Akira pergi ke kantin membeli dan memakan setengah dari roti isi yang dia pilih di menu yang tersaji. Akira melihat kearah jam tangannya, menunjukkan pukul 08:30 pagi. Neneknya pasti sudah menunggunya dan sangat mengharapkan Akira berhasil dalam rencana kerja mereka.
Lidia, nenek Akira adalah orang yang paling penting dalam hidupnya. Sejak kecil Akira tinggal bersama kakek dan neneknya setelah kedua orangtuanya meninggal karena kecelakaan tragis. Akira dan neneknya menggambar dan menjahit, bekerja bersama sejak Akira kecil. Akira mendapat bakat dalam mendesain dari neneknya.
Akira mengambil telepon genggamnya dari dalam tas dan menelepon neneknya.
"Lanjutkan semuanya hari ini sendiri Oma, aku tidak akan datang."
Dengan kaget Oma Lidia menjawab, "Apa kau sakit sayang? Kau terdengar sangat lelah."
"Aku tidak tidur semalaman, tapi aku baik-baik saja Oma, Dimas sedang dirawat di rumah sakit XXX."
"Dimas? Apa yang dia lakukan di kota ini?"
"Aku tidak tahu, Dokter bilang dia mengalami Guillain-Bare syndrome. Dia lumpuh. Dia bisa saja meninggal…..” suara Akira terdengar bergetar.
“Oma turut prihatin atas sakit yang dialaminya, tapi kau tidak punya kewajiban untuk mengurusnya, kau hanya sedang bersimpati.”
“Oma, aku ingin membantunya. Aku harus. Aku tidak tahu kenapa.”
“Kau masih tergila-gila padanya, bukan begitu?”
“Aku pikir selama ini tidak, sampai aku melihatnya lagi.” Akira merasa tenggorokannya kering. “Aku sudah lama tersakiti. Tapi aku bahagia sekarang. Aku suka dengan hidup yang aku jalani sekarang ini. Aku merasa sangat sempurna dengan adanya butik kita Oma.”
“Kau berhak bahagia sayang. Kau memang harus bangga dengan hasil kerja kerasmu.” ucap Oma Lidia
“Terima kasih Oma. Sekarang aku tidak tahu apa yang harus aku lakukan tentang Dimas. Seperti yang Oma tahu, pernikahan kami tidak berjalan lancar. Dia mengharapkan aku untuk menjadi perhiasan bagi dirinya. Aku mulai merasa seperti sebuah piala yang dia menangkan dan dengan bangga dijadikan pajangan. Apa yang aku butuhkan adalah seorang suami yang bisa mendukungku untuk menantang kemampuanku sendiri. Aku butuh pasangan, bukan seorang penjaga. Hatiku sangat terluka karena meninggalkannya, tapi aku harus pergi….atau aku bisa mati lemas.”
Akira terisak. “Tapi tetap saja, dia sangat sakit Oma, dan dia memintaku datang. Aku tidak bisa meninggalkannya begitu saja.”
“Baiklah sayang, jangan khawatir tentang pekerjaan kita untuk beberapa hari kedepan. Kau tahu aku akan menyelesaikan desain kita tepat waktu. Tuhan pasti akan memberikan waktu yang terbaik untuk kita.”
“Ini bukan masalah waktu Oma, aku menghabiskan banyak dana untuk mengembangkan desain kita. Aku masih yakin kita akan berhasil. Desainnya sangat indah. Tapi aku harus menemukan investor jika kita ingin memulai produksi dan membayar pinjaman kita.”
“Teman konsultan mu itu, Dwi… siapa namanya aku lupa. Apa yang dia sarankan?”
“Dwi Harris? Dia mengatakan apa yang sudah kita ketahui. Kita harus punya dana dalam waktu enam bulan, atau….” Akira berhenti bicara saat air mata mulai jatuh dipipi nya.
