Namaku Fani, sahabat dekatnya Dea. Sore ini aku harus mampir kerumah Dea untuk mengerjakan tugas kelompok bersama Rafa dan Indri.
Awalnya kami memutuskan untuk kerja kelompok di rumahku, namun karena ada banyak tamu yang berkunjung kerumah untuk memberikan selamat atas pertunangan kakak ku. Jadi kami memutuskan untuk pindah tempat kerumah Dea, tentu saja dengan sedikit perdebatan antara aku dan Dea.
Aku sendiri sangat tau sikap kakaknya Dea yang seperti anak kecil dan sering bertengkar denganya, dan Dea takut Kakaknya akan mengganggu kerja kelompok mereka. Tapi dengan sedikit dorongan, akhirnya dia mengalah.
Dan sekarang kami sudah berada di depan rumah Dea, menunggu gadis itu mempersilahkan kami masuk.
"Bahkan perdebatan mereka sampai terdengar keluar." Gumamku yang masih duduk dikursi depan rumah Dea bersama dengan Indri.
"A–apa tidak apa-apa kita kerja kelompok di rumah Dea?" Tanya Indri terlihat gugup.
"Ah... ini pertama kalinya Indri berkunjung ke rumah Dea ya? Tidak apa-apa, tenang saja tidak perlu gugup." Jelasku sambil tersenyum untuk memberikan perasaan tenang terhadapnya.
"Tapi! Mereka sedang bertengkar loh, suaranya sampai terdengar keluar, tuh dengar ...." Ucap Indri mulai panik.
"Te–tenang saja. Mereka memang selalu seperti itu, Hha–ha..." Ucapku berusaha menenangkanya.
Dea dan Kinan memang selalu seperti itu, aku sudah berteman dengan Dea dari kecil. Jadi aku tau seberapa dekatnya mereka. Mungkin bagi Indri pertengkaran mereka terdengar menakutkan, tapi bagi ku dan orang-orang yang sudah mengenal lama mereka. Pertengkaran mereka terdengar begitu hangat, cara mereka menunjukan perhatian dan perasaan mereka benar-benar tidak seperti sudara pada umumnya.
Sifat Dea yang begitu serius membuat Kakaknya mengubah sifat tegasnya menjadi seorang pemalas dan humoris. Aku pernah mendengar curhatan Dea saat kami duduk di bangku kelas 4 SD, dia bilang ingin tumbuh menjadi seperti kakaknya yang bisa melakukan apa saja, dan Dea begitu membanggakan kakaknya itu.
Namun semakin cepat Dea mengejar Kakaknya, semakin jauh kakaknya berlari. Iya, Kinan kakaknya Dea itu adalah seorang pelari dan berhasil mewakili sekolahnya di tingkat provinsi saat usianya baru 14 tahun, kelas 2 SMP.
Saat masuk SMA, Kinan berhenti berlari karena cedera. Sifatnya mulai berubah menjadi dingin membuat Dea khawatir dan takut kehilangan idolanya yang selalu dikejar olehnya. Lalu dari sana Dea memutuskan untuk berubah menjadi sosok Dea yang sekarang.
Dan ada rahasia yang harus ku sembunyikan dari Dea. Rahasiaku dengan Kinan, dari rahasia ini aku bisa mengerti perasaan mereka yang sama-sama mengkhawatirkan satu sama lainnya. Kasih sayang seorang kakak untuk adiknya dan kasih sayang seorang adik untuk kakaknya.
"Maaf membuat kalian menunggu, ayo masuk," Ucap Dea mengejutkanku, "eh? Dimana Rafa?" Lanjutnya bertanya.
"Ah dia bilang mau ngisi bensin dulu, nanti juga datang." Jawabku sambil bangkit dari tempat duduk, begitupun dengan Indri.
"Kamu yakin De? Maksudku, kakak mu gak marah kita kerja kelompok di rumah kalian?" Tanya Indri merasa cemas.
