Masih Berduka

Diperjalanan pulang, Dipta tak henti-hentinya berdoa dalam hati. Mendoakan ayahnya semoga khusnul khotimah.

Ia terus menggenggam tangannya erat. Berharap ini mimpi. Semakin kuat ia menggenggam, semakin sadar pula ia bahwa ini bukan mimpi.

Entah kenapa kali ini perjalanan menuju rumahnya terasa begitu jauh. Padahal kalau naik motor biasanya hanya lima belas menit saja.

Dibayangannya saat ini adalah wajah ayahnya yang sedang tersenyum padanya. Seperti saat ia lulus SMP dan masuk ke SMA negeri favorit di kotanya.

Tak terasa butiran air bening dan hangat jatuh di pipinya. Rasa sesak yang sedari tadi ia rasakan kini semakin menjadi-jadi. Seolah-olah si oksigen pun enggan masuk ke dalam tubuhnya.

Perjalanan pulang yang terasa panjang itu pun berakhir. Sesampainya di gang rumahnya. Dipta turun dari motor Pak Herman. Motornya tidak bisa masuk lebih dalam lagi karena sudah dipenuhi beberapa motor pelayat yang datang dan juga tidak ada tempat parkir lagi di dalamnya.

Terpaksa Dipta dan Pak Herman berjalan menyusuri gang kecil untuk sampai di rumah Dipta.

Para pelayat sudah banyak yang berdatangan. Sepertinya jasad ayahnya sudah selesai dimandikan dan dikafani.

Bendera kuning terpasang di sepanjang jalan menuju rumahnya. Telah tampak di kejauhan tenda terpal biru menghiasi teras mungil rumahnya.

Beberapa tetangga menyalami Dipta dan menepuk pundaknya sebagai isyarat 'Yang sabar ya Dip!' Dipta hanya membalasnya dengan tatapan kosong.

Sampailah ia di depan rumahnya. Pak Herman terus mengikutinya dari belakang. Ia berjaga-jaga khawatir Dipta menjadi lemah dan terkulai.

Tapi ternyata kekhawatiran Pak Herman tak terjadi. Sebab Dipta masih kuat melihat sosok ayahnya yang sudah tak bernyawa. Ia memang lemah di hatinya tapi raganya masih kuat untuk berjalan.

Kali ini Dipta tak kuasa menahan tangis! Tangisnya meledak ketika kedua adik perempuannya berdiri dan berlari ke arahnya lalu memeluknya erat. Sangat erat!

"Ayah udah nggak ada A!" Jerit Lusiana adik bungsu Dipta yang masih memakai seragam SMP.

"Aa bagaimana nasib kita A? Kita nggak akan mampu hidup tanpa Ayah!" Tangis Keysha sambil terus memeluk Dipta dengan erat.

"Sabar ya Dek! In Shaa Allah kita pasti bisa! Ayah nggak suka kalau kita seperti ini. Aa mau ambil wudhu dulu lalu kita mengaji lagi untuk Ayah," sahut Dipta sambil melepaskan pelan pelukkan kedua adiknya.

Adik-adiknya mengangguk mendengar perintah kakaknya.

Ibu yang melihat Dipta melepaskan pelukan kedua adiknya langsung memeluk Dipta yang sedang berjalan ke arahnya.

"Jadi anak soleh ya A! Itu yang selalu Ayah ucap dalam doanya. Kini Ayah telah pergi meninggalkan kita untuk selamanya A," ucap Ibu sesegukkan.

"Iya Bu. Semoga Ayah mendapatkan tempat terbaik di sisi Allah," ucap Dipta sambil terus memeluk ibunya yang saat ini sedang butuh sandaran. Tapi mata Dipta selalu tertuju pada wajah Ayah yang sudah rapih dengan kain kafan yang meliliti tubuhnya.

Ingin rasanya ia menguncang-guncangkan tubuh ayahnya yang saat ini sudah terbujur kaku. Ingin ia bangunkan sekuat tenaga. Mungkin keajaiban akan terjadi.

Tapi ia urungkan untuk melakukan semua itu. Ia akhirnya sadar itu tak akan membuatnya mengembalikan kehidupan ayahnya lagi.

"Bu, Aa wudhu dulu ya?" izin Dipta pada ibunya.

"Iya A." Ibunya pun melepaskan pelukannya.

Dipta segera mengambil air wudhu ke kamar mandi. Di sana ia menangis sejadi-jadinya. Ia tuntaskan semua rasa sesak di dadanya. Ketika sudah merasa baikan. Ia pun menghapus semua air matanya yang sudah tumpah! Lalu membuka keran dan mengambil air wudhu.