“Kau harus istirahat sayang. Cobalah untuk tidak mengkhawatirkan kami disini. Kita sudah berjuang sejauh ini, dan kita pantang menyerah. Aku akan memberitahumu untuk tidak terlalu mengkhawatirkan Dimas, yaahh tapi aku tahu aku hanya menyia-nyiakan nafasku saja. Sampai jumpa…” ucap Oma Lidia.
Akira menggoyangkan pundaknya, bersyukur atas kata-kata semangat dari neneknya.
Oma benar, tentu saja. Kami akan mendapatkan dana, bagaimanapun caranya. Kami harus mendapatkannya.
Akira berhenti diruang istirahat, membasuh wajah dengan air, kemudian mengikat rambutnya dengan ketat sebelum kembali ke ruang ICU. Akira menunggu sampai dokter selesai memeriksa kondisi paru-paru Dimas. Kemudian dia masuk ke ruangan tertutup yang penuh cahaya terang.
“Aku merasa semakin lemah Kira.”
Suara Dimas benar-benar menunjukkan bahwa dia memang sedang dalam kondisi yang begitu lemah, tapi yang sangat jelas terlihat dari raut wajahnya adalah kekecewaan dan ketakutan.
“Apakah Dokter Jerry mengatakan kau akan semakin lemah?”
“Aku bisa merasakannya. Aku tidak bisa mengepalkan tanganku atau menggerakkan lenganku.”
Hati Akira begitu terluka mendengar ucapan Dimas.
Semangat lah!
“Dokter Jerry bilang itu mungkin gejala dari Guillain-Bare syndrome.”
“Aku sangat lelah, bahkan aku tidak bisa terjaga untuk waktu yang sebentar saja.” Beberapa saat Dimas menutup matanya.
“Tidurlah Dimas, kau harus jadi lebih kuat untuk melawan sakit ini.” Suara Akira terdengar begitu berapi-api menyemangati Dimas. “Aku akan membantumu.” Jika kau mau, sambung Akira dengan pelan.
Kata “Yaa” dari Adam terdengar tidak jelas. Membuat Akira tidak yakin bahwa Dimas mengatakannya.
Akira duduk disamping tempat tidur Dimas dan memandanginya yang tertidur. Dimas terlihat lebih rapi karena janggut dan kumisnya sudah dicukur dan rambutnya sudah disisir dengan baik.
Dimas pasti merasa sangat menderita dan terhina karena harus diurus oleh perawat. Akira begitu sedih, karena dia tahu, Dimas adalah orang yang sangat mandiri. Semua hal yang menyangkut tubuhnya tidak pernah disentuh orang lain kecuali Akira. Namun kini Dimas hanya bisa berbaring tak berdaya.
Dimas tidur dengan tidak nyaman, kepalanya selalu berputar ke kiri dan ke kanan, tapi tubuhnya, tubuh sempurnanya terbujur kaku.
Waktu istirahatnya terganggu karena kedatangan beberapa perawat. Seorang perawat mengambil sampel darahnya, dan yang lainnya membantu Dimas agar bernapas menggunakan selang oksigen untuk memonitor paru-parunya. Dua jam kemudian mereka meninggalkan Dimas.
Akira memandangi wajah Dimas setiap kali ada orang yang menyentuhnya. Dimas hanya terdiam, mengacuhkan Akira yang terlihat ingin bicara dengannya. Dimas kembali menutup matanya, dan membuat Akira berpikir,
Apakah dia benar-benar tidur? Atau sedang sibuk dengan pikirannya sendiri.
******************
Sore hari, Dokter Jerry masuk ke ruangan Dimas. “Bagaimana perasaanmu Tuan Dimas?”
“Bagaimana aku tahu Dok? Aku merasa lemah. Sial, aku tidak bisa bergerak!”
“Kami masih harus melakukan tes, Tuan Dimas.,” respon Dokter Jerry dengan tenang.
“Apakah tidak ada yang bisa dilakukan? Hanya menunggu dan melihat?"
“Berharap lah yang terbaik Tuan Adam. Ada banyak alasan untuk menjadi lebih optimis saat ini. Saya akan kembali besok pagi Tuan Dimas. Berusahalah untuk bersabar. Kita akan mengetahui hasil tesnya beberapa hari kedepan.”
