HANAMORI

'Tumben sinar matahari tidak mengganggu tidurku dan menusuk mataku, aah kasur ini sangat lembut dan hangat'

"Meow.." terdengar suara Poko membangunkan ku. Ku buka mataku melihat sekelilinng aah pantas saja sinar matahari tidak mengucapkan selamat pagi kepadaku, semalam aku tidur di dalam gua bersama keluarga Bear.

"Aah, Poko ayo kita keluar dari gua ini" ucapku sambil berdiri meninggalkan Gua.

"Growl.."

"Ahh Bear! Aku dan Poko akan pergi, karena kamu sekarang sudah bertemu keluargamu disinilah tempatmu bersama mereka."

"Growl.." terdengar nada sedih dari erangannya. Ya Tuhan dia sangat menggemaskan.

"Bear, kamu tetap teman kami, kamu boleh mengunjungiku dan akupun akan mengunjungimu..." Ucapku memeluk Bear dibalas pelukkanku oleh Bear seakan mengerti.

"Growl.." sang beruang keluar dari Gua dan memberikannku beberapa buah untuk perbekalan kami. Ku ucapkan terima kasih dibalas dengan tundukan dari sang beruang, akupun menunduk menghormatinya.

"Ayo Poko! Bye bye Bear.. See you!!"

"Growl.."

Bear sudah bertemu keluarganya satu spesies beruang, mungkin akupun harus menemukan spesies yang sama sepertiku. Ya mungkin aku sudah bertemu dengan spesiesku beberapa kali, namun bukan seperti keluarga.

"Ayo Poko! Kita cari spesies yang sama sepertiku dan bisa dijadikan keluarga!" seruku bersemangat.

"Meow..!" jawab Poko kebingungan.

Pertama-tama yang harus aku lakukan adalah keluar dari hutan ini, lalu bertemu dengan spesiesku. Poko dengan setia mengikutiku berjalan keluar hutan yang menurutku tidak ada ujungnya. 'Ahh, akhirnya aku melihat jalan setapak..'

"Poko lihat! Bukannya itu jalan yang selalu di lalui spesiesku." Kaki ku langsung melangkah menapaki jalan terusan.

"Bruk!" terdengar suara benda jatuh.

"Poko kamu dengar? Apa itu ulah pemburu lagi?"

"Meow.." seolah mengatakan "Mana ku tahu, aku disini denganmu, kenapa tidak kau periksa saja.."

Aku melangkahkan kakiku menuju sumber bunyi. Terlihat seorang perempuan yang terjatuh dengan keranjang bambu di punggungnya. Barang yang ada di dalam keranjang itu jatuh berhamburan tidak jauh dari dirinya. Akupun mendekatinya dan berusaha membantu memunguti barangnya yang jatuh.

"Kamu baik-baik saja?" tanyaku menatapnya dengan tangan penuh dengan barangnya. Aku menaruh kembali barang yang berhasil ku pungut ke dalam keranjangnya.

"Terima kasih nak, aku baik-baik saja, hanya tidak sengaja tersandung" jawabnya seraya tersenyum. Ini kesempatanku untuk bertemu spesiesku, dengan keranjang yang dibawanya sepertinya dia akan pergi ke desa.

"Bibi mau kemana? Biar aku antar, aku juga ingin melihat peradaban" ucapku, dibalas ekspresi membingungkan darinya. 'apa aku salah bicara?' batinku seraya menatap Poko. "meow.." seolah berkata "Kau Bodoh!"

"Ikutlah bersama bibi ke rumah" ucapnya tersenyum menatapku. Ku anggukkan kepalaku setuju.

Kami menelusuri jalanan di tengah hutan dan sampai di sebuah desa. 'ahh ini baru peradaban' batinku senang. Kami sampai disebuah rumah kayu, dibukanya pintu itu.

"Ayo masuk nak.." aku mengangguk. Rumahnya sangat sederhana, hanya terdiri dari dua ruangan, satunya ku pastikan itu toilet. Aku duduk di atas tempat yang ku yakini untuk dia tidur. Di samping tempat tidur terdapat meja dengan banyak sekali daun dan botol-botol.

"hmm, Apa bibi membuat obat?" tanyaku penasaran. Saat dia mendekatiku dengan membawa segelas air di tangannya.

"Minumlah" ucapnya seraya memberikan gelas ditangannya. "Bibi membuat beberapa obat-obatan herbal dari tanaman yang bibi temukan di dalam hutan" sambungnya.

