Indra bingung dengan kata-kata Yudha, bagaimana bisa dia percaya pada orang yang baru dia temui seperti Vani.
Sedang kalut dengan pemikirannya, Lift terbuka menunjukkan mereka telah sampai di lobi hotel.
Yudha telah menggandeng tangan Vani untuk keluar dari lift menuju ke parkiran.
Sedangkan Indra yang baru sadar dari lamunannya segera mengejar Yudha untuk memperjelas keadaanya.
"Tunggu pak Yudha," kata Indra setengah berteriak. Tentu saja itu menimbulkan rasa penasaran pada orang sekitarnya.
Yudha berhenti, dan Vani melepas genggaman tangan Yudha agak kasar. Tidak ingin orang lain salah paham.
"Ada apa lagi?" Tanya Yudha.
"Bapak jangan sampai tertipu dengan lagak sok polosnya Vani ini pak. Bapak baru kenal dia beberapa jam yang lalu, jadi jangan sampai termakan omongannya" kata Indra lantang.
"Turunkan volume suaramu itu. Aku tidak tuli. Dan masalah Vani, asal kamu tahu saja, saya sudah menganalnya sejak sebelas tahun yang lalu. Jadi, siapa sebenarnya yang tidak tahu perihal Vani?" Balas Yudha dengan tatapan sengitnya.
Indra sedikit terkejut, "siapa sebenarnya yang tidak mengenal Vani kalau begitu?" Bantin Indra mulai was-was.
"Sudahlah, kamu telah membuang-buang waktuku saja. Sudah jangan ikuti saya lagi. Ayo Vani, jangan bengong saja disitu" kata Yudha.
Vani agak kaget dan mengangguk saja dengan perintah Yudha.
Kembali Yudha dan Vani berjalan ke parkiran hotel meninggalkan Indra yang sedang takut dengan nasip pekerjaannya.
Sampai di parkiran, Vani hanya diam sejak jalan dari lobi tadi.
"Sudah tidak usah dipikirkan. Nanti soal si Indra itu biar aku yang urus. Kamu tahu dia kerja di bagian apa di hotel ini?" Tanya Yudha.
Vani hanya menggeleng, karena memang dia tidak tahu Indra sebagai apa.
"Yasudah, kita masuk mobil. Aku antar kamu pulang. Tapi kita makan dulu ya? Kamu mau makan apa?" Tanya Yudha lembut.
"Terserah mas Yudha aja, aku ngikut aja." Jawab Vani.
Akhirnya, disinilah mereka sekarang. Di sebuah restoran yang menyajikan bebek sebagai menu andalannya.
Mereka memilih duduk di lantai dua agar lebih nyaman saat makan dan juga ngobrol.
"Mas... Aku rasanya sedang mengkhianati seseorang saat ini" ucap Vani lirih.
Yang diajak bicara hanya mengernyit, dan membuka suara "mengkhianati siapa?"tanya Yudha.
"Aku jadi merasa bersalah sama suamiku mas... Dia yang sedang berjuang mencari nafkah buat kami, tapi aku malah enak-enakan makan berdua sama kamu lagi. Kalau seandainya dia tahu kan bakalan marah apa enggak ya sama aku?" Ucap Vani mulai sendu.
Yudha jadi merasa bersalah. Memang Vani yang sekarang bukan lagi Vani yang dulu. Hampir Yudha melupakan itu.
Setelah bertahun-tahun tidak bertemu, bukan hal yang tidak mungkin kalau Vani sudah berkeluarga.
"Memangnya suami kamu dimana sekarang?" Tanya Yudha.
"Dia sedang kerja diluar kota, dikota Pesisir sana."jawab Vani.
Yudha hanya manggut-manggut. Menatap Vani sebentar kemudian melihat keluar jendela. Hatinya hampa. Bagaimana ia mengingat kejadian dulu.
*************
Yudha pov flash back
Tidak seperti April biasanya, cerah dengan sinar matahari yang hangat. Di bulan April ini malah hujan tidak bisa diprediksi, sebentar panas, sebentar hujan.
