David dan Oscard terlihat sedang duduk manis menikmati kopinya di sebuah taman Cafe dekat rumah sakit.
Mereka berdua berbincang seputar hasil Surveynya di Desa Suka mulya, yang rencananya akan mereka laporkan pada Adolf selaku pemilik utama raksasa perusahaan yang bertempat di inggris.
"David, kenapa wajahmu jenuh seperti itu?" tanya Oscar
"Bagaimana aku tidak merasa jenuh, Oscar. Hampir tiap hari, tiap minggu bahkan tiap bulan Kakek Adolf selalu menyuruhku pulang untuk menjodohkanku dengan wanita pilihanya." David memijat kepalanya yang kini mulai terasa pening.
Oscar tertawa lepas mendengar sahabat sekaligus Bosnya mengeluh dengan masalah pribadinya.
"Diam Oscar! atau ku potong 90% gajimu." ancam David.
Oscar menghentikan tawanya seiring dengan ponselnya yang kini berdering memberitahu pada si pemilik. Bahwa ada panggilan masuk untuk segera di jawabnya.
Obrolan mereka terjeda ketika Oscar menjawab panggilan masuknya.
"Benarkah?" Oscar menjawab pemberitahuan dari pihak rumah sakit padanya.
"Baiklah, saya akan segera kesana sekarang." Oscar menutup panggilanya.
Oscar bangun dari duduk dan merapikan penampilanya.
"Kau mau kemana? siapa yang menelponmu barusan?" tanya David penasaran.
Oscar menoleh dengan wajah yang kini mulai terlihat serius.
"Pihak rumah sakit memberitahuku. Bahwa pihak keluarga dari anak kecil yang tadi tak sengaja hampir aku tabrak, kini telah datang dan berada di ruanganya." jelas Oscar.
David mengangguk paham setelah mendengar jawaban dari sekretaris pribadinya.
"Cepat selesaikan! beri mereka sejumlah uang dan kita tinggalkan masalah ini!" titah David yang tidak mau berkelit dengan masalah yang telah membuang buang waktunya.
"Baiklah," Oscar melangkah pergi meninggalkan David yang masih duduk dan berkutat dengan ponselnya.
Dengan langkah percaya diri kini Oscar masuk ke dalam ruangan di mana Cipto di rawat.
"Ehem ... ehem." Oscar berdeham ketika memasuki ruanganya.
Sri dan mbok Darmi yang sedang duduk di sebelah Cipto. Mereka berdua kini menoleh ke arah Oscar yang sedang melangkah menghampirinya.
"Maaf, menggangu anda nona." Oscar menyapa memulai pembicaraanya.
Sri berdiri dengan badan menghadap serius pada Oscar sambil mengangguk.
"Nama saya Oscar, Nona. Saya lah yang membawa anak ini ke rumah sakit, karena tadi siang anak ini terjatuh, beruntung saya langsung mengerem dan mobil saya dan tidak menabrak anak ini.
"Iya, Tuan. Terima kasih banyak, maaf telah membuat anda repot sampai harus membawa adik saya ke rumah sakit." tukas Sri sambil menoleh sesaat pada Cipto.
"Nona, bisakah kita bicara empat mata, sebentar." pinta Oscar dengan serius pada Sri.
Sri mengangguk dan mengikuti langkah Oscar keluar dari kamar inap Cipto.
Di depan pintu ruangan inap Cipto. Oscar terlihat serius dengan apa yang akan di sampaikanya pada Sri.
"Sebelumnya saya ingin minta maaf, nona. Saya tidak memilik banyak waktu untuk tetap disini. Ini kartu nama saya, Jika ada apa-apa nona bisa menghubungi saya." Oscar melangkah setelah bicara dan memberikan kartu namanya.
Sri menerima kartu nama yang di berikan Oscar padanya.
Oscar menghentikan langkahnya serasa ada satu yang terlupakan darinya. Dirinya berbalik dan memandang pada Sri yang kini memandangnya heran.
"Maaf dengan Nona ...?" Oscar memiringkan kepalanya ke kanan melihat wajah Sri.
"Sri ... nama saya Sri wahyuni." Sri memberitahu Oscar.
Oscar mengangguk dan mengeluarkan cek dari dalam saku jas dan kemudian memberikanya pada Sri.
"Ini apa Tuan?" tanya Sri sambil membolak balikan cek tersebut di depan matanya.
Oscar tertawa terkekeh melihat kepolosan Sri yang baru melihat bentuk Cek seumur hidupnya.
"Itu cek senilai 10 juta Nona. Anda bisa mempergunakanya untuk membayar biaya rumah sakit adik anda." jelas Oscar.
Hah ... sepuluh juta?
