Sinar matahari pukul enam pagi masih cerah tanggung, Petugas kebersihan sedang membersihkan jalan komplek yang banyak sampah sisa aktivitas tadi malam. Mereka memungut dan memisahkan kaleng dan botol bekas minuman alkhohol yang masih bisa dijual. Bungkus nasi, puntung rokok hingga bekas sampah alat pengaman banyak bertebaran. Mereka menyapu sambil bertegur sapa dengan yang lainnya.
Tampak pula perempuan yang baru keluar dari hotel kecil di sudut komplek dengan rambutnya yang basah dan menghitung lembar seratus ribuan yang baru saja dia dapatkan. Ada juga yang sudah rapi dan sedang membeli sarapan dari pedagang kecil yang menjajakan lontong pecal dan kue kue tradisional.
Mami Sandra entah sudah berapa kali membangunkan Bening yang memang baru tidur pukul 4 pagi usai menghabiskan koin yang dibelikan Bern untuk menonton drama kesayangannya dalam satu malam saja.
Setelah Berhasil dibangunkan, Bening bersiap-siap membawa semua dokumen resmi sesuai yang Bern minta dan segera turun ke bawah menemui Bern.
Bern membukakan pintu mobil, Bening mencium punggung tangan mami, mami mengusap-usap pipi dan kening Bening, meratakan bedak tabur yang masih berantakan di pipi.
"Bern, Tante titip Bening. Maaf sudah banyak menyusahkan." ucap Sandra lembut dengan tatapan matanya yang selalu teduh.
Bern membalasnya dengan senyuman penuh arti.
"Aku yang berterimakasih, Tante sudah percaya kepada ku. Kami pamit dulu." Bern masuk ke dalam mobil menyusul Bening.
"Bye, Mami!" teriak Bening melambaikan tangan dari celah kaca jendela mobil yang belum tertutup.
***
Bern memperhatikan semua salinan dokumen resmi yang Bening berikan untuk diserahkan di sekolahnya nanti. Semua dokumen itu tertera atas nama Bening Ivanka Radmund, hati Bern berdesir, dia sudah pernah menduga hal ini sejak pertama kali bertemu Bening dan ibunya, tapi kenapa Bening tidak pernah menggunakan nama belakangnya yang merupakan nama resmi dari nama keluarga ayahnya? Bern menutup kembali map biru di tangannya dan mulai mendengarkan Bening yang asik menceritakan ulang seri drama korea yang dia tonton tadi malam.
Mereka sudah sampai di depan sebuah gedung sekolah, sekolah ini jauh lebih besar dan bagus daripada sekolah Bening sebelumnya. Infrastrukturnya juga lebih canggih dan modern. SMKS Global, Bening terdaftar sebagai siswa baru kelas sebelas program studi yang sama seperti sebelumnya, Tata Busana.
Bern mengurus semuanya dengan baik, di sini tak ada yang mengenal Bening dan kehidupannya. Bening juga tidak membuka diri tentang dirinya dan kehidupan pribadi. Itu cukup aman untuk menghindari kejadian kemarin terulang lagi.
Setelah bertemu kepala sekolah dan kepala program studi, Bern menyerahkan semua data diri Bening pada bagian kesiswaan. Baru setelahnya Bening ikut mengantar Bern ke parkiran mobil karena dia tak mau di anggap anak TK yang diantarkan sampai ke ruang kelasnya.
"Belajar yang rajin, Cutie ! di sini kamu bisa mewujudkan mimpimu kembali."
"Thanks, Bern. Aku akan membalas semua kebaikan mu, suatu hari nanti."
"Cukup jadi Bening yang manis, dan tidak membuat masalah, Okay?"
" I am Promise." Bening mengacungkan kedua jarinya membentuk huruf V.
"Cute girl. " Bern mengusap-usap pipi Bening dengan sebelah telapak tangannya
"Hu um, sudah sana pergilah, banyak sekali petuahmu, Bern. Bye Handsome !!!"
Mobil Bern keluar dari area parkir. Bening masuk ke koridor yang menunjukan arah dimana ruangan kelas jurusan tata busana. Dia masih kebingungan walau di setiap barisan ruangan sudah tertera plang nama yang besar.
Sekeliling tampak sepi karena sedang jam belajar mengajar, Sekejap Bening terkesiap melihat seorang siswa laki-laki keluar dari ruang guru, Dengan postur tubuh yang tidak gemuk dan tidak kurus tapi cukup tinggi, berkulit putih, hidung mancung, alis matanya tebal memesona serasi dengan bulu matanya yang lentik. Hanya butuh waktu beberapa detik untuk Bening memandang orang serinci itu. Laki-laki itu tampak sedang membawa tumpukan buku tugas.
"Permisi, Kak," sapa Bening dengan tampang sok imut.
Laki-laki itu menoleh tanpa menjawab sapaan Bening.
"Maaf, Aku mau tanya, dimana ya kelas sebelas tata busana A?"
Laki-laki itu memperhatikan Bening dari atas ke bawah.
"Anak baru, ya?" tanyanya
Bening mengangguk sambil mengagumi suara serak lelaki itu.
"Ayo , saya antar!" ajak elaki itu sopan. Dia pun berjalan mendahului Bening, Bening mengikutinya dari belakang tanpa berani bertanya apapun. Sepertinya orang ini memang tak banyak bicara, Menikmati punggung laki-laki itu dari belakang saja bisa membuat hati kecilnya bergumam manja
“Boyfriendable,” batinnya sembarii menyimpul senyuman.
Mereka sampai di depan kelas yang Bening maksud, tanpa banyak berkata, Ahmad segera pamit kembali ke kelasnya. Bening menatap punggung lelaki itu sampai hilang di balik tembok pembatas.