"Tenang aja, ayo masuk." Ajaknya lagi membuatku dan Indri melangkah masuk kedalam rumahnya.
"Waah... rumahmu bagus ya De, minimalis." Gumam Indri yang terpesona dengan rumah Dea.
"Kita kerja kelompok di kamarku aja ya, kalian duluan nanti aku nyusul." Ucap Dea sambil berjalan kearah dapur. Sedangkan aku pergi kelantai atas bersama Indri, hanya ada satu ruangan disana yang tidak lain adalah Kamarnya Dea.
"Rasanya udah lama gak main kekamar Dea." Gumamku.
"He? Jadi kalian udah lama gak main? Terakhir kali main kapan?" Tanya Indri terlihat penasaran.
"Tahun lalu..." Jawabku sambil tersenyum dan mengambil sikap duduk diatas kasur Dea.
Tak lama kemudian Dea masuk ke kamarnya bersama dengan Rafa yang baru datang.
"Maaf ya cuma ada es jeruk." Ucap Dea sambil menghidangkan es jeruk yang sudah tersimpan di dalam empat cangkir.
"Wah es jeruk," gumam Indri terlihat senang.
"Loe lama banget sih, beli bensin dimana ?" Tanyaku pada Rafa yang baru duduk disebelahku.
"Ya di tempat yang loe bilang." Jawabnya membuatku kesal.
"Jadi mau mulai ngerjain dari mana?" Tanya Rafa mengalihkan pembicaraan kami.
"Hem..." Gumam Dea dan Indri yang sudah membuka buku catatan mereka.
"Latihan soal matematikanya banyak banget ...." Keluh Dea menundukan kepalanya.
"Belum apa-apa otak loe udah ngebul aja De." Gumamku merasa lelah melihat kebiasaan mengeluhnya itu.
"Habisnya..." Ucap Dea terpotong, "Kita kerjakan soal yang gampangnya dulu, baru yang susahnya. Hemat waktu." Tutur Rafa membuatku kesal, karena otaknya yang begitu cerdas membuatku merasa tidak ada apa-apanya dihadapan dia. Meskipun begitu dia adalah pacarku.
"Soalnya kita bagi empat ya, jadi masing-masing ngerjain 10 soal. yang bisa kalian kerjakan, langsung kerjakan. Yang gak bisa nanti kita bahas barengan." Lanjut Rafa mulai membagi tugas.
***
Satu jam sudah kami mengerjakan tugas kelompok dan masih ada beberapa soal yang belum bisa dikerjakan, bahkan Rafa juga terlihat kesusahan.
Tok tok...
Terdengar suara pintu yang diketuk dari luar, lalu terlihat seorang wanita yang membuka pintu sambil tersenyum ramah kepada kami.
"Kakak?! Ke–kenapa?" Tanya Dea yang terkejut dengan kehadiran kakaknya dan tak terima dengan kemunculannya.
"Bagaimana kalau istirahat dulu? Aku baru selesai membuat camilan." Ucapnya sambil memperlihatkan kue buatannya.
"He? Kau membuatnya?" Tanya Dea langsung mendapat anggukan cepat bersama senyuman manis dari Kinan.
"Uwaah kue, masih hangat ...." Ucap Indri terlihat senang dan langsung mencicipi kue yang dibawakan oleh kakaknya Dea, "Enak." Lanjutnya membuatku ingin mencobanya juga.
"Syukurlah kalau kalian menyukainya." Tutur Kinan sambil tersenyum.
"Giliran buat kue cepet banget." Gumam Dea setelah mencoba kue buatan kakaknya itu.
"Hhaha... aku kan emang suka bikin kue," tutur Kinan, "Kalau begitu aku pergi dulu, yang rajin ya belajarnya." Lanjutnya sambil melirik ku dan tersenyum hangat membuatku refleks membalas senyumannya.