"Apa bibi seorang dokter?" tanyaku. "Meow..! (Kau sangat bodoh!)" ucap Poko. Aku memelototi Poko, apa salahnya aku bertanya.

"Dokter? Apa maksudmu nak?" Bibi terlihat bertanya kebingungan. Oh ayolah apa dia tidak mengerti dengan yang ku katakan.

"Hmm, maksud ku, bibi orang yang dapat menyembuhkan orang-orang yang sakit" perjelasku.

"Maksudmu tabib. Ya bibi tabib di desa ini" jawabnya. Kenapa masih ada yang menggunakan kata tabib bukannya dokter. Apa ini zaman ketika seorang kaisar berkuasa, zaman banyaknya kerajaan yang memperebutkan wilayah dan perang saudara yang memperebutkan tahta.

Aku menghirup aroma gelas di tanganku, 'Ah ini wangi teh' aku meminumnya perlahan.

"Bibi, apa Negara ini dipimpin oleh seorang kaisar kerajaan?" bibi menatapku bingung dan tersenyum.

"Dari penampilanmu dan cara bicaramu seperti kau bukan berasal dari sini" aku terdiam ku lihat pakaian ku dan kakiku yang dari kemarin berjalan tanpa alas kaki. "Ya, Negara ini dipimpin oleh kaisar kerajaan, kerajaan ini sangat makmur, rakyat sangat mencintai pemimpinnya" sambungnya.

"Apa nama kerajaan sekarang?"

"Kerajaan Blasius" bibi tersenyum menjawab pertanyaanku. "Nak, siapa namamu?" tanyanya. Nama? Ah iya juga, aku tidak pernah mengatakan namaku, sepertinya tidak seharusnya aku menggunakan nama asliku. 'Sebaiknya aku mulai mengarang cerita' batinku memutuskan.

"Aku tidak tahu" jawabku tertunduk.

"Dimana kau tinggal?" tanyanya lagi.

"Aku tinggal di dalam pondok di tengah hutan" ucapku. Dia seakan menampakkan wajah terkejut dan bertanya lagi "Bagaimana dengan orang tuamu?"

"Aku tidak ingat, sepertinya aku kehilangan ingatan, aku tidak tau siapa namaku bahkan orang tuaku" ucapku dengan wajah sedih. "Apa bibi mau memberiku sebuah nama?" tanyaku menatapnya.

Dia hanya tersenyum seperti senyum seorang ibu kepada anaknya "baiklah bibi akan memberimu nama, bagaimana dengan nama Hana..." 'Hana? Bagus juga' batinku. "Hanamori" lanjutnya. Egh Hanamori? Bukannya Hana saja cukup dan terdengar elegan. "meow" Poko seolah tertawa mendengarnya.

Ah terserahlah setidaknya aku memiliki nama dan keluarga, aku langsung memeluk bibi "Iya.. aku menyukai namanya, Hana.. Hanamori" ucapku riang.

Hanamori, jika dipenggal menjadi dua kata Hana yang berarti bunga dan Mori yang berarti hutan. Hmm, tidak buruk juga pikirku positif.

*****

"kriyuuukkk~" ah perutku mulai meminta tumbal.

"Apa kau lapar nak? Makanlah.." ucapnya memberiku mangkuk yang berisi ubi. "Terima kasih" ucapku tersenyum.

Ternyata aku tertidur di rumah bibi, haripun sudah gelap. Jika aku kembali ke hutan mungkin aku tidak bisa melihat apapun malam ini sangat gelap. Tapi aku tidak mungkin menyusahkan bibi. Akupun beranjak dari tempat tidur.

"Kau mau kemana nak?" tanyanya lembut.

"Aku mau kembali ke pondok bibi" ucapku.

"Tinggallah dirumah bibi malam ini, terlalu berbahaya untuk kau masuk ke dalam hutan" 'aah memang perkataan itu yang aku inginkan' batinku.

"Apa tidak apa-apa? Aku takut mengganggu bibi"

"Tidak apa-apa, bibi tinggal sendirian disini, dengan adanya kau bibi tidak akan kesepian. Hana, kau bisa tinggal disini kapanpun kau mau, anggaplah bibi seperti orang tuamu, anggaplah bibi sebagai ibumu." Ucapnya tulus.

"Terima kasih bibi" jawabku sambil memeluknya. Mungkin dengan begini aku tidak perlu cemas dengan keseharianku untuk berkelana di dalam hutan.

*****

Sinar matahari mulai melakukan penyiksaan pada mataku.

"Kau sudah bangun nak?"

"Egh" jawabku sambil memaksakan tubuhku untuk bangun.

