, Mama ngantuk." Maharani mulai memejamkan mata.
"Tapi aku jadi nggak ngantuk." ucap Angga.
"Terus?"
Pria itu bangkit lalu melucuti pakaiannya, dan tanpa aba-aba segera menerjang Maharani.
🌹
🌹
[Ran, kita touring, plus ngetrail juga.] sebuah pesan masuk dari nomor temannya.
[Kemana?] Rania membalas.
[Puncak Eurad.]
[Emang udah bisa?]
[Bisa lah. Udah banyak yang daftar.]
[Kapan?]
[Sabtu Minggu.]
[Mauuuuuuu!!]
[ Ya udah, aku daftarin.]
[Oke, bayarnya jagan mahal-mahal!]
[Nggak lah, standar aja. Lagian bayar segitu kan dapet makan sama merchandise juga. Sepadan lah.]
[Oke. Eh, ... tapi kan aku lagi dihukum, nggak boleh bawa motor selama seminggu.]
[Dih, dia dihukum? gara-gara ngetrek kemarin malam ya?]
[Iya. Nggak akan dapet ijin nih.]
[Nanti aku kesana, bilang sama Om Angga.]
[Emangnya berani?]
[Berani lah, masa nggak.]
[ya udah, tapi harus berhasil ya?]
[Pastinya.]
[Oke kalau gitu.]
Dan percakapanpun berakhir.
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...
"Siang Om?" seorang pemuda membawa motor trailnya kedalam bengkel milik Angga yang baru saja kembali dibuka setelah istirahat makan siang.
"Hey Galang? dari mana?" Angga menjawab sapaannya. Pemuda anak tetangga dari rumah di sebelah, teman main putrinya sejak TK.
"Dari rumah Om, sengaja mau servis si jagur." pemuda itu menepuk jok motor trailnya yang dia letakan persis di depan bengkel. Yang lagsung mendapat penanganan dari montir.
"Ganti oli?"
"Kayaknya perlu servis mesinnya juga deh. Mau touring soalnya, terus langsung mau ada turnamen juga."
"Servis mesin? biasanya sendiri?" Angga miringkan mata.
"Iya om, ada alat yang nggak aku punya dirumah. Kayaknya disini ada deh?"
"Itu turnamennya lokal apa nasional?" Angga kemudian bertanya.
"Baru lokalan aja Om, lagi jajal track baru." jawab Galang.
"Oh ya? dimana?"
"Puncak Eurad om."
"Subang?"
"Iya Om."
"Hmmm... " Angga mengangguk-anggukan kepala.
"Rania kemana OM?" pemuda itu bertanya, padahal sejak tadi dia sudah melihat gadis yang dimaksud berada di sisi lain bengkel.
"Tuuuhhh... " Angga menunjuk dengan pandangan matanya, putrinya yang tengah memperbaiki mesin mobil miliknya.
"Tumben nggak keluar?" pemuda itu berbasa-basi.
"Lagi dihukum."
"Dihukum? kenapa?"
"Biasa? semalam ngetrek, kena razia pula. Untung lah yang nangkepnya polisi, kalau genk motor gimana? bisa habis dia."
"Hmmm... kalau lagi dihukum nggak bisa aku ajak pergi dong?" ucap Galang kemudian.
"Pergi kemana?"
"Touring. Tadinya mau aku ajak, tapi karena lagi dihukum ...
"Banyakan yang ikut?" Angga tiba-tiba penasaran.
"Banyak. Dari sekitaran Bandung sama Lembang lah."
"Kapan?"
"Sabtu Minggu Om."
"Kayaknya kalau Sabtu Minggu masa hukumannya udah beres."
"Bisa aku ajak dong?"
"Nggak tahu juga sih, dia bisa pegang janji apa nggak."
"Janji apa?"
"Kuliah lagi." Angga melirik putrinya yang tampak sedang menyimak percakapan mereka.
"Kuliah lagi?" Galang membeo.
"Iya, plus nggak balapan liar lagi di jalan raya. Kalau om sih lebih setuju dia balapan di trek. Ngetrail juga nggak apa-apa, dari pada ugal-ugalan di jala raya." ucap Angga, yang agak menekan kata-katanya.
"Gitu ya?"
"Iya, kan lebih baik gitu. Kalau memang punya nyali mending kebut-kebutan di trek kan, bukan di jalan raya. kecuali kalau lagi pamer." sindir Angga.