Seperti pagi ini, sedari subuh hujan seakan mempermainkan alam. Sepuluh menit reda, lima menit deras, lalu hanya gerimis. Begitu berulang-ulang.
Sesosok pria tampan sedang pusing dihadapkan dengan layar komputer yang dari semalam seakan mencemoohnya.
Bagaimana tidak, di sebuah Wedding Organizer yang baru dikenal namanya di kota Dingin ini, Arryudha A. Putra sudah tidak bisa konsentrasi gara-gara seorang kliennya tiba-tiba membatalkan sebuah acara pesta kebun di acara pernikahannya yang kurang dua minggu lagi.
Katanya pihak perempuan sedang tidak suka dengan wangi mawar merah yang sudah dari beberapa bulan yang lalu mereka rencanakan sebagai tema pesta pernikahan mereka.
Dari kabar yang beredar, terjadi kejadian luar biasa yang menyebabkan si wanita mendadak hamil. Sehingga moodnya tidak menyukai wewangian dari mawar.
Sang wanita adalah anak seorang anggota dewan di kota ini, dan sang pria adalah pengusaha ternama pula.
Maka dengan mudahnya dan sesuka hatinya membatalkan tema yang telah rampung hampir 70% itu, mereka sedang suka tema planetarium, dan acara akan diadakan di salah satu hotel ternama milik Astama group di pusat kota Dingin.
Ditemani secangkir kopi yang sudah dingin, Yudha memandangi lapangan di depan ruko tempatnya menerima hukuman dari sang papa.
Yakni membantu omnya menjalankan usaha Wedding Organizer di sebuah komplek ruko di sudut kota dingin.
Berharap mendapatkan ide untuk proyeknya kali ini, dengan memandangi lapangan yang tiba-tiba terguyur kembali oleh derasnya hujan.
Sedang asyik melamun, tiba-tiba seorang wanita asing berlari memasuki pintu ruko yang setengah tertutup.
Ternyata seorang pejalan kaki yang bingung mencari tempat berteduh sepagi ini karena hujan yang tiba-tiba deras.
Yudha hanya diam memperhatikannya. Si perempuan dengan kemeja navy yang lengannya digulung dua lipatan ke atas, dengan celana jeans biru tua dan sepatu kets yang nampak sedikit basah, juga jilbab abu-abu tua yang nampak lepek oleh air hujan. Ia sedang mengibaskan tangannya di sekitaran bajunya yang basah.
Sambil bergumam, tapi masih terdengar wanita itu bicara "tinggal dikit lagi padahal, capek-capek lari dari di depan sana masih aja nggak keburu sama hujannya, lupa bawa payung lagi. Kira-kira di sini ada orangnya apa enggak sih kok sepi banget. Lagian aku juga kenapa asal masuk sih. Gimana kalau dikira maling coba?"
Dia kaget sendiri oleh ucapannya, sampai menutup mulutnya dengan tangannya. Lalu tolah-toleh mencari penghuni ruko.
Menoleh ke belakang, netra coklat tua itu menatap netra hitam pekat milik Yudha dengan tegangnya hingga nampak sedikit bergetar.
Nyengir kuda, merasa takut seperti ketahuan mengambil duit dari dompet ibu, dia berkata "aduh... Ada masnya, maaf ya mas main masuk sembarangan. Habisnya hujannya tiba-tiba deras banget. Padahal tinggal satu blok lagi kan tempat kerja aku, malah belok kesini dulu deh. Masnya ada payung? Boleh minjem dulu nggak? Nanti aku balikin deh pas istirahat siang." Ucap wanita itu cerewet.
Yudha hanya mengisyaratkan dengan angkatan dagu menunjuk arah belakang pintu ada guci tempat meletakkan beberapa payung.
Mengerti dengan isyarat itu, si wanita menoleh dan mengetahui adanya payung. Lalu berjalan mendekat, guci berada disebelah dispenser.