Sri menarik tangan Oscar dan mengembalikan cek yang diberikan Oscar padanya.
"Maaf, Tuan. Saya tidak bisa menerimanya." Sri menolak dengan halus dan berharap Oscar tidak tersingung setelahnya.
"Baiklah, Nona Sri. Saya tidak bisa memaksa." ucap Oscar seraya melangkah pergi dan memasukan ceknya kembali ke dalam saku jasnya.
Waniita itu cantik sekali
Oscar tersenyum sambil berjalan keluar dari rumah sakit menuju David yang sudah lama menunggunya.
Di taman Cafe. Oscar melihat David sedang bertengkar dengan seseorang di dalam handphonya. Dia melihat David menunduk kesal sambil mendengar seseorang yang masih berbicara di dalam handphonenya.
Setelah selesai dengan perbincangan di dalam handphonenya. David terlihat mengeluarkan semua unek unek di dalam hati sambil mengumpat dan menghentak hentakan kakinya ke tanah.
"Kenapa lagi kau ini? jangan bilang jika tadi yang menelponmu adalah Kakek Adolf." tebak Oscar yang ternyata langsung di angguki David.
"Apa kau punya ide? atau jalan keluar untuk masalahku, Oscar?" David memandang serius pada Oscar.
"Sebaiknya kita pulang ke Villa dulu, setelah itu baru kita pikirkan jalan keluarnya, bagaimana?"
"Baiklah, Ayo kita pulang." David mengangguk dan melangkah bersama Oscar menuju mobilnya.
Di dalam rumah sakit. Sri kini terlihat sedang duduk di ruangan Dokter yang menangani Cipto Adiknya.
"Maaf, nona. Kita harus segera melakulan pencangkokan sumsum tulang belakang untuk Adik anda secepatnya." Dokter memberitahu Sri.
Sri terlihat bersedih dan merasakan bingung di dalam hati dan pikiranya.
Untuk sekelas orang miskin seperti Sri. Hal itu pasti sangat memberatkan baginya, apalagi dalam segi biaya. Sudah bisa di bayangkan baginya untuk menyiapkan uang puluhan bahkan ratusan juta untuk mengobati Leukimia yang di derita adiknya.
"Dok, saya mau dan saya bersedia. Tapi apakah biayanya sangat mahal?" tanya Sri.
Dokter menjelaskan dari beberapa pengalamanya yang pernah menemui pasien yang memiliki kasus sama seperti Cipto. Dan menyebutkan bahwa biayanya memang tidak main main.
"Apa Dok! 300 juta!" Sri berdiri dengan wajah kaget sekagetnya.
Darimana aku bisa mendapatkan uang sebanyak itu?
"Dokter, bisakah anda memberikan saya waktu beberapa hari saja?" pinta Sri pada sang Dokter.
Dokter menghela nafasnya dalam sebelum menjawabnya.
"Baiklah, tapi saya tidak bisa menunda lama karena keadaan pasien menuntut kami harus segera mengambil tindakan." jelas sang Dokter pada Sri.
Sri melangkah gontai menuju kembali ke dalam ruangan Cipto yang masih di jaga oleh Mbok Darmi.
Serasa di sambar petir di siang bolong. Sri benar benar bingung dan buntu mencari dana 300 juta untuk pembiayaan pengobatan Cipto adiknya.
"Sri ... tadi Dokter bilang apa, Nak?" tanya Mbok Darmi yang melihat Sri baru saja masuk dan duduk di sebelahnya.
Sri kembali menangis menatap keadaan Cipto yang makin pucat di hadapanya.
"Saya bingung, mbok. Darimana saya mendapatkan uang sebanyak 300 ratus juta untuk pengobatan Cipto." Sri menunduk lemas.
"Hah, 300 ratus juta. Apa mbok tidak salah dengar?" tanya lagi mbok Darmi.
Sri mengangkat wajah dan memandang wajah mbok Darmi denga mata yang kini mulai mengalirkan airmatanya.
"Dokter bilang, Cipto harus melakukan operasi pencangkokan sumsum tulang belakang." jelas Sri.
Tak ada yang bisa di lakukan mbok Darmi untuk membantu selain doa. Karena mbok Darmi juga tergolong ekonomi menengah kebawah, malah hampir nyungseb seperti Sri kurang lebihnya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 30 Episodes
Comments
bundA&M
nyungseb ieu mah
2021-11-29
1
🐝𝓢𝓐𝓓🌷 rindu ғᶻ⁺🕸️♋
ini cerita hanya ada d novel, kasus d rumah sakit asliy g kek gitu.....
2021-11-28
1
uĽîĻ🍀⃝⃟🐛🌽
kasian nya🤧🤧🤧🤧
2021-11-26
1