"makanlah.." ucap bibi sambil memberiku roti dan segelas susu. "Terima kasih" ucapku, ya Tuhan terima kasih aku tidak perlu memikirkan tumbal apa yang akan aku berikan kepada perutku.

"Bibi mau kemana?" tanyaku.

"Bibi mau menjual obat-obatan ini ke toko obat di kota"

"Bibi itu apa?" tanyaku sambil menunjuk ke arah daun-daun yang berada di dalam mangkok rotan.

"Itu daun-daun mengobati luka luar" jawabnya. Aku beranjak dari tempat tidur dan memperhatikan dengan seksama. Ah ini daun cocor bebek, batang daun talas, dan kalau tidak salah ini namanya binahong. Aku memperhatikan lagi bukannya ini daun pepaya kenapa lebih kecil dari ukuran sebenarnya.

"Bibi apa nama kedua daun ini?" tanyaku menunjuk cocor bebek dan binahong.

"Bryophyllum Pinnatum dan Anredera Cordifolia." Ucapnya lancar. Egh bahkan kedua nama ini lebih bagus daripada yang ku ketahui pada umumnya.

Bibi tersenyum melihatku yang antusias memperhatikan tanaman yang tidak asing namun namanya sangat asing di zaman ini. "Bibi aku akan kembali ke hutan."

"Kenapa?" tanyanya bingung. "Aku sudah berada di hutan selama ini, jadi aku ingin mengujungi rumahku bibi, dan aku janji akan kembali lagi" jawabku tersenyum menjelaskan agar dia tidak khawatir.

"Baiklah.. hati-hati" ucap bibi sambil mengelus kepala ku.

Aku keluar dari rumah bibi, ku lihat tidak ada orang yang lewat di dekat rumahnya. 'Baiklah ayo kita kembali!'

"Meow..? (kau mau kemana?)"

"Poko tunjukkan jalan ke danau, aku ingin mandi.." ucapku. Poko langsung mempimpin jalan di depan.

Terlihat danau yang berkilauan karena dukungan dari sinar matahari, dan terlihat seseorang sedang berdiri memandangi danau. 'Pria tampan itu lagi' batinku.

"krrek!" aih kaki bodoh kenapa kamu menginjak ranting yang tidak bersalah.

Dia menoleh ke arah datangnya suara ranting yang tidak bersalah. "Siapa kau keluarlah!"

'Sial! Apa aku ketahuan?' Aku tetap mematung bersembunyi di balik pohon. Aku menatap ke arah Poko seolah mengatakan "Poko tolong aku"

Poko berjalan pelan ke arah pria itu, "Meow.."

"hmm, hanya seekor kucing.." ucap pria itu pelan lalu kembali memandangi danau. Poko menoleh ke arah ku seakan berkata "Kau berhutang padaku."

Sepertinya ku urungkan dulu niatku menyegarkan tubuh, aku melangkah menjauh dari surgawi penyegaran tubuh. "Kyaaa!!!" aku berteriak histeris melihat ular yang menghadang jalan. 'Sial! Aku kelepasan dan tidak memakai alas kaki!' terdengar suara langkah kaki seseorang mendekat dan terdengar suara pedang yang lepas dari tempatnya. Ditebasnya kepala ular tersebut dengan satu kali gerakan.

"Apa kau baik-baik saja nona?" ucapnya. Dia seorang pria yang bersama si pemanah. Aku mengangguk sambil menundukkan kepalaku agar tidak terlihat olehnya.

"Mengapa kau disini?" terdengar suara pria lain di belakangku. "Kakak kau disini" ucapnya menyapa. Kesempatan ini ku buat untuk kabur.

"Yang ku tanyakan mengapa kau berada disini sedang apa kau?!"

"Hey kakak tidakkah kau lihat aku sedang menolong nona ini" ucapnya menujuk kearah angin yang berhembus.

"He, apa kau melihat ada seorang disampingmu?" ucapnya.

"Aku serius kak, aku sedang menolong gadis bergaun putih disampingku."

"Mungkin itu peri hutan" ucap seorang pria yang tempo hari sempat dipanggil dengan sebutan Zee.

"Kau bercanda! Aku melihatnya sendiri, dia memakai gaun putih tanpa alas kaki dengan gelang hijau berbentuk akar pohon yang melilit di kedua tangan dan kakinya, juga bunga yang menempel di rambutnya."

"Ya..yaa, terserah kau saja sebaiknya kita kembali." Ucap si pria tampan, di ikuti kedua pria tersebut di belakangnya.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!