Hati-hati melangkah tiba-tiba tubuhnya tidak seimbang, dia terpeleset air dari dalam galon yang dispensernya bocor hingga menggenang di lantai.
Bugh..
Aaaaaaagrhh....
Dia berteriak sebelum jatuh terduduk di lantai basah dan dingin.
Yudha malah tertawa terpingkal-pingkal dengan kejadian yang menurutnya lucu itu.
Sedangkan si wanita menutup matanya sambil mengelus pantatnya yang menyapa lantai dengan agak kasar.
"Aduuuhhh..... Bisa turun bero nih kalau sakitnya kayak gini" ucap wanita itu was-was.
Tetap memegangi pantatnya ia lalu mencoba berdiri, tapi terasa sulit karena memang lantainya licin. Sehingga sepatunya mau terpeleset lagi.
Menatap tajam ke arah Yudha yang tidak berhenti tertawa lalu berkata "lucu banget ya mas lihat orang lain kena musibah? Dasar tidak berperikemanusiaan, lihat orang kesusahan malah senang." Ucapnya marah dan tetap duduk di lantai.
Yang ditatap sadar, lalu berusaha berhenti tertawa. Mulai berdiri dan berjalan agak malas menghampiri wanita aneh itu.
Sudah dekat mengulurkan tangan untuk menolong. Ternyata disambut oleh wanita aneh itu. Tapi malah menunjukkan wajah dingin.
"Duh ... Sakitnya ... Makasih mas" ucapnya setelah bisa berdiri.
"Aku pinjam payungnya ya... Ini tiba-tiba deras deh hujannya. Padahal tadi udah reda loh pas turun dari angkot. Malah sekarang deras lagi."kata wanita aneh itu sambil berjalan dengan memegangi pinggangnya seperti orang encok, menuju tempat payung.
Sebenarnya dia malu setengah mati karena bisa-bisanya jatuh dengan tidak anggunnya seperti itu. Basah pula pantatnya! Duh kan malu.
"Nanti jangan lupa dikembalikan, soalnya om saya itu orangnya sangat hafal sekali sama barang-barang yang ada di sini" ucap Yudha.
"Iya.. iya.. belum juga dibawa udah disuruh balikin. Sebenarnya yang pelit itu bukan omnya mas ini kan, tapi mas sendiri. Malah ngata-ngatain orang lain lagi" ucap wanita aneh itu menjengkelkan.
"Yaudah sih kalau nggak mau pinjam, yang basah juga diri sendiri" ucap Yudha acuh.
Wanita itu mencebik, meniru kata-kata Yudha dengan isyarat bibir. Terlihat sangat menjengkelkan.
"Huh ... Gitu aja ngambek, tapi jadi pinjam boleh ya mas" Sambil menengok kiri kanan seperti mau menyebrang jalan. Lalu matanya tertuju pada tangan Yudha yang memakai arloji.
Menariknya paksa dan melihat arloji mahal itu. Dan berekspresi kaget sampai mulutnya menganga.
"Ya allah... Telat nih aku masuk kerjanya." Ucapnya kaget dan menyambar payung.
"Mas aku pinjam ya. Nanti siang aku balikin. Aku kerja dekat sini kok. Tuh di kantor travel, setelah gang samping toko atk sebelah itu loh"
"Iya" jawab Yudha singkat.
Setelahnya cewek itu keluar setelah mengucap salam.
Yudha jadi berpikir. Sepertinya belum ada wanita yang kerja di travel itu, kan semua pekerjanya laki-laki, walaupun kadang ada istri salah satu karyawannya yang juga ikut masuk ke kantor itu.
Dan Denis, temannya kan juga kerja disana. Belum pernah Denis bilang kalau ada cewek kerja disana. Apa pegawai baru? Sudahlah, biarkan saja. Dia mau memeriksa kebocoran dispenser air ini. Agar tidak ada lagi yang celaka.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 90 Episodes
Comments