Selesai mengambil wudhu, ia langsung kembali ke ruang tamu dimana jasad ayahnya diletakkan.

Ia pun duduk di samping jasad ayahnya. Ia usap wajah ayahnya yang seperti sedang tersenyum itu. Ia peluk ayahnya dengan lembut.

Ia cium keningnya dengan bibir bergetar menahan tangis. Tapi ia buru-buru pastikan tidak ada air mata yang membasahi wajah ayahnya.

Ia pun mengambil buku yaasiin dan membacanya dengan lembut sambil terus berdoa dalam hatinya supaya Allah memberi pengampunan atas segala khilaf yang pernah ayahnya lakukan semasa hidupnya.

Bacaan yaasiinnya tersendat-sendat karena beberapa kali ia harus menarik nafas panjang karena hidungnya tersumbat menahan tangis.

Tapi ia terus melanjutkan bacaannya meski memakan waktu agak lama karena terjeda rasa sesak di dada.

Selesai membaca yaasiin, Dipta ditepuk oleh Pak Herman dari belakang.

"Dipta, Bapak izin pulang dulu ya!"

"Oh iya Pak. Terima kasih ya Pak," ucap Dipta masih dengan suara yang bergetar.

"Kamu yang sabar ya!" Pak Herman berusaha menguatkan lagi.

"Iya Pak. Doakan Ayah saya ya Pak!"

"In shaa Allah akan Bapak doakan selalu."

Pak Herman pun berpamitan pada ibunya Dipta. Dan memberikan amplop putih berisi uang untuk sumbangan bela sungkawa dari pihak sekolah.

Ibunya pun menerima amplopnya dan tak lupa mengucapkan terima kasih.

Setelah beberapa saat setelah kepergian Pak Herman. Datanglah pelayat lain yang masih memakai seragam putih abu-abu.

Tapi mereka semua anak perempuan. Dipta sempat berfikir kalau mereka adalah teman sekelasnya tapi ternyata ia salah.

Ternyata mereka sahabatnya Keysha, adik Dipta yang pertama. Dipta dan Keysha memang hanya berbeda dua tahun.

Jadi saat ini Dipta duduk di kelas 3 SMA dan Keysha duduk di kelas 1 SMA tapi mereka tidak satu sekolah. Karena Keysha nggak ingin satu sekolah dengan kakaknya. Dengan alasan malu, takut dibanding-bandingkan kepintarannya dengan kakaknya Dipta.

Dipta memang terkenal cerdas. Tapi tak pernah sekalipun ia merasa sombong dengan kecerdasannya.

Dia pada dasarnya bukan anak yang kutu buku. Bahkan ia cenderung malas kalau disuruh membaca. Tetapi apapun yang ia dengar, ia bisa langsung hafal dan ingat lebih lama.

Daya tangkapnya kuat ketika ia mendengar. Maka dari itu gurunya selalu menyebut ia anak yang belajarnya dengan cara mendengar.

Saking pintarnya bahkan ia sering kedatangan anak tetangga yang ingin dibantu mengerjakan PR. Dan selalu ia terima kedatangan mereka dengan senang hati.

Melihat Keysha menangis dipelukkan temannya membuat hati Dipta ikut menangis.

Beruntung Keysha memiliki teman-teman yang baik. Dipta pun mulai memperhatikan teman-temannya Keysha satu per satu.

Setelah selesai mengedarkan pandangan. Kini pandangan Dipta tertuju kembali pada perempuan yang memeluk Keysha sedari tadi.

Sadar sedang diperhatikan, perempuan itu pun melempar senyum pada Dipta.

Dipta pun kaget, ia tak menyangka perempuan itu sadar kalau sedang ia perhatikan.

Ia pun tersenyum. Ingatannya kembali ke beberapa tahun silam. Sepertinya ia kenal betul dengan gadis itu.

Tapi siapa namanya?

Dimana rumahnya?

Rasa-rasanya pernah ada rasa. Rasa bahagia masa kecil. Ia terus mengigat gadis berkerudung putih itu.

Gadis manis berkulit sawo matang. Berhidung mancung dan bermata bulat. Berbibir tipis dan mungil. Senyumnya dikit tapi manis sekali.

***

Terpopuler

Comments

🅿!💤©€$_--🦈 🐬

🅿!💤©€$_--🦈 🐬

duhhh.. jdi ada yg pandng2an deh.. uhukk🤭

2024-12-21

0

Lulu FH

Lulu FH

mampir kea cerita aku ya, bingkai cinta arjuna, udah up episode baru

2020-05-05

1

Lulu FH

Lulu FH

episode ini sedih bgt nink, gak kebayang klo kehilangaan orang tua

2020-05-05

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!