Mencintai Pria Lumpuh

Mencintai Pria Lumpuh

Awal Mula

Dimas Abraham disambut udara panas nan menyengat setibanya di terminal kedatangan Bandara XXX. Dengan terburu-buru dia mencari taksi.

Dimas segera masuk saat sebuah taksi berhenti tepat dihadapannya. Suara AC didalam taksi mendesing dengan keras, tapi hanya terasa menghembuskan hawa panas saja. Dengan letih Dimas menjatuhkan kepalanya di kursi belakang.

Ya Tuhan! Musim panas ini pasti telah membuatku sakit.

Dimas menghela nafas, mencoba untuk merasa lebih nyaman. Anehnya, seluruh tubuhnya terasa kaku. Dia masih bisa merasakan betisnya- tapi kakinya terasa seperti dicor dengan semen.

Ketika Dimas mencoba untuk melonggarkan dasinya, jemarinya terasa begitu kaku, seperti mati rasa untuk selamanya.

Apa-apaan ini?

Untungnya Dimas punya waktu untuk istirahat nantinya di hotel. Kemudian Dimas melihat berkas-berkas yang dibawanya sebelum menelepon Kevin. Jika laporan asistennya itu akurat, bisnis Akira, adalah bisnis yang bagus, - namun minim anggaran, tetapi mempunyai potensi yang sangat baik.

Akira telah melakukan yang terbaik untuk pekerjaan barunya.

Siapa yang bisa percaya bahwa dia bisa membangun sebuah butik dengan pakaian yang di desain sendiri?

Berdasarkan laporan Kevin, Akira akhirnya mendapat ilmu tentang bisnis dalam tiga tahun keduanya berpisah. Tapi sekarang, seperti sebelumnya, Akira melangkah terlalu jauh.

Dimas menghela nafas panjang. Akira terlalu banyak mengalokasikan dana untuk sebuah pagelaran fashion show. Sebagai konsekuensinya bisnis Akira kekurangan modal. Dan itulah alasan mengapa Dimas ada di kota ini

Ketika taksi berhenti didepan hotel XXX, Dimas mecoba menarik uang yang ada disaku bajunya.

Apa yang sebenarnya terjadi dengan jari-jariku? Kenapa begitu sulit untuk digerakkan?

Dimas lalu memberikan ongkos dan segera keluar dari taksi. Tenaganya terasa kembali pulih karena hawa dingin dari lobi hotel.

Dimas berjalan ke arah meja resepsionis. Setelah selesai dengan urusan check in, Dimas kemudian mengikuti pelayan menuju kamarnya.

"Mari Tuan, saya bawakan barang anda." ucap seorang pelayan laki-laki.

Dimas lalu menyerahkan kopernya, lalu berjalan menuju lift.

Kamar Dimas berada di lantai paling atas, kamar tipe presidential suite room.

Pintu lift terbuka, Dimas lalu menyodorkan uang tips pada pelayan itu.

Saat masuk ke kamar kaki Dimas mulai terasa kaku. Berharap dengan tidur siang sebentar bisa membuatnya segar kembali. Dimas menjatuhkan diri diatas ranjang dan tertidur.

Cukup lama Dimas tertidur, hingga saat dia membuka mata, kamar menjadi begitu gelap.

Aku pasti tidur berjam-jam. Sudah jam berapa ini? gumam Dimas

Dimas lantas melirik jam yang ada dipergelangan tangannya itu. Ketika hendak bangun, kakinya tidak bisa diajak bekerjasama.

Apa yang salah dengan diriku? Apa mungkin aku terkena flu atau demam?

Dimas sebenarnya tidak punya waktu untuk sakit disaat seperti ini. Dimas harus menyelesaikan pekerjaannya. Dan berjanji pada dirinya sendiri untuk berlibur selama sebulan.

Dengan perlahan Dimas mencoba untuk mengatur posisinya agar bisa duduk, kemudian mengangkat gagang telepon dan menaruh ditelinga nya, dan menelepon dokter di rumah sakit XXX.

Ketika Bayu Anggara menjawab, Dimas dengan cepat menjelaskan bahwa ia merasakan kaku dan begitu lemahnya pundak dan otot kakinya.

“Coba kau ingat-ingat Dim, apa kau merasakan sensasi terbakar di telapak kakimu?”

“Ya, mulai dari tadi pagi. Kenapa?” tanya Dimas.

“Itu mungkin gejala awalnya. Apakah kau merasa sulit untuk bernafas?”

“Tidak.”

“Apakah kau merasa sulit untuk menelan?”

“Tidak.”

“Apakah kau memperhatikan atau apapun itu tentang bagaimana rasa makananmu?”