Ruangan kelas bernuansa biru muda yang cukup luas, bersih dan sejuk, kelas itu hanya diisi oleh 19 siswa, 18 wanita dan 1 pria. Menjadi satu-satunya pria di kelas tata busana, lelaki bernama asli Doni itu lebih senang mengakui namanya sebagai Donna. Dia kini menjadi teman sebangku Bening.
Bening berkenalan singkat di depan kelas, teman-teman baru menyambutnya dengan baik. Walau 99% mereka adalah wanita, namun tak sungkan mengakui kecantikan dan sikap Bening yang sanga ramah. Bening pun semakin bahagia mendapatkan lingkungan baru yang lebih baik dari sebelumnya. Semua berjalan lancar sampai jam istirahat pertama dan kedua.
Tak lama dari bunyi bel itu terdengar azan berkumandang dari pengeras suara mushola. Bening yang sedang asik berkenalan dengan Donni seketika terdiam. Dia belum pernah mendengar suara azan sedekat ini di kupingnya. Di sekolah yang lama tidak ada mushola, di pemukiman apalagi. Pernah waktu dia di rumah singgah, tapi hanya samar-samar karena cukup jauh dari masjid. Mendengar kalimat Illahi terlafadz dengan jelas di pendengarannya, Bening memeriksa saku bajunya, mendapati ponsel yang tidak ada notifikasi apa-apa, ternyata yang bergetar adalah hatinya.
"Ngapa lo, Hey! kesambet?" Donni memukul lengan Bening pelan melihat Bening yang tiba-tiba terdiam saat mendengar Adzan.
"Suara itu ... Donn"
"Itu suara Adzan Dzuhur, Juleha. Lo gak pernah denger Azan?"
Bening tidak menjawabnya sampai suara muadzin yang serak itu berakhir. Semua siswa di kelas mengambil alat shalat masing-masing dan beranjak menuju mushola. Kecuali mereka yang sedang berhalangan. Bening tidak membawa mukena, lebih tepatnya tidak punya, sehingga dia termasuk yang tinggal di kelas berpura-pura sedang berhalangan juga. Ternyata panggilan adzan tadi baru sampai membuat getar hatinya namun belum meringankan langkahnya mendirikan kewajiban.
"Lo beneran lagi Mens?" tanya Donni
Bening mengangguk, sambil memasukan wafer ke dalam mulutnya.
"Gue kasih tau aja sih, Bu Andasna yang nanti masuk abis istirahat ini, biasanya bakal ngecek yang gak shalat ini beneran pada mens atau manipulasi semata. Yang ada nanti kalau ketahuan berbuat tipu daya lo bakalan tetep disuruh solat sendiri, Cyint."
"Huk, Uhukss huks serius lo Donn?"
Donni tidak menjawab hanya mengayunkan kipas lipatnya.
"Hmmm, Gue pinjem mukenah lo dong!"
"Hey, gue belom transgender, woi! Sholat gue masih pake peci!" Dengan kesal Donni mengeluarkan pecinya dari saku celana. "Buruan! di mushola ada mukena juga kok, lo bisa gantian."
Mereka melangkah menuju mushola yang tak terlalu jauh dari kelas Tata Busana. Ini bukan yang pertama bagi Bening, namun dia lupa kapan terakhir kali melakukannya. Saat membasuh telapak tangannya dengan air, ada kesejukan yang berbeda dari sekedar mencuci tangan biasa. Saat air suci membasahi wajah cantiknya juga membasuh air mata yang tak terasa jatuh ke pipi. Hati Bening ikut basah di setiap gerakannya membersihkan diri, hingga ke ujung kaki.
Usai shalat, Bening mengambil sepatu sekolahnya yang tersusun rapi di depan pintu mushola dan membawanya ke tribun mushola menuju Donni yang juga sedang duduk disitu mengikat tali sepatunya. Tribun itu dilindungi dahan pohon ketapang yang rindang, duduk dibawahnya membuat wajah terasa sangat sejuk terlebih jika masih ada sisa wudhu.
Penglihatan Bening semakin sejuk tatkala dia melihat seseorang melewatinya yang sedang duduk mengikat tali sepatu. Mata Bening memindai kaki itu sampai ke wajahnya, Laki-laki yang tadi mengantarnya mencari ruang kelas. Ternyata usai shalat ketampanannya meningkat berkali-kali lipat.
Donni memperhatikan Bening bergeming menatap laki-laki itu sampai tidak terlihat.
"Biasa aja ngeliatnya sih, itu cowok biasa bukan malaikat." tukas Donni sambil menurunkan ujung celananya yang tadi terlipat. "Itu kak Ahmad, Anak kelas Dua belas. Dia ketua ROHIS disini. Lo gak pernah liat cowo cakep ya, Ning?"
Barangkali satu tahun terakhir di hidupnya, bagi Bening ketampanan itu adalah definisi dari wajah bule Bern Jullian. Sehingga dia tak sadar banyak lelaki tampan dengan kearifan lokal, tapi Ahmad ... dia lebih dari sekedar tampan.
"ROHIS?" tanya Bening masih asing dengan istilah yang berupa Akronim itu.
"Iya Ekstrakulikuler Rohani Islam, Kak Ahmad itu ketuanya." jelas Donni
"Daftarin gue masuk ekskul itu, Donn."
Donni menepuk jidad saat melihat teman barunya yang cantik, unik tapi sedikit udik.
***
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 119 Episodes
Comments
may
jadi.....
bern kakanya bening? 😯
2025-01-30
0
Cut SNY@"GranyCUT"
ha ha.. Bening yang cantik menjadi udik karena gaulnya terbatas akibat sering diusik.. 😄
2024-03-25
0
Fatur Rohman
kereen...
2022-04-27
0