'Kak Kinan benar-benar berbeda dari biasanya.' Batinku merasa heran melihatnya bisa bersikap ramah seperti itu, 'Ha... jadi perdebatan mereka sebelum kami masuk itu, mungkin Dea meminta Kinan untuk bersikap sebagai seorang kakak pada umumnya. Jadi karena itu, aku tidak melihatnya bermain komputer di bawah tadi, kali ini Dea mengancam apa pada kak.Kinan ya?" Lanjutku bertanya-tanya sambil membayangkan perdebatan mereka.
***
"Sudah jam segini, aku harus pulang," tutur Indri saat melihat jam tangannya menunjukan pukul enam sore.
"Indri benar, aku juga harus pulang." Lanjut Rafa memastikan jam digital di heandphonenya.
"Kalau begitu kerja kelompoknya udahan, tiga nomor lagi kita kerjakan disekolah aja," saran Fani langsung mendapat respon cepat dari mereka bertiga, "Kelihatan cape ya kalian." Lanjutnya sambil tersenyum dan membereskan buku catatannya.
"Akhirnya..." Gumam Dea sambil meregangkan tangannya sebelum berdiri.
Kemudian Dea mengantarkan teman-temannya kedepan pintu.
"Yakin gak mau dianterin?" Tanya Rafa membuat Fani menganggukan kepalanya.
"Yakin. Udah loe pulang bareng Indri aja, kalian searah kan? Lagian rumah gue juga deket." Jelas Fani.
"He... belajarnya udahan?" Tanya Kinan yang berdiri didepan pintu rumahnya mencuri perhatian Fani dan yang lainnya.
"Ah ia, terima kasih untuk kue nya. Maaf merepotkan kakak." Tutur Indri sambil tersenyum.
"Ah tidak merepotkan ko, tenang saja. Kapan-kapan main lagi ya..." Ucap Kinan sambil tersenyum.
"Kalau begitu kami pamit dulu." Ucap Rafa yang sudah menyalakan mesin motornya dan Indri langsung naik keatas motor Rafa, berboncengan dengan pria itu.
"Hati-hati ya." Ucap Dea dan Fani bersamaan, sebelum Rafa menancap gas nya.
"Melalahkan sekali berakting jadi orang baik ...." Gumam Kinan mengejutkan Dea.
"Ternyata kakak emang gak cocok jadi dewasa." Ejek Dea membuat Kinan emosi.
"Apa kau bilang?!" Tanya Kinan penuh penekanan.
"Emang bener kan?! Aku berkata benar kan?" Jelas Dea membuat Kinan semakin emosi, sedangkan Fani hanya bisa menonton pertengkaran kakak adik itu.
"Itu dia sifat asli kak.Kinan." Gumam Fani sambil tersenyum.
"Ah Fani mau membantuku mencuci piring?" Tanya Kinan langsung mendapat jitakan dari Dea dan membuat Fani terkejut.
"Mencuci piring?" Gumam Fani.
"Lakukan sendiri! Kau sudah dewasa kan?" Ucap Dea sambil melirik tajam kearah mata Kinan.
"Hee ... tapi tadi kau sendiri yang bilang kalau aku gak cocok jadi orang dewasa." Teriak Kinan merasa kesal dengan perlakuan adiknya.
"Berisik seperti biasanya ya..." Gumam Fani kembali tersenyum, lalu matanya melihat kearah Kinan yang meliriknya dengan tatapan hangat dan tersenyum hangat kearahnya disela-sela pertengkarannya dengan Dea.
'Benar juga ... Rahasia sifat kekanak-kanakannya itu karena Dea.' Batin Fani membalas senyuman Kinan.
xxx
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 131 Episodes
Comments
KIA Qirana
Kinan 👍👍👍👍👍
2021-08-14
0
Dhina ♑
Ayo, kerjakan tugas dengan benar
2021-04-11
1
Radin Zakiyah Musbich
Ceritanya seru kak 👍👍👍
ijin promo ya 🐞🐞🐞
jgn lupa baca novel dg judul "HITAM"
kisah tentang pernikahan yg tak diinginkan,
jangan lupa tinggalkan like and comment 🐞🐞🐞🙏
2021-01-04
1