“Aku tidak sarapan. Yang aku ingat semalam makan malam ku terasa aneh.” Dimas mencari kata yang tepat untuk menjelaskan. “ Seperti logam.”

“Apakah kau terkena flu atau semacam virus yang tidak aku ketahui?”

“Aku merasa sangat buruk tiga minggu yang lalu, hanya beberapa hari, tapi tidak sampai mengganggu tidurku. Ada apa sebenarnya Bayu? Bukankah kau bilang aku hanya terkena virus du jour dan hanya memerlukan aspirin. Tidak bisakah kau memberiku resep obat? Pelayan akan menyiapkannya untukku.” ucap Dimas

“Tidak sesimpel itu, Dimas. Aku tidak bisa mendiagnosa mu hanya melalui telepon, tapi aku khawatir dengan gejala-gejala yang kau rasakan. Itu bisa saja menandakan penyakit yang serius dan kau perlu diperiksa lebih lanjut. Dimana kau sekarang?” tanya Dokter Bayu yang merupakan sahabat Dimas.

“Aku di kota XXX. Mencoba untuk membantu Akira. Terdengar aneh kan, dia sekarang menjadi fashion designer, tapi dia sendiri sejak dulu tidak pernah suka mengenakan pakaian bermodel?”

“Lupakan dulu urusanmu itu” jawab Bayu dengan cepat. “Segera telepon ambulan dan pergilah ke rumah sakit XXX. Aku akan menelepon kenalanku disana, Jerry Miller, ahli syaraf. Dia akan menemui mu diruang emergency atau kau bisa meminta orang lain untuk membantumu.” jelas Dokter Bayu lagi.

“Aku tidak punya waktu untuk sakit. Aku….”

“Segera telepon ambulan Dimas. Sekarang juga. Bicaralah dengan Jerry. Mari berharap kekhawatiran ku ini terlalu berlebihan, semoga semuanya baik-baik saja, tapi jangan ambil resiko.” potong Dokter Bayu.

Sambungan telepon terputus.

Dimas memutuskan untuk pergi menggunakan taksi daripada harus menggemparkan hotel dengan memanggil ambulan. Tapi saat dia mencoba untuk berdiri, kakinya roboh dan tubuhnya jatuh kesamping tempat tidur.

Berusaha berlutut, Dimas berusaha menelepon operator dan meminta bantuan pelayan.

Apa yang sebenarnya terjadi padaku?

Dimas berada dalam kondisi yang prima. Namun, tubuhnya lemah. Basah. Keringat dingin mengalir ke seluruh tubuhnya, dipunggung dan di dadanya.

Dimas mengedipkan mata karena cahaya terang lampu menyilaukan matanya, memikirkan apa yang sebenarnya terjadi pada dirinya.

Aku pasti berada didalam ambulan yang sudah ditelepon oleh manager hotel tadi, pikirnya.

Dimas melihat sekilas, dirinya terbaring di tempat tidur dikelilingi empat atau lima orang yang memeriksa tangan dan kakinya. Seorang perawat merobek pakaiannya. Dokter menepuk perlahan, mendengar denyut jantungnya. Dimas mendengar dengungan dan berbagai macam bunyi klik dan biip.

Tenggorokannya kering, lidahnya terasa kelu. Dimas kesusahan untuk berbicara. “Apa ini?”

“Istirahatlah Pak Dimas, jangan buang tenaga anda.” jawab seorang perawat.

Membuang tenaga dengan hanya dua kata? Apa maksudnya?

Dimas kembali bertanya “Apa ini?”

Tidak ada yang menjawab. Dingin, ketakutan akan lumpuh menggerogoti pikiran Dimas, dan dia mencoba mengontrol pikirannya untuk tidak panik dengan memikirkan sesuatu, apapun itu yang bisa menyingkirkan pikirannya dari mimpi buruk ini.

Pekerjaan.

Dimas mulai fokus dengan laporan yang diberikan Kevin.

Ya, aku akan membantu Akira untuk terakhir kalinya.

Dimas akan memberikan Akira bantuan dana untuk menyelenggarakan fashion show yang akan membuat bisnis Akira semakin dilirik penikmat fashion dan hal itu akan semakin mendapat keuntungan lima kali lipat dari pendapatan Akira selama ini.

Berharap kesalahannya dimasa lalu tidak akan mengusik pikirannya lagi.

Ya Tuhan, begitu cintanya aku terhadapmu Akira.

Terpopuler

Comments

Theresia Onih

Theresia Onih

semoga bagus ceritanya

2022-04-12

0

Teruterubuzu

Teruterubuzu

akupun begitu thor.. simpan dulu ke rak buku nunggu sampai end dulu

2021-12-28

0

Muhammadrudy Hasibuan

Muhammadrudy Hasibuan

hadir

2021-11-13

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!