"Iya Om Bener. Apalagi kalau bisa sampai ikut turnamen."
"Nah iya, itu lebih baik." Angga mengamini.
"Jadi gimana om?"
"Apanya?"
"Boleh kalau Aku ajak Rania touring?"
"Dianya mau nggak? dari kemarin ngambek nggak jawab kalau Om tanya."
"Yang penting om ijinin apa nggak? kalau soal itu Rania bisa dirayu lah." pemuda itu tergelak.
"Yah, kalau dia mau om ijinin."
"Ya udah kalau gitu, Nati aku ngobrol sama Rania."
"Terserah. Tapi jangan macam-macam, atau nanti saya hajar kamu." pria itu mengacungkan kepalan tangannya.
"Nggak berani om." Galang menggelengkan kepala sambil tersenyum. Kemudian dia melirik kepada Rania dan sekilas mengedipkan sebelah matanya.
🌹
🌹
"Mau pergi?" Maharani muncul dari dapur, melihat gadis yang hampir berusia 20 tahun itu yang telah siap dengan ransel dan helmnya.
"Iya."
"Memang hukumannya udah selesai?"
"Udah." gadis itu mengunyah sarapannya sabil berdiri.
"Kakak mau balapan lagi?" Tanya Rega, adik laki-lakinya yang berusia lima belas tahun.
"Nggak."
"Tapi kayak mau balapan? awas lho, kena hukuman Papa lagi?" remaja itu mengingatkan.
"Nggak akan."
"Kakak, makannya duduk. Nggak boleh sambil berdiri." salah satu dari adik kembarnya bicara.
"Kakak buru-buru Del." jawab Rania yang kemudian meneguk jus jeruknya.
"Iya, tapi nggak boleh. Nanti perutnya sakit." adiknya yang satu lagi bicara.
"Selesai. Adel sama Amel cerewet deh?" dia mengusap puncak kepala dua adiknya itu.
"Cuma ngingetin."
"Iya, kakak Inget. Pergi dulu ya?" dia bersiap.
"Eh, kemana sekarang?"
"Ada lah." Rania meraih tangan Maharani kemudan menciumnya dengan takzim.
"Bilangin papa aku pergi ya?"
"Kamu sendiri lah, Memangnya papa udah ngijinin?"
"Udah dong, makanya aku pergi."
"Sama siapa?"
Lalu suara klakson terdengar diluar.
"Galang." jawab Rania.
"Hmmm... pantes."
"Pergi dulu Ma." gadis itu melenggang keluar dari rumahnya sambil mengenakan helmnya.
"Kok dia pakai motor yang itu?" Maharani bergumam. Melihat sang putri yang mengendarai motorcross, bukan CBR merah kesayangannya.
"Mereka mau touring sambil jajal track katanya." ucap Angga yang muncul dari dalam.
"Dia bilang? Memangnya kalian sudah akur?"
"Sudah, dia kan nggak pernah lama kalau marah." jawab Angga.
"Udah kamu ijinin juga bawa motor?"
"Udah lah. Biar dia ada kegiatan, nggak cemberut aja di rumah. Sepet lihatnya."
"Terus kuliahnya gimana? dia setuju nerusin?"
"Belum tahu, pelan-pelan dulu lah. Dipikir-pikir, kalau dipaksa juga ngga akan bener kan? kita cari akal gimana nyalurin hobby nya biar nggak salah jalan."
"Yakin?" Maharani terkekeh.
"Yakin. Aku ingat dulu juga kan nggak minat kuliah. Malah ikut lomba otomotif, kali dia juga ngerasain hal yang sama. Males. " Angga tertawa.
"Nah kan, memang buah jatuh nggak jauh dari pohonnya. Kecuali jatuh ke sungai atau dibawa kelelawar." ucap Maharani.
"Maksudnya apa?"
"Anak sama bapaknya sama aja." perempuan itu kembali kedalam rumah.
"Dih?...
🌹
🌹
🌹
Bersambung ...
Hooh bang, bapa sama anak sama aja, sama-sama kepala batu 🤣🤣🤣
like, komen, hadiah, dan vote!!
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 178 Episodes
Comments
Erna Yunita
hehehehe.... kena semprot ya 😁
2024-08-25
0
May Keisya
lagi ngambek... puasa ngomong😂
2023-06-16
1
May Keisya
kode tuh😂
2023-06-16
1