Dimas mengutuk dengan kasar setelah Dokter Jerry pergi. Matanya penuh dengan kemarahan.
Akira meletakkan tangannya diatas tangan Dimas. “Apapun alasannya kau harus optimis Dimas..”
Dimas menarik tangannya perlahan. “Beri aku dua alasan untuk menjadi optimis Kira. Hanya dua alasan untuk menjadi optimis.”
“Kau masih hidup”
“Untuk berapa lama? Apakah Dokter Jerry tidak memberitahumu bahwa orang meninggal karena…. syndrome ini?"
Air memenuhi mata Akira dengan cepat mengucur deras ke pipinya. “Kau tidak akan meninggal Dimas." Suara Akira gemetar.
“Bagus sekali. Aku akan hidup seperti sayur. Lihat aku, Kira. Sungguh, lihat aku. Aku tidak bisa bergerak. Orang datang dan pergi silih berganti setiap dua jam. Aku dengan susah payah menyuapi diriku sendiri. Dan pasti akan lebih buruk lagi. Jadi bagaimana masa depanku? Berbaring di sebuah rumah sakit sialan sepanjang hidupku, berkomunikasi hanya dengan mengedipkan mata? Jangan beri tahu aku tentang menjadi optimis.”
“Maka lawanlah Dimas,” Akira menjawab. “Jangan berhenti berusaha. Kau kuat. Kau bukan orang yang mudah menyerah. Lawanlah.”
“Melawan apa Kira? Bagaimana aku bisa melawan ketika aku tidak tahu apa yang aku lawan?” kemarahan Dimas mereda, dia memalingkan wajahnya lalu menutup matanya.
Akira memastikan Dimas tidur terlelap hingga akhirnya dia keluar meninggalkan ruangan ICU dan pulang ke rumah.
Tiga tahun yang lalu, Akira terpuruk, terluka, dan penuh amarah. Dia bersumpah tidak akan meminta bantuan Dimas lagi. Akira membangun butiknya sendiri dan membangun kehidupannya sendiri. Akira menjadi lebih dewasa, dan dia menyukai jati dirinya yang sekarang.
Pada awalnya memang sulit. Akira begitu terpuruk di bulan-bulan pertama dia meninggalkan Dimas, tapi sekarang dia sudah begitu kuat.
Begitu lama Akira tidak menginginkan kehadiran Dimas dalam hidupnya kembali, namun kini Dimas membutuhkannya. Dimas tidak pernah begitu membutuhkannya dulu- kecuali diatas tempat tidur.
'Apa yang Dimas inginkan dari diriku sekarang? Dan untuk berapa lama? Mungkin Dimas hanya membutuhkan seseorang saat dirinya sedang sakit dan sendirian, dan aku Akira Olivia adalah orang yang bersedia membantunya.'
Akira bingung apa yang sebenarnya dia inginkan atau butuhkan, atau apa yang bisa dia berikan kepada Dimas.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 63 Episodes
Comments
Teruterubuzu
Mungkin disaat mereka masih bersama Dimas menginginkan Akira menjadi istri yg hanya di rumah saja.. membahagiakan menurut pandangan Dimas.
Sedangkan Akira tak ingin hanya di rumah saja yg hanya menunggu suami pulang kerja tapi ada kesibukan lain yakni bekerja & mengasah bakat & skill yg Akira miliki.
2021-12-28
0
Teruterubuzu
Setuju banget dgn kata" Akira kalo bukan dari diri Dimas siapa lagi. & juga serta support keluarga & orang" yg menyayangi Dimas.
2021-12-28
0
Teruterubuzu
Atas nama kemanusiaan Akira.. Percayalah apa yg lakukan akan menghasilkan buah yg manis yg tak terduga.
Bila kamu menanam perbuatan yg baik maka perbuatan yg baik pula yg kamu tuai) Terima.
2